Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 14:29 WIB | Selasa, 30 Januari 2018

Masyarakat Tolak PLTU Batu Bara Celukan Bawang di Buleleng Bali.

Ilustrasi. Masyarakat Celukan Bawang menolak pengembangan PLTU Batu Bara di Buleleng Bali. (Foto: .berlimanews.com)

DENPASAR, SATUHARAPAN.COM – Perwakilan masyarakat Celukan Bawang bersama Greenpeace Indonesia, didampingi kuasa hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia- Lembaga Bantuan Hukum Bali (YLBHI-LBH Bali pada Rabu (24/1) mendaftarkan gugatan terhadap keputusan Gubernur Bali dengan nomor SK No. 660.3/3985/IV-A/DISPMPT tentang izin lingkungan PLTU Celukan Bawang 2 X 330 MW, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, Bali.

Gugatan tersebut, diajukan oleh tiga orang perwakilan masyarakat terdampak di Celukan Bawang, dan organisasi lingkungan hidup Greenpeace Indonesia.

“Kami melakukan gugatan ini dengan beberapa alasan yang sangat mendasar, karena SK Gubernur Bali diterbitkan tanpa adanya pelibatan masyarakat yang akan terdampak dari proyek ini,” kata salah satu penggugat I Ketut Mangku Wijana.

“Selain itu, surat keputusan Gubernur Bali dianggap mencederai komitmen penurunan emisi karbon dalam Kesepakatan Paris, karena tidak mempertimbangkan dampak perubahan iklim yang akan terjadi akibat pembangunan PLTU tersebut,” kata Didit Haryo, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, yang dilansir situs greenpeace.org.

Sementara Dewa Putu Adnyana SH dari YLBHI LBH Bali menyatakan, SK tersebut diterbitkan berdasarkan Dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) yang Tidak Valid dan Representatif. Hal itu menimbulkan Cacat Hukum dan Mengandung Kekeliruan, karena tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam proses Amdal, sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2012, tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan, serta beberapa aspek kelengkapan dokumen amdal yang tidak mampu dipenuhi, serta kegagalan amdal dalam melakukan evaluasi holistik terhadap dampak yang akan ditimbulkan.

Selain itu, penerbitan izin lingkungan ini bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) karena tidak menerapkan kaidah keterbukaan, kecermatan serta kepastian hukum. Kemudian SK Gubernur Bali tersebut pun tidak didasarkan pada rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).

Fakta lain yang memperkuat masyarakat melakukan gugatan adalah pengembangan PLTU Batu Bara Celukan Bawang, ternyata tidak masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Nasional (RUPTL Nasional) maupun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah.

Dalam RUPTL Nasional 2017-2026, telah secara jelas dinyatakan bahwa Provinsi Bali sebagai destinasi wisata dunia memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah dan didukung kondisi masyarakat yang terbuka dan mudah untuk menerima teknologi terbaru, dan akan memulai tahapan implementasi smart grid secara bertahap.

Berdasarkan data dari RUPTL Nasional 2017-2026, beban puncak sistem kelistrikan Provinsi Bali tahun 2016 adalah sebesar 860 MW pada bulan Oktober 2016, sementara daya yang dipasok dari jaringan kabel bawah laut Jawa-Bali 400 MW dan dari pembangkit listrik di Bali sebesar 998 MW. Dari data tersebut jelas terlihat bahwa jaringan listrik Jawa-Bali sudah mengalami kelebihan kapasitas dan tidak membutuhkan adanya tambahan penyediaan tenaga listrik dari pembangkit baru.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home