Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 08:23 WIB | Kamis, 26 November 2015

Mantan Seteru Politik Megawati Ambil Alih Tambang Emas Newmont

Arifin Panigoro (Foto: ikc.dompetdhuafa.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengusaha pertambangan sekaligus mantan Ketua DPP PDI Perjuangan, Arifin Panigoro, muncul lagi ke panggung bisnis di Tanah air melalui aksi perusahaannya mengambil alih 76 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara.

PT Medco Energi Internasional Tbk, perusahaan publik yang didirikannya, akan mengakuisisi tambang emas milik Newmont di Lapangan Batu Hijau, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.

Arifin Panigoro yang juga presiden direktur Medco Energi Internasional Tbk, terlihat mendatangi Kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli di Jakarta, Rabu (25/11), guna melaporkan rencana tersebut.

"Intinya, karena Menko Rizal Ramli membawahi pertambangan, saya lapor. Kami niat dari jauh melakukan pembicaraan dengan penjual yaitu Newmont, bahwa kami segera masuk," kata dia, seperti dilaporkan oleh kantor berita Antara.

Arifin Panigoro yang namanya melambung ke panggung politik berkat inisiatifnya membantu pergerakan mahasiswa yang menjatuhan Presiden Soeharto pada 1998 dengan menyiapkan nasi bungkus untuk dikirim kepada mahasiswa yang tengah menggelar aksi di Gedung DPR Senayan, Jakarta,  menjelaskan nilai transaksi saham itu mencapai sekitar 2,2 miliar dolar AS.

Ia menambahkan pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman dengan pihak Newmont terkait pengambilalihan saham dan berharap transaksi bisa dilakukan akhir 2015.

"Kami sudah tanda tangan, makanya buru-buru saya lapor kepada beliau (Rizal) karena kita butuh sebelum akhir tahun," ujar Arifin, yang dikenal dekat dengan Menteri ESDM, Sudirman Said.

Menurut Arifin, yang pernah mencoba melawan Megawati Soekarnoputri dengan mendirikan Partai Demokrasi Perjuangan (PDP), Lapangan Batu Hijau memang telah melewati puncak produksi dan hanya tersisa sekitar lima hingga enam tahun lagi.

Namun, di sebelah Lapangan Batu Hijau terdapat lapangan baru yang punya potensi besar untuk dikembangkan.

"Maka kami susun rencana, begitu yang satu (produksinya) turun, gunung yang sebelahnya akan dimulai (penambangannya)," kata Arifin, yang salah satu bukunya, Berbisnis Itu (Tidak) Mudah, disunting oleh Sudirman Said.

Menko Kemaritiman Rizal Ramli menyambut positif kedatangan Arifin Panigoro guna meminta dukungan atas rencana pengambilalihan 76 persen saham di ladang emas dan tembaga tersebut.

"Pak Arifin datang minta dukungan untuk ambil alih 76 persen saham Newmont. Ini inisiatif yang bagus sekali karena menunjukkan bahwa kekuatan nasional kita apakah itu pemerintah, BUMN atau swasta seperti Pak Arifin ternyata bisa mampu mengelola tambang besar seperti Newmont di NTB," kata dia.

Komitmen itu juga didukung Rizal sebagai bukti kekuatan perusahaan nasional dalam mengelola tambang besar, yang selama ini didengungkan tidak bisa dilakukan oleh Indonesia.

"Saya minta Pak Arifin jangan kecewakan kita. Kita harus buktikan kita juga mampu mengelola tambang besar. Kita ini bangsa pemenang bukan bangsa yang kalah melulu," kata Rizal.

Dibantu Pemerintah

Arifin Panigoro  dikenal sebagai salah seorang tokoh terkemuka di dunia pertambangan di Indonesia. Lahir di Bandung, Jawa Barat, 14 Maret 1945, di dunia bisnis ia dikenal sebagai pendiri dan pemilik Medco Group.

Alumni Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1973 ini memulai usahanya sebagai kontraktor instalasi listrik door to door. Selanjutnya memulai proyek pemasangan pipa secara kecil-kecilan. Medco kemudian dikenal saat memulai usaha pengeboran minyak tahun 1981. Ia mendapat bantuan pemerintah.

Sebagaimana dilansir oleh tokohindonesia.com, Arifin mengakui ia memiliki kedekatan dengan Dirjen Migas ketika itu, Wiharso, yang menginginkan ada pengusaha lokal dalam proyek jasa pengeboran. Kebetulan ada penyertaan modal pemerintah ke Pertamina, yang mau melakukan pengeboran gas di Sumatera Selatan. Pemerintah mendorongnya untuk ikut tender, meskipun tidak punya peralatan ngebor.

Pemerintah memanggil perusahaan asing yang berpeluang menang diminta untuk menyewakan alat, atau memakai orang-orang Medco sebagai mitra. Tujuan pemerintah waktu itu adalah untuk membesarkan pengusaha lokal. Namun, tanggapan dari perusahaan asing itu membuat Wiharso tersingung dan batal. Lalu Wiharso memintanya menggarap proyek itu sendirian.

Terhadap bantuan yang diberikan pemerintah itu, Arifin menilai sangat positif agar pengusaha lokal mampu bersaing. Namun, tetap harus dilakukan secara betul karena kalau tidak bisa, jadi salah arah.

