Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 06:27 WIB | Sabtu, 22 Februari 2020

Mendengarkan Dia

”Kekuasaan cenderung menyimpang. Kekuasaan mutlak pasti menyimpang” (Lord Acton).
Lily (foto: pixabay,com)

SATUHARAPAN.COM – ”Oleh sebab itu, hai raja-raja, bertindaklah bijaksana, terimalah pengajaran, hai para hakim dunia. Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar” (Mzm. 2:10-11). Demikianlah seruan pemazmur. Apakah yang menarik dari seruan ini?

Pertama, pemazmur hendak mengatakan, sehebat-hebatnya raja, dia bukanlah raja segala raja. Dia tetap makhluk, ciptaan Allah, yang terbatas. Sehingga seorang raja pun perlu dinasihati untuk bertindak bijaksana. Dia tidak boleh bertindak semaunya sendiri.  

Kedua—dan inilah caranya—seorang raja harus mau menerima ajaran. Itu mengandaikan bahwa dia insyaf bahwa dirinya memang ”kurang ajar” dan karena itu harus belajar. Sejatinya inilah situasi dan kondisi setiap orang: ”kurang ajar”. Dan oleh sebab itu, harus mau menerima ajaran supaya dirinya dipenuhi ajar. Kepenuhan ajar akan membuat seseorang menjadi lebih bijaksana.

Kedua hal itu hanya mungkin—ini yang ketiga—ketika raja mau beribadah kepada Allah. Ibadah merupakan bentuk konkret dari sebuah pengakuan bahwa dirinya adalah hamba. Dia memang raja, tetapi raja pun adalah hamba Allah. Layak bagi dia menundukkan diri di hadapan Allah semata.

Mengapa semuanya itu penting bagi seorang raja? Sebab, menurut Lord Acton: ”Kekuasaan cenderung menyimpang. Kekuasaan mutlak pasti menyimpang”. Ketika seorang raja menyimpang, kehancuran kerajaan merupakan keniscayaan. Pada titik ini hidup kudus juga merupakan panggilan seorang raja.

Dan itu jugalah perintah bagi setiap orang percaya pada Minggu Transfigurasi, 23 Februari 2020, ini: ”Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Mat. 17:5). Ya, mendengarkan Dia—Raja segala raja!

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home