Loading...
BUDAYA
Penulis: Dewasasri M Wardani 14:19 WIB | Selasa, 14 Oktober 2014

Mengenang R Machjar Koesoemadinata, Musikolog Sunda

Diskusi tentang karya Raden Machjar Angga Koesoemadinata dengan pembicara Priadi Dwi Prajito, Atang Ruswita, Prof Dr R Prajatna Koesoemadinata dengan moderator Prof Ganjar Kurnia di Bale Rumawat Unpad Bandung, Jumat (9/10). (Foto: unpad.ac.id)

BANDUNG, SATUHARAPAN.COM - Di tangannya, lahir sistem notasi nada Sunda da-mi-na-ti-la-da. Ia pula yang menciptakan sistem 17 tangga nada, di mana nada dari setiap laras (salendro dan pelog) dalam Sunda dapat dimainkan bersama. Tidak heran jika namanya pada 1950 masuk ke dalam entri Dictionary Music & Musician.

Dialah Raden Machjar Angga Koesoemadinata, seniman, pengajar musik, dan musikolog Sunda. Pada usianya yang baru menginjak 21 tahun, Pak Machjar, sapaan akrabnya, saat itu telah mencipta serat kanayagan (notasi nada Sunda). Melalui temuannya, Pak Machjar dianggap sebagai musikolog pertama di tatar Jawa.

“Pak Machjar-lah yang memperkenalkan notasi da-mi-na-ti-la-da ke para guru di Jawa Barat,” ujar Rektor Unpad, Prof Ganjar Kurnia saat membuka Pidangan Seni Budaya Rumawat Padjadjaran ke-71 “Mi eling R Machjar Angga Koesoemadinata”, Kamis (9/10) di Bale Rumawat Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung.

Machjar yang dilahirkan di Sumedang, 7 Desember 1902, dan meninggal di Bandung, 9 April 1979, dibesarkan di lingkungan akademik dan seni. Perkenalannya dengan musik Barat terjadi ketika dia menjadi murid di sekolah keguruan bersamaan dengan ilmu fisika. Hal inilah yang menjadi titik awal penelitiannya terkait pengukuran interval dan frekuensi suara dalam perangkat gamelan.

Dalam kurun waktu 1916 – 1929, selain mencipta serat kanayagan yang dituangkannya ke dalam buku Elmuning Kawih Sunda dan mengajukan teori laras salendro 10 nada dan pelog 9 nada, ia juga telah menghasilkan sistem tangga nada 17 nada, di mana dalam satu oktaf terdiri atas 17 nada.

Sistem 17 nada itu kemudian diterapkan ke dalam gitar rancangannya yang diberi nama “Erman” dan perangkat Gamelan monumental “Ki Pembayun”. Beberapa karya monumental lainnya adalah Monochord untuk mengukur getaran suara yang kemudian digunakan oleh para ahli musik di luar negeri, serta beberapa lagu ciptaannya.

“Notasi da-mi-na-ti-la-da itu merupakan pertama di Sunda. Kita tidak tahu apakah di Jawa sebelumnya sudah ada atau justru malah mengikuti pada sistem notasi Pak Machjar,” kata Rektor.

Pertemuannya dengan ahli musikologi Belanda, Jaap Kunst, pada 1927, sistem 17 tangga nada itu kemudian dibawa ke Barat untuk digunakan dalam notasi nada Barat. Penemuannya itulah yang menjadi sumbangan terbesar dalam perkembangan musik Sunda.

Selain mengenalkan sosok Machjar dan karyanya, acara itu juga diisi dengan penampilan karya-karya Machjar, serta diskusi dengan pembicara Priadi Dwi Prajito, Atang Ruswita, dan Prof Dr R Prajatna Koesoemadinata dengan moderator Prof Ganjar Kurnia. (unpad.ac.id)

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home