Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 10:59 WIB | Minggu, 17 Agustus 2014

Manusia Merdeka

Rekonsiliasi (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Proklamasi. Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta, 17 Agustus 1945, atas nama bangsa Indonesia. Soekarno—Hatta”

Naskah proklamasi, yang dibacakan Bung Karno di depan rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur, no. 56, cukup pendek. Hanya dua kalimat. Namun, itulah hakikat kemerdekaan ketika seseorang menyatakan diri sebagai manusia merdeka.

Persoalannya, omongan sering berbeda dengan realitas. Tak sedikit orang menyatakan diri merdeka, tetapi sesungguhnya belum merdeka. Merdeka adalah sikap hidup. Mari kita belajar sikap hidup merdeka dari Yusuf.

Pada hemat saya, Yusuf sosok manusia merdeka. Dia telah bebas dari beban masa lampaunya. Apa yang dialaminya pastilah menyakitkan. Mungkin kita maklum, jika Yusuf merasa perlu memberikan sedikit pelajaran kepada saudara-saudaranya.

Bayangkan, dalam usia 17 tahun dia dijual saudara-saudaranya. Dan motivasi di balik tindakan itu ialah rasa iri. Mereka tidak mungkin protes kepada Yakub yang telah pilih kasih. Dan Yusuflah yang menjadi tumbal.

Namun demikian, Yusuf telah mampu melihat masa lampau dari perspektif masa kini. Dia percaya apa yang terjadi pada dirinya merupakan cara Tuhan untuk menjadikan dirinya berkat bagi orang lain.

Yusuf tidak merasa perlu memberi pelajaran kepada Saudara-saudaranya karena dia menyadari bahwa Allah mengizinkan semua itu terjadi untuk kebaikan dirinya. Tidak hanya dirinya, tetapi negara di mana dia tinggal, dalam hal ini Mesir, juga negara-negara tetangga. Bahkan keluarga Yakub pun bisa membeli gandum di Mesir.

Perhatikan: ”Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir. Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu” (Kej. 45:4-5).

Yusuf merupakan sosok manusia merdeka. Dia telah merdeka dari beban masa lampaunya dan mengajak saudara-saudaranya untuk melihat masa lampau dari perspektif masa kini. Yusuf telah merdeka dari beban masa lampaunya, sehingga mampu membebaskan saudara-saudaranya pula.

Saudara-saudaranya pastilah juga merasakan kemerdekaan itu. Kemerdekaan sejati bukanlah kemerdekaan dari rasa lapar saja, tetapi juga kemerdekaan dari kesalahan yang pernah diperbuat. Mereka masih membawa beban masa lampau—ada yang mereka sembunyikan selama 13 tahun.

Dalam Doa Bapa Kami pun, Yesus tak hanya bicara soal makanan, tetapi juga pengampunan. Yesus tidak hanya bicara soal kebutuhan jasmani, namun juga rohani.

Sekali lagi, sebagai manusia merdeka, Yusuf telah memerdekakan orang lain. Kenyataan memang demikian: hanya manusia merdekalah yang sanggup memerdekakan orang lain.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home