Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 06:59 WIB | Sabtu, 02 Desember 2017

Menanti-nantikan Allah

Kekudusan hidup bukanlah perkara luar biasa. Kekudusan merupakan hal lumrah karena kita telah diperkaya dengan keselamatan Allah itu.
Adven I (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian” (Yes. 64:4). Demikianlah nubuat Yesaya. Sang Nabi menggambarkan Allah sebagai Pribadi yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan Dia (Yes. 64:4).

Ya, menanti-nantikan Allah! Tentunya, orang yang menanti-nantikan Allah siap berhadapan dengan Allah kapan saja. Mereka siap memberi jawab seandainya Allah menanyakan sesuatu kepadanya.

Menanti-nantikan Allah berarti hidup berdasarkan penantian akan kedatangan-Nya. Orang-orang yang menanti-nantikan Allah itu berarti siap mempertanggungjawabkan apa yang telah Tuhan percayakan kepadanya.

 

”Datanglah Kerajaan-Mu”

Sikap menanti-nantikan Tuhan selaras pula dengan frasa ”datanglah kerajaan-Mu” dalam Doa Bapa Kami. Kedatangan Tuhan itu tidak hanya persoalan nanti dan di sana, tetapi juga persoalan kini dan di sini.

Orang yang menanti-nantikan Tuhan tidak berorientasi pada kematiannya sendiri, di surga nanti, tetapi beroritentasi kepada kehidupannya, sekarang di bumi ini.

Frasa ”datanglah Kerajaan-Mu” mengandaikan bahwa Sang Pengucap siap menjadi hamba dalam kerajaan-Nya. Dengan kata lain: hanya ada satu raja: Tuhan sendiri! Tak ada pula raja-raja kecil di sana. Semuanya hamba. Hanya ada satu raja, dan yang lainnya hamba! Jika Allah itu raja, maka hidup kita seharusnya merupakan persembahan kepada-Nya.

Kabarnya, banyak orang mau mati untuk Tuhan. Tak hanya di kalangan Kristen. Di kalangan para teroris pun, tak sedikit orang yang siap mati untuk Tuhan. Namun, frasa ”datanglah kerajaan-Mu” mengandaikan bahwa kita tidak hanya siap mati—tetapi yang lebih penting ialah hidup—untuk Tuhan.

 

Hidup Kudus

Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus mengingatkan agar mereka—sebagai orang yang telah diperkaya oleh Tuhan—hidup tak bercacat dalam menantikan kedatangan Tuhan (I Kor. 1:8). Harta terbesar yang mereka miliki adalah keselamatan itu sendiri. Karena itu, mereka perlu menjaga keselamatan Allah itu dengan hidup kudus sebagaimana Allah, yang memanggil mereka, kudus!

Pada titik ini kekudusan hidup bukanlah perkara luar biasa. Kekudusan merupakan hal lumrah karena kita telah diperkaya dengan keselamatan Allah itu. Anehlah, jika kita sendiri tidak hidup di dalam, dan berdasarkan, keselamatan Allah itu. Hidup berdasarkan kesalamatan itu seperti hamba yang setia menjalankan tugasnya.

Bersediakah kita mempertanggungjawabkan hidup kita? Jika jawabannya: ya; maka pesan bagi kita pun hanya satu: ”Berjaga-jagalah!” (Mrk. 13:35).

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home