Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 18:06 WIB | Jumat, 31 Mei 2013

Mengapa Pancasila Terpinggirkan?

Monumen Pancasila Sakti (Foto; istimewa)

SATUHARAPAN.COM - Banyak pihak menengarai, bahwa sejak dominasi kekuasaan Orde Baru (Orba) ditumbangkan dan digantikan oleh kekuatan-kekuatan Reformasi, maka keberadaan dan peran Pancasila semakin terpinggirkan dan terabaikan. Tanda-tandanya yang cukup mencolok, antara lain ialah dicabutnya Ketetapan MPR No. II tahun 1978 tentang P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan dibubarkannya BP-7 (Badan Pelaksana Pembinaan dan Pendidikan P-4).

Demikian juga UU Sisdiknas No. 20/2003 tidak lagi menyebutkan Pancasila sebagai matapelajaran wajib. Selain itu, banyak pejabat negara dan pemerintahan maupun tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi enggan menyebutkan Pancasila, karena takut dianggap tidak reformis dan termasuk golongan Orba.

Mengapa demikian? Menjelang berakhirnya kekuasaan Orba, sebenarnya sudah terdengar berbagai kritik dan kecaman terhadap Pancasila, atau tepatnya bagaimana praktik Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kritik-kritik itu misalnya tentang dijadikannya Pancasila hanya sebagai retorika dan slogan kosong belaka. Bukti-bukti mengenai hal itu misalnya, meski prinsip demokrasi terus disebut-sebut, namun gaya kepemimpinan yang berkembang justru otoriter dan totaliter.

Meski kemakmuran yang merata berdasarkan keadilan sosial digembar-gemborkan, namun kesenjangan sosial-ekonomi semakin melebar dan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) terus merajalela. Meski kemanusiaan yang adil dan beradab tetap didengung-dengungkan, namun berbagai pelanggaran HAM (hak azasi manusia) justru makin meningkat. Dan seterusnya, dan sebagainya. Selain itu, banyak para penguasa yang menyalahgunakan atau memanipulasi Pancasila hanya sebagai “senjata” untuk membungkam dan mengeliminasi orang-orang yang dianggap menjadi lawan-lawan yang membahayakan kedudukan dan kekuasaan mereka.

Gerakan Reformasi merupakan akumulasi dan kulminasi dari berbagai kritik dan ketidakpuasan tersebut, yang khususnya dianggap merupakan akibat dari ulah para penguasa yang serakah dan sewenang-wenang dalam upayanya meningkatkan serta melestarikan kekuasaan mereka. Dalam hal ini, sayangnya, yang dianggap salah dan berdosa sehingga harus dibuang dan disingkirkan itu ternyata tidak hanya para pelakunya, melainkan juga Pancasila sendiri. Padahal yang salah itu sebenarnya para pelakunya, bukannya Pancasila itu.

Kini, setelah reformasi berjalan selama 15 tahun, ternyata masih cukup banyak persoalan-persoalan lama yang tidak / belum dapat dituntaskan penyelesaiannya, kalau tidak bahkan semakin meningkat. Misalnya, praktik-praktik KKN dan penyalahgunaan wewenang di semua tingkat masih terus terjadi. Penegakan hukum yang adil masih tetap sangat lemah, karena tergeser oleh politik uang. Kriminalitas juga terus meningkat secara kuantitatif dan kualitatif.

Kecuali itu, muncul persoalan-persoalan baru yang tak kalah menyeramkannya. Aksi terorisme yang menimbulkan banyak korban jiwa dan materi dari orang-orang yang tak berdosa; konflik-konflik horizontal dan vertikal terasa makin mudah meledak yang umumnya disertai tindak kekerasan dan pengrusakan; munculnya Peraturan-peraturan Daerah yang dinilai tidak sejalan dengan ketentuan dan jiwa UUD 1945; dan sebagainya.

Adalah menarik untuk diperhatikan, bahwa dalam situasi yang seperti itu ada pihak-pihak yang menyatakan bahwa penyebab dari masih “membandelnya” persoalan-persoalan lama dan munculnya persoalan-persoalan baru seperti disebutkan di atas adalah telah dilupakan dan ditinggalkannya Pancasila selama ini. Oleh sebab itu, diserukan agar kita kembali tetap yakin dan bahkan semakin yakin bahwa Pancasila itu tepat dan relevan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita sekarang dan di masa-masa mendatang.

Oleh karenanya, pemahaman dan penghayatannya perlu disegarkan kembali dan direvitalisasi, agar pengamalannya dapat diwujudkan secara benar, kosekuen dan konsisten, tidak seperti yang terjadi pada zaman Orba dulu, demi kesejahteraan seluruh rakyat yang sangat majemuk ini. Dalam hal ini, tentu saja kita jangan mengulangi praktik-praktik yang keliru terhadap Pancasila seperti dilakukan oleh para penguasa Orba. Kita memerlukan orang-orang yang memahami dan mau melaksanakan nilai-nilai Pancasila dengan benar dan konsekuen. Sebab, tidak ada alternatif lain bagi dasar negara kita yang lebih tepat dan lebih baik ketimbang Pancasila.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home