Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 14:33 WIB | Minggu, 04 Oktober 2015

Menteri Agraria: Kasus Lumajang Tidak Cukup Pidana

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan dan Kemanusiaan menggelar aksi unjuk rasa terkait kasus pembunuhan petani Lumajang Salim 'Kancil' di Bundaran Sekartaji, Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (2/10). Mahasiswa menuntut pihak kepolisian mengusut tuntas kasus perusakan lingkungan di Lumajang dan menangkap seluruh aktor intelektual ataupun dalang di balik pembunuhan Salim. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Ferry Mursyidan Baldan menyatakan kasus penganiayaan yang menewaskan aktivis antitambang pasir pantai di Lumajang Salim dan melukai Tosan tidak cukup diselesaikan secara hukum.

"Saat kita lihat kejadian di sana (Lumajang) tidak cukup tindak pidana pembunuhannya," kata Ferry saat meninjau acara pelayanan pertanahan saat "Car Free Day" di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, hari Minggu (4/10).

Ferry mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN RI lebih memperhatikan hal yang mendasar untuk menindaklanjuti kasus di Lumajang, Jawa Timur, itu.

Mantan anggota Komisi II DPR RI itu menegaskan persoalan mendasar yang harus dilakukan untuk menyelesaikan kasus di Lumajang, yakni membekukan seluruh izin pertambangan.

"Tidak boleh ada operasi, bahkan kalau terbukti ada kaitannya langsung, itu akan dicabut," tegas Ferry.

Ferry menegaskan kasus pembunuhan terhadap penggiat antipertambangan di Lumajang itu menjadi pelajaran bagi daerah lain di Indonesia.

Ia menegaskan bahwa daerah pertambangan harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah sekitar.

"Pengusaha mendapat untung, masyarakat memperoleh lapangan kerja," tutur Ferry.

Menurut Ferry, pemerintah tidak boleh membiarkan muncul ancaman terhadap masyarakat dengan adanya penambangan pasir tersebut sehingga jalan keluar harus tutup operasional tambang pasir ilegal.

Ferry menambahkan bahwa pemerintah pusat dapat "intervensi" pemerintah daerah untuk mereview izin pertambangan.

Sebelumnya, sejumlah orang yang propertambangan pasir di pesisir Pantai Watu Pecak Lumajang, Jawa Timur, menculik dan menganiaya penggiat penolak pertambangan Salim dan Tosan di lokasi yang berbeda pada hari Sabtu (26/9).

Akibat tindakan anarkis itu, Salim tewas di tempat kejadian, sedangkan Tosan