Loading...
INDONESIA
Penulis: Neles Tebay 17:55 WIB | Selasa, 05 Desember 2017

Mengatasi Kelompok Separatis Papua

Oleh Neles Tebay

SATUHARAPAN.COM - Desa Banti dan Kimbely, Kecamatan Tembagapura, Papua, telah berhasil dibebaskan dari pengaruh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB). TNI-POLRI telah mengambil alih ke dua desa tersebut. Sebanyak 345 warga non-Papua dievakuasi dari ke dua desa tersebut pada 17/11 (Antaranews. 17/11). Kemudian, pada 20/11, sebanyak 804 warga asli Papua juga dievakuasi ke Timika. Sedangkan sekitar 200 warga asli Papua memilih tetap tinggal di desa asalnya. Setelah desa Banti dan Kimbely dibebaskan, Pemerintah masih harus menghadapi masalah utamanya yakni Bagaimana mengatasi TPN ?

Pemerintah perlu memikirkan upaya mengatasi kelompok separatis Papua ini. Pertama, TPN  telah menyatakan untuk melanjutkan aksi penembakannya yang sudah dimulai sejak 21/10 hingga PT Freeport Indonesia mengakhiri kegiatan eksploitasinya. Maka kapan saja ada kesempatan TPN akan melakukan penembakan baik terhadap aparat keamanan maupun mobil PT Freeport.  Penembakan terbaru dilakukannya terhadap konvoi kendaraan Trailer milik Freeport, 1/12, di Tembagapura. Hingga kini, tercatat 15 korban luka dan dua tewas akibat penembakan TPN.

Perlu diketahui bahwa TPN adalah sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat. TPN melakukan perlawanan secara militer terhadap Negara Indonesia, yang dipandangnya sebagai penjajah. Perlawanannya dilancarkan dari dalam hutan Papua. TPN bersimbolkan Bendera Bintang Kejora.

Kedua, Sayap politik OPM kini digerakkan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)sebagai wadah koordinasi dan representasi kelompok-kelompok perlawanan Papua. ULMWP terus memantapkan diri dan organisasinya sehingga semakin solid dan terkoordinir rapi dalam aktifitasnya. ULMWP kini dipimpin oleh Benny Wenda yang tinggal di Inggris sebagai ketua dan Octovianus Mote di Amerika Serikat sebagai wakil ketua. ULMWP juga sudah punya kantor pusatnya di Port Villa, Vanuatu. Kantornya diserahkan secara resmi oleh Pemerintah Vanuatu.

Sejak dibentuknya pada Desember 2014, ULMWP sukses mengkampanyekan masalah Papua di berbagai forum regional dan internasional di luar negeri. Masalah Papua kini dibahas di tingkat kepala Negara, seperti  di kawasan Negara-negara Melanesia dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), dan Pacific Island Forum (PIF). Bahkan beberapa kepala Negara sudah mulai mengangkat masalah Papua pada pertemuan PBB di Genewa, Swiss, dan New York, Amerika Serikat.

Sayap militer dan politik OPM ini bekerjasama untuk mencapai tujuan yang satu dan sama yakni pembebasan orang dan tanah Papua dari penjajahan. Ketika TPN terus melancarkan aksi penembakan di dalam negeri seperti di Tembagapura, ULMWP pada saat yang sama melancarkan kegiatan diplomasi dan mengkampanyekan masalah Papua di luar negeri. Dengan ini, masalah Papua mendapatkan perhatian dari banyak pihak, baik di dalam maupunn di luar negeri. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu lebih serius memikirkan cara mengatasi separatism Papua ini.

Solusi

Pihak kepolisian menyebut TPN sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Sebelumnya, pihak TNI pernah menyebut kelompok ini sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Gerakan Pengacau Liar (GPL), dan  Kelompok Separatis Bersenjata (KSB). Kini Wiranto selaku Menkopolhukam memberi nama baru pada kelompok yang sama yakni Kelompok Kriminal Separatisme Bersenjata (KKSB). Tetapi perlu diketahui bahwa pemberian nama baru ini tidak menyentuh, apalagi dan menyelesaikan, substansi masalah yakni adanya separatisme Papua. Apa pun nama yang diberikan kepadanya, TPN tetap melakukan perlawanan terhadap Negara Indonesia.

Dalam upaya untuk mengatasi TPN yang disebut KKB, Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar telah menetapkan 21 orang anggota KKB masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). DPO ini memperjelas siapa yang menjadi target pengejaran aparat keamanan dalam upaya melumpuhkan TPN di Tembagapura. Tetapi semua anggota TPN menyadari bahwa sekalipun namanya tidak dicantumkan dalam DPO, mereka sudah biasa dipandang sebagai musuh Indonesia dan karena itu nyawanya dapat dihabiskan kapan saja. Mereka berpandangan bahwa lebih berharga dibunuh di medan perjuangan dari pada menyerahkan diri.  Oleh sebab itu, DPO ini belum tentu akan mengendorkan semangat perlawanan TPN.

