Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 08:03 WIB | Sabtu, 27 Juni 2015

Mengubah Pusat Perhatian

Kesulitan hidup tidak boleh menjadi alasan untuk tidak memerhatikan orang lain.
Asal kujamah jubah-Nya... (foto: istimewa)

SATU HARAPAN.COM – Semasa  hidup Ibu Teresa dari Kolkata berkata, ”Perhatian adalah awal kesucian besar. Bila Saudara belajar untuk memperhatikan kepentingan orang lain, Saudara akan makin menyerupai Kristus. Karena hati-Nya lembut, selalu memikirkan kebutuhan orang lain. Ia berkeliling sambil berbuat baik.”

Sang Guru dari Nazaret itu sedang naik daun. Di mana pun Dia menjadi pusat perhatian. Penulis mencatat: ”Sesudah Yesus menyeberang lagi dengan perahu, orang banyak berbondong-bondong datang lalu mengerumuni Dia” (Mrk. 5:21).

Ya, orang berbondong-bondong, bak laron mengerubungi lampu. Mereka berdesak-desakkan di sekitar Yesus. Mereka ingin dekat dengan Yesus. Motivasinya tentu beragam. Yang pasti Yesus menjadi pusat perhatian. Yesus, sang guru dari Nazaret itu, menjadi pusat.

Namun, keadaan itu tak berlangsung lama. Yesus—yang menjadi pusat perhatian—malah mengarahkan perhatian-Nya kepada Yairus dan perempuan yang sakit pendarahan. Secara tidak langsung, Yesus juga mengajak orang-orang yang berkerumun di sekitar-Nya itu untuk mengubah pusat perhatian mereka.

Anak Yairus dalam kondisi kritis. Keadaan itulah yang membuat dia sengaja menemui Yesus. Di hadapan Yesus, sembari tersungkur, kepala rumah ibadah di Kapernaum itu memohon, ”Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup” (Mrk. 5:23).

Tindakan itu bukan tanpa risiko. Kebanyakan ahli Taurat dan kaum Farisi menentang guru dari Nazaret itu. Namun, tindakan itu memperlihatkan bahwa Yairus menyerahkan dirinya kepada belas kasihan Yesus. Dia pasrah bongkokan. Dan Sang Guru pun pergi ke rumahnya. Bagi Yesus, puteri Yairus merupakan prioritas utama saat itu.

Namun, di tengah perjalanan rombongan itu terpaksa berhenti karena Yesus merasa ada yang ”mencuri” kuasanya. Dan Sang Pencuri itu adalah perempuan yang sakit pendarahan selama dua belas tahun. Perempuan itu tak punya keberanian untuk minta tolong. Dia percaya, hanya dengan menjamah jubah Yesus saja dia akan sembuh.

Hanya saja, anak Yairus ternyata telah mati ketika mereka sampai ke rumah Yairus. Bisa jadi Yairus kecewa. Kalau saja tidak ada interupsi di tengah jalan, tentu anaknya selamat. Dan pada titik itu, sebelum kekecewaannya bertambah besar, Yesus menenangkannya, ”Jangan takut, percaya saja!” Dan anaknya selamat.

Kemungkinan besar, Yairus belajar untuk tidak bersikap egois. Yesus memang peduli dengannya. Tetapi, dia tidak mungkin memonopoli kasih-Nya hanya untuk dirinya sendiri. Kasih setia Tuhan memang untuk setiap orang.

Yairus agaknya juga belajar untuk mengubah perhatian dari diri sendiri kepada orang lain. Kesulitan hidup tidak boleh menjadi alasan untuk tidak memerhatikan orang lain.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home