Loading...
ANALISIS
Penulis: Stanley R. Rambitan 16:06 WIB | Jumat, 20 Februari 2015

Mengapa Orang Pindah Agama?

Film Rukun Itu Perlu, kerja sama pemuda GKI Klaten dan Pondok Pesantren Sunan Muttaqien, film diluncurkan pada Januari 2014 lalu. (Foto: Dok satuharapan.com/Purnawan Kristanto)

SATUHARAPAN.COM – Kematian Djudjuk Teguh–Srimulat, artis pelawak senior grup Srimulat yang terkenal di Indonesia era 80-an sampai 90-an mendapat perhatian banyak kalangan terutama umat Kristen. Banyak orang yang keheranan setelah menjadi tahu bahwa Djudjuk ternyata seorang Kristen. Padahal selama ini, khalayak ramai, termasuk penulis, mengira artis yang masih kerap muncul walau hanya sebagai bintang tamu di pentas hiburan di televisi nasional era 2000-an ini adalah seorang muslimat. Menurut riwayat hidupnya, Djudjuk pindah ke Kristen setelah sembuh dari sakit. Ketika sakit ia minta didoakan oleh anak-anaknya yang sudah beragama Kristen. Setelah sembuh Djudjuk lalu beralih memeluk agama Kristen, menjadi pengikut Yesus.

Banyak orang terkenal atau kaum selebritis yang menyatakan diri pindah agama baik di dalam maupun luar negeri Indonesia, seperti Muhammad Ali, Mike Tyson dan Cat Steven yang berpindah ke agama Islam. Richard Gere dan Brad Pitt yang diketahui mendalami dan berpindah ke agama Buddha Tibet; Madonna yang saat ini menggandrungi aliran spiritualitas. Di Indonesia, artis atau aktris dan selebritis yang berpindah agama seperti Junaidi Salad, Djudjuk dan Asmirandah. Orang bukan selebritis yang kemudian menjadi terkenal karena pindah agama; di Indonesia misalnya Pdt. Yusuf Roni–dari Islam ke Kristen dan Ustaz Irene Subandono–dari Katolik ke Islam.

Mengapa Pindah Agama?

Banyak orang mempertanyakan keputusan orang-orang tersebut pindah agama. Apa saja alasannya?

Berbagai alasan perpindahan agama dapat disebut di bawah ini. Pertama, pergumulan hidup seperti masalah-masalah, sakit penyakit atau keinginan untuk terwujudnya harapan yang lalu membuat seseorang berjanji atau bernazar untuk berkomitmen pada Tuhan atau agama tertentu. Misalnya dialami oleh Djudjuk, setelah didoakan secara Kristen dan sembuh, dan Konstantinus Agung (272-237 M) yang bernazar akan menjadi Kristen jika menjadi Kaisar. Konstantinus menjadi Kaisar Kristen pertama dan yang melegalkan agama Kristen di Kekaisaran Romawi.

Kedua, orang berpindah ke agama lain karena melihat kehebatan atau kesaktian tokoh-nya, seperti banyak orang yang mengikut Yesus karena mukjizat-Nya; atau ketika Kyai Sadrakh, dalam sejarah gereja di Jawa, menarik banyak orang menjadi Kristen karena kesaktiannya. Ia mampu mengalahkan banyak “jawara” termasuk dukun di kampung-kampung sehingga penduduk tertarik. Ketiga, cuius regio euis religio, penguasa daerah menjadi penguasa agama. Perpindahan agama di sini terjadi karena alasan politik; rakyat mengikuti agama rajanya. Termasuk dalam alasan ini adalah kepindahan agama karena kebutuhan pekerjaan atau peningkatan karier; demi fasilitas. Di sini ada unsur paksaan. Jika tidak, maka nyawa dapat terancam, seperti kasus orang Kristen yang dikuasai kelompok NIIS di Irak dan Suriah; atau pekerjaan dan karier tidak meningkat. Keempat, pengaruh lingkungan sosial dan pendidikan, yaitu ajakan teman dan keluarga, karena pernikahan, serta lingkungan dan pelajaran di sekolah.

