Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:31 WIB | Sabtu, 25 April 2015

Mary Jane Akan Ajukan PK Kedua

Mary Jane Fiesta Veloso (kanan) terdakwa yang kini menunggu eksekusi mati di Indonesia, sedang berdoa bersama rohaniawan Katolik, Bernhard Kieser, ketika berlangsung sidang judicial review di PN Sleman, Yogyakarta, 4 Maret 2015 (Foto: Dok. satuharapan.com/AP/Slamet Riyadi)


JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Fiesta Viloso, akan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya setelah pada Maret lalu PK pertamanya ditolak oleh Mahkamah Agung.

“Tim pengacara Mary Jane sedang menyusun bahan untuk PK kedua dengan novum baru yaitu `human trafficking`,”kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (24/4).

Untuk itu, Komnas Perempuan didukung Komnas HAM dan beberapa lembaga HAM regional, seperti ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) serta Wakil Indonesia untuk Komisi HAM ASEAN (AICHR), meminta pada Presiden Joko Widodo untuk menunda pelaksanaan eksekusi mati atas perempuan Filipina tersebut.

“Kita perlu memberikan waktu dan kesempatan bagi Mary Jane agar memperoleh keadilan melalui proses pembelaan yang sedang diupayakan oleh kuasa hukumnya," kata Yuniyanti.

Menurut dia, selama ini publik melihat kasus Mary Jane tidak secara utuh.

Mary dilihat sebagai kurir narkoba yang tertangkap tangan membawa 2,6 gram heroin di Bandar Udara Adisucipto, Yogyakarta, padahal Mary sebenarnya adalah korban dari perdagangan manusia (human trafficking).

“Fakta-fakta ini yang mau ditunjukkan dalam upaya PK kedua. Tadi kami dapat surat resmi dari pengacaranya, saat ini mereka sedang menunggu beberapa bukti kunci yang akan tiba di Tanah Air sore ini,“ katanya.

Yuniyanti, menilai selama ini proses hukum atas Mary Jane tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena keterbatasan bahasa. Mary hanya menguasai bahasa Tagalog dan selama proses penyidikan hingga pengadilan, dia didampingi oleh penerjemah yang ditunjuk penasehat hukum yang ternyata bukan penerjemah tersumpah dan masih berstatus sebagai mahasiswa.

“Mary beberapa kali diminta untuk mengakui perbuatannya tapi dia menolak,” kata Yuniyanti.

 Pada tahap akhir persidangan ketika majelis hakim bertanya, “Are you regret?”(apakah kamu menyesal?), Mary langsung menjawab "No" karena ia mengira hakim bertanya "apakah kamu mengakui perbuatanmu?".

Berdasarkan pemantauan dan diskusi intensif antara Komnas Perempuan dengan Mary Jane, selama empat hari di Lapas Wirogunan, Yogyakarta, mereka mendapat beberapa temuan yang selama ini belum diketahui publik.

Mary Jane Fiesta Veloso (30), merupakan perempuan Filipina yang miskin, orang tua tunggal atas dua anak, dan sebelumnya pernah bekerja sebagai buruh migran di Dubai.

Ia merupakan korban KDRT ekonomi oleh suaminya, yang kemudian menceraikannya, dan pernah juga menjadi korban percobaan pemerkosaan saat dirinya bekerja di Dubai. Akibat peristiwa itu Mary sempat mengalami trauma dan dirawat selama satu bulan di rumah sakit.

Penderitaan Mary tak behenti sampai di situ. Pada April 2010, ia direkrut oleh teman mantan suaminya bernama Maria Kristina P. Sergio, untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia melalui jalur ilegal. Tapi bukannya bekerja, dia malah diminta Kristina untuk pergi ke Indonesia, menemui temannya, dan tanpa sepengetahuan Mary ternyata tas beroda yang dibawanya ke Indonesia ternyata berisi heroin.

Komnas Perempuan, telah dua kali mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yaitu pada 9 dan 22 April, dengan harapan agar Presiden membaca dan menaruh perhatian lebih pada kasus Mary.

Melalui surat tersebut, Ketua Komnas Perempuan Azriana meminta Presiden dan pihak-pihak terkait untuk mempertimbangkan dimensi perempuan yang rentan diperangkap menjadi korban perdagangan orang, untuk tujuan perdagangan narkoba.

“Menghukum mati kurir narkoba tidak menghentikan kejahatan perdagangan narkoba. Bahkan sebaliknya, malah akan membuat rekrutmen kurir narkoba semakin merajalela karena otak sindikatnya tetap bebas berkeliaran, dan dengan keji membiarkan para kurir yang direkrutnya dihukum mati di berbagai negara,” katanya.

Azriana pun menjelaskan, penyelamatan Mary Jane Fiesta Veloso merupakan pintu masuk bagi Indonesia untuk menyelamatkan lebih dari 200 orang pekerja migran Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri, lantaran kasus Mary Jane persis dengan nasib buruh migran Indonesia yang banyak dijebak dalam sindikat perdagangan narkoba internasional.(Ant)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home