Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 14:29 WIB | Senin, 11 Desember 2017

Menkes Nila F Moeloek: KLB Difteri, Early Warning

Menkes Nila F Moeloek. (Foto: Dok satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Kesehatan menetapkan 20 provinsi di Indonesia sebagai kejadian luar biasa (KLB) untuk difteri. Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menjelaskan, status KLB itu langsung ditetapkan apabila ditemukan satu kasus difteri.

“Belum merupakan wabah, namun ini peringatan, early warning, untuk melakukan suatu tindakan. Berarti dengan KLB harus ada suatu tindakan lanjutan dengan Outbreak Response Imunnization (ORI),” kata Menteri Nila di SMAN 33 Cengkareng, Jakarta Barat, Senin (11/12/2017).

Kehadiran Menkes bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke SMAN 33, untuk mencanangkan program pelaksanaan ORI difteri yang diikuti pemberian imunisasi di Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Menkes mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran menjaga kesehatan dan pola hidup sehat serta mewajibkan untuk imunisasi. Tidak cara lain untuk mencegah penyebaran difteri kecuali dengan imunisasi. Difteri sangat berbahaya dan menyebabkan kematian apabila tidak tertangani dengan cepat.

“Hak seorang anak untuk hidup sehat, bukan kematian. Difteri bisa dicegah. Vaksin ini preventif. Harus diimunisasi, disuntik umur 2-4 bulan. Diulang karena kelemahan vaksin ini adalah antibodi turun. Lalu diulang usia 18 bulan. Kemudian di sekolah kelas 1,2, dan 5. Vaksin difteri harus diulang,” ia menjelaskan.

Penanganan KLB difteri dengan Outbreak Response Imunnization atau imunisasi serentak difteri dilakukan pada anak usia 1-19 tahun tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. ORI difteri diberikan 3 kali pemberian dengan interval 1-6 bulan.

Difteri adalah penyakit menular mematikan yang menyerang saluran pernapasan bagian atas (tonsil, faring, dan hidung) dan kadang pada selaput lendir dan kulit yang disebabkan oleh bakteri yaitu Corynebacterium diphteriae. Difteri menular dan mematikan. Difteri disebabkan minimnya partisipasi masyarakat untuk imunisasi.

Adapun gejala awal adalah demam tidak tinggi, nafsu makan menurun, lesu, nyeri menelan dan nyeri tenggorokan, sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah , selaput kelabu di tenggorokan atau hidung, leher bengkak.  Imunisasi dapat dilengkapi misal dengan usia kurang 1 tahun 3 kali imunisasi difteri (DPT), usia 1-5 tahun untuk 2 kali imunisasi ulang.  Selanjutnya imunisasi ulang lewat program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), dan imunisasi selanjutnya diulang per 10 bulan. 

Menkes memastikan untuk imunisasi gratis. Dia meminta peran aktif kepala daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, untuk sosialiasi pentingnya imunisasi.

“Kami meminta peran serta para pemimpin, pihak sekolah, madrasah, pondok pesantren. Kami menginginkan perilaku hidup bersih dan sehat. Penyakit difteri ini terkait dengan lingkungan,” ujarnya. (rri.co.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home