Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 08:59 WIB | Selasa, 22 Oktober 2019

Masyarakat Adat Harapkan Jokowi Keluarkan Kebijakan Soal Hutan

Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami saat berikan pernyataan pers di Kota Jayapura, Papua, Senin (21/10) (Foto: Antara/Alfian Rumagit)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami, mengharapkan Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan kebijakan atau aturan yang bisa memberikan dampak ekonomi bagi warga soal pemanfaatan hutan yang ada di Provinsi Papua.

"Kami harapkan Bapak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'aruf Amin bisa memberikan angin segar kepada kami, pemilik hutan adat agar bisa mengelola dengan baik dan bijak," kata Ferdinand Okoseray, sekretaris Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami di Kota Jayapura, Senin (21/10) malam.

Menurut dia, selama ini masyarakat adat pemilik hutan adat tidak bisa mengelola hasil hutannya secara baik dan maksimal karena terkendala soal regulasi.

"Padahal beberapa kali kami sudah bertemu dengan pemangku kepentingan, bahkan melancarkan aksi protes soal regulasi yang kami juga tidak paham, apakah itu untuk kesejahteraan rakyat atau hanya menguntungkan cukong kayu," katanya dengan nada kesal.

Dengan dilantiknya Jokowi sebagai Presiden Indonesia pada Minggu (20/10), Ferdinand berharap, apa yang disuarakan oleh masyarakat adat pemilik hutan adat bisa mendapatkan keadilan dan keberpihakan.

"Kami juga mau ucapkan selamat atas dilantikan Jokowi dan Ma'aruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024," katanya.

Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami melancarkan aksi protes di Dinas Kehutanan Provinsi Papua, guna mempertanyakan izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan pengelolaan hutan yang dinilai merugikan.

Aksi protes itu dipimpin oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami, Robertus Urumban, di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Papua yang terletak di Dok IX, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Senin (21/10) pagi.

"Kami juga ingin mempertanyakan soal kayu milik masyarakat adat yang ditahan atau disita oleh Dinas Kehutanan Papua, apakah masih ditahan, dijual atau dilelang kepada pihak lain," kata Robertus.

Selain itu, kata dia, ada sejumlah tuntutan lainn yang ingin disampaikan kepada pihak Dinas Kehutanan Provinsi Papua di antaranya soal program pengelolaan hutan masyarakat hukum adat, atau pemanfaatan kawasan hutan masyarakat hukum adat yang dianggarkan dalam DPA setiap tahunnya, untuk pengembangan industri kayu rakyat dan peningkatan kapasitas masyarakat hukum adat melalui pelatihan, maupun tenaga skiller pengangkutan kayu bulat, kayu olahan dan sebagainya.

"Tapi kegiatan ini menurut pengamatan kami di lapangan tak pernah dilakukan. Kami minta Gubernur dan Kapolda Papua mendalami tindakan kejahatan pidana yang bersumber dari dana Otsus Papua untuk pengembangan ekonomi rakyat Papua," katanya. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home