Kelima, ada orang yang pindah agama karena mengalami kekecewaan pada umat dan agama sebelumnya. Yang diharapkan tidak terwujud sehingga ia mencari tempat dan agama lain yang dipercayai dapat mewujudkan keinginannya. Keenam, orang pindah agama karena pencarian kebenaran tentang Tuhan dan ajaran agama melalui proses belajar dan perenungan pribadi.

Pindah Agama Adalah Pilihan

“Man is an utility maximizer” adalah sebuah teori di dalam dunia ekonomi yang dilontarkan oleh Tarsicius Sunaryo, seorang ekonom, dalam percakapan ser-san, serius tapi santai. Bahwa manusia melakukan apa pun demi kesenangannya sendiri. Ia akan memilih atau melakukan sesuatu yang menjamin keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan diri atau kelompok-nya. Sekalipun yang dia pilih tampak adalah jalan penderitaan, itu tetap sebagai pilihan yang terbaik dari pilihan-pilihan lain. Tingkat efek buruk bagi keberadaan-kenyamanan diri yang dipilih adalah yang minimal dan itu memiliki “kepuasan” tersendiri; kesenangan yang tidak menyenangkan atau ketidaksenangan yang menyenangkan.

Tidak jarang, pilihan pindah agama juga memiliki efek-efek seperti itu; menyenangkan tapi tidak menyenangkan, atau tidak menyenangkan tapi menyenangkan. Terutama ketika melihat efek-efek lain, baik negatif atau positif dari perpindahan seseorang ke agama lain. Misalnya, efek dalam hubungan dengan keluarga, teman, komunitas tempat bergaul atau bekerja; bagaimana penilaian dan relasi dengan rekan. Efek negatif dapat berupa penolakan dari teman dan keluarga. Namun sebaliknya, efek positif, di komunitas agama yang baru, ia diterima dan diberi berbagai fasilitas, termasuk di-selebriti-kan.

Hidup seseorang, apa yang dilakukan atau akan dilakukan dan ke arah mana menujunya, ditentukan oleh dirinya. Seseorang memiliki kebebasan memilih atau ada kehendak bebas yang dipunyai oleh setiap makhluk hidup, dalam hal ini manusia. Kebebasan memilih adalah bagian integral dari kodrat, harkat dan martabat sebagai manusia. Kebebasan kehendak adalah hak asasi manusia. Dalam kasus Adam dan Hawa, “manusia pertama” kebebasan itu adalah pemberian Allah dan itu menjadi salah satu indikasi keserupaan manusia dengan Allah; manusia sebagai gambar Allah, imago dei.

Bagaimana Bersikap?

Perpindahan agama menunjukkan bahwa iman di agama sebelumnya belum berakar kuat. Perpindahan agama juga dapat menjadi bagian dari pencarian seseorang tentang Tuhan dan kehidupan yang memberikan jaminan pada kebutuhan sosial, rohani, batin dan psikis. Soal agama bukan soal mana yang benar dan tidak benar atau mana yang terbaik dalam diri agama itu sendiri. Tetapi itu menyangkut mana yang dapat membuat seseorang mendapatkan apa yang dibutuhkan atau diinginkannya, yang paling dapat memberikan kenyamanan dalam hidup. Pindah agama adalah pilihan. Itu adalah “jalan kebahagiaan” yang ditempuhnya. Pilihan itulah yang paling membuat dia merasa nyaman, sekalipun itu adalah “jalan penderitaan” sebagai manusia.

Orang lain perlu dan harus menghormati pilihan seorang untuk berpindah agama. Adalah menjadi tugas seorang beragama atau komunitas agamanya untuk membekali diri dengan keyakinan atau kepercayaan yang kuat pada agama yang dianutnya. Di sini, peran tokoh atau pemimpin agama adalah penting dalam memperkuat keimanan umatnya; bukan menyalahkan pihak atau umat agama lain.

Stanley R. Rambitan/Teolog-Pemerhati Agama dan Masyarakat


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home