Salah satu tonggak sejarah Meco ialah ketika melakukan pembelian Stanvac yang dimenangkan melalui tender yang kemudian namanya diubah menjadi Expan. Dengan pembelian itu, PT Stanvac tidak lagi dikuasai orang asing sebab perusahaan minyak tertua di Indonesia itu sudah dimiliki sepenuhnya oleh Medco.

Berseteru dengan Soeharto, Habibie dan Megawati

"Petualangan politiknya" menjadi kontroversi ketika ia dituduh berupaya menggagalkan Sidang Umum MPR 1 pelantikan Presiden Soeharto untuk ketujuh kalinya, karena ia melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh politik di Hotel Radisson, Yogyakarta pada tahun 1998. Sebuah memo dari asisten Wakil Presiden kala itu, Sofian Effendi, menuduhnya berencana melakukan makar.

Selanjutnya, ketika aksi mahasiswa semakin memanas, Arifin memberi bantuan konsumsi kepada para demonstran yang melakukan aksi di Gedung DPR. Ribuan kotak makanan dikirim. Tak heran jika kemudian muncul opini bahwa Arifin adalah tokoh di belakang aksi atau cukong para mahasiswa.

Tentang hal itu, dalam sebuah wawancara, ia mengatakan bahwa ia ingin mencegah terjadinya kekacauan.

"Saya katakan, salah satu yang membuat keadaan kita makin buruk adalah naiknya harga sembilan bahan pokok, sehingga muncul kerusuhan-kerusuhan. Kepedulian saya adalah jangan sampai hal itu berubah menjadi sentimen anti-Tionghoa, muncul permusuhan muslim-nonmuslim, dan merebak ke seluruh Indonesia. Kalau itu sampai terjadi, akan timbul situasi chaos dan korbannya bisa sampai jutaan. Hal itu menjadikan kita semua harus peduli dan mengambil langkah-langkah sebelumnya," kata Arifin Panigoro, dalam wawancara dengan D & R.

Di era Presiden Presiden Republik Indonesia Ketiga (1998-1999)BJ Habibie, Arifin Panigoro juga pernah dijerat dengan tuduhan pidana korupsi penyalahgunaan commercial paper senilai lebih dari Rp 1,8 triliun. Pada waktu itu, sejumlah kalangan percaya dijeratnya Arifin karena kedekatannya dengan gerakan mahasiswa.

Perkenalannya lebih mendalam dengan dunia politik adalah ketika partai-partai baru bermunculan tahun 1998-1999 setelah lengsernya Presiden Soeharto. Pada awalnya, Arifin menjalin hubungan dengan berbagai tokoh politik, baik tokoh masyarakat yang sudah lama dikenal maupun tokoh yang baru muncul. Saat deklarasi partai baru dilangsungkan, Arifin kerap menghadirinya. Bersama Sudirman Said (kini menteri ESDM), sempat pula ia mencoba menginisiasi gerakan untuk memunculkan Cendekiawan Muslim (alm), Nurcholish Madjid untuk menjadi presiden.

Namun, akhirnya pilihannya jatuh ke PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Ia bisa duduk di jajaran DPP partai.

Bulan madunya di partai ini berakhir setelah konflik internal di dalam partai. Ia dituduh sebagai kader 'indekos' dan tidak loyal. Arifin Panigoro yang sebelumnya dianggap sebagai inspirator memuluskan Megawati menuju kursi kepresidenan,  dianggap sebagai anak nakal yang membuat banyak kalangan di dalam aprtai tidak nyaman. Ia bahkan dituduh ingin menggulingkan Megawati lewat "kelompok Jenggala."

Pada tahun 2005  ia mundur dari PDI Perjuangan dan memutuskan bergabung dengan kubu Roy Jannis, pendukung Megawati yang kemudian membangkang. Arifin ikut mendirikan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), bersama Roy Jannis dan Laksamana Sukardi --dua terakhir ini awalnya adalah orang dekat Megawati.

"Roy dan Arifin semula tidak sejalan. Dua tahun lalu sudah muncul dua kubu dalam PDIP, masing masing "kubu Jenggala" (Arifin) dan "kubu Tirtayasa" (Roy cs). Kelompok Jenggala dituduh hendak menggulingkan Mega, sedang kelompok Tirtayasa membela Mega. Kenapa sekarang Roy dan Arifin bisa bersatu? Itu pertanda, keduanya melihat PDIP dalam status "lampu merah" setelah Mega dipilih kembali sebagai Ketua Umum," demikian sinarharapan.co.id, melaporkan pada 14 April 2005.

Kiprah di Era Jokowi

Di era Jokowi, Arifin Panigoro kini digandeng oleh  Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)  untuk mengembangkan sepak bola usia muda. Arifin Panigoro yang merupakan penggagas Liga Primer Indonesia itu, dipercaya menangani kompetisi usia muda. Sebelumnya, Arifin punya pengalaman  menggulirkan Piala Medco U-15.

"Kami panggil Arifin Panigoro untuk menangani U-15. Kita ingin setiap jejang umur ada operatornya. U-12 Danone, U-14 Kompas. Sekarang kita jajaki dengan Pertamina dan Aqua," ujar Sesmenpora, Alfitra Salam, belum lama ini.

"Kami memilih Arifin karena beliau sudah berpengalaman dengan hal semacam ini," lanjut dia.

Nantinya, Kemenpora ingin setiap jenjang memiliki operator kompetisi yang kompeten. Alfitra menyatakan, Menpora Imam Nahrawi yakin Arifin sosok yang tepat untuk mengurusi pengembangan sepak bola usia dini.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home