Kapolda juga telah menandatangani maklumat (12/11) yang meminta KKB untuk meletakkan senjata dan menyerahkan diri. Maklumat ini sudah diperbanyak 1500 lembar dan disebarkan melalui udara dengan menggunakan helikopter. Pendekatan yang sama pernah dilakukan seorang Pangdam XVII Cenderawasih di masa lampau. Dia menyebarkan ribuan Alkitab melalui udara dengan menggunakan helikopter di hutan. Dia mengharapkan agar anggota TPN membacanya, bertobat, dan kemudian kembali ke pangkuan Indonesia. Tetapi usaha itu kurang berhasil karena tidak ada anggota TPN yang menyerahkan diri kepada aparat keamanan. Maklumat Kapolda pun belum tentu akan digubris oleh TPN yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat. Mereka belum tentu akan meletakkan senjatanya dengan mudah dan menyerahkan dirinya kepada pihak kepolisian hanya karena membaca maklumat seorang Kapolda.

Menkolpohukam telah menegaskan bahwa Pemerintah tidak berkompromi dengan Kelompok Kriminal Separatisme Bersenjata (KKSB). Pemerintah akan mengejar KKSB hingga tuntas. Maka operasi gabungan akan dilaksanakan sampai tuntas sehingga tidak ada satupun KKSB di seluruh tanah Papua. Di Timika, telah disiapkan empat Satuan Setingkat Kompi (SSK), sekitar 400 personel, yang terdiri dari satu SSK Brimob dan tiga SSK anggota TNI. Mereka siap diterjunkan untuk mengejar dan melumpuhkkan TPN di Tembagapura (Antara, 6/11, 2017). Perlu diketahui bahwa sejak Papua berintegrasi ke dalam NKRI tahun 1963, TNI telah melancarkan minimal 10 kali operasi militer untuk menumpas  kelompok separatis Papua. Tetapi cara ini kurang berhasil karena TPN masih eksis dan terus melakukan perlawanan seperti yang sedang berlangsung di Tembagapura. Maka Pemerintah perlu memikirkan kembali apakah operasi militer, yang sudah terbukti gagal, masih perlu dilakukan lagi dalam mengatasi TPN.

Dialog Konstruktif

Pengalaman selama 54 tahun Papua berada dalam Republik Indonesia memperlihatkan bahwa suatu solusi yang ditetapkan se pihak oleh Pemerintah belum terbukti keberhasilannya dalam mengatasi TPN. Alasannya bukan karena TPN tidak menghendaki solusi apa pun yang ditetapkan Pemerintah, melainkan dan terutama karena TPN merasa tidak dilibatkan dalam proses pembahasan solusi tersebut. Maka, sebenarnya Pemerintah dapat mengatasi TPN dengan melibatkannya dalam proses pembuatan solusi bersama. Oleh sebab itu, adanya suatu solusi bersama yang dibuat oleh kedua belah pihak yang bertikai yakni Pemerintah Indonesia dan TPN merupakan sesuatu yang penting dan mendesak.

Solusi bersama dapat dihasilkan melalui suatu dialog konstruktif. Kita percaya bahwa Pemerintah yang sudah mempunyai pengalaman dalam menyelesaikan konflik secara damai seperti konflik Aceh, Poso, dan Ambon, akan menempuh jalan damai seperti dialog dalam menyelesaikan konflik Papua. Dialog memungkinkan Pemerintah dan TPN bertemu sebagai mitra, bukan sebagai musuh, untuk membahas dan menghasilkan solusi bersama yang dapat menghentikan, sekali untuk selamanya, konflik yang sudah berslangsung selama lebih dari lima dekade ini. Dari Pihak TPN, mereka sudah mengumumkan secara terbuka keinginannya untuk bertemu dengan Pemerintah Indonesia guna membahas proses penyelesaian konflik Papua.

Oleh sebab itu kita mendorong Pemerintah dan TPN-ULMWP bertemu dan memulai dialog untuk menghasilkan solusi bersama. Sekalipun mendesak, dialog tidak perlu dilaksanakan secara tergesa-gesa. Sebuah dialog mesti disiapkan secara seksama. Maka Pemerintah dan TPN-ULMWP secepatnya mengutus wakil-wakilnya untuk secara bersama mempersiapkan dialog yang dapat mengakhiri konflik Papua.

Neles Tebay, pengajar pada STF Fajar Timur di Abepura, Papua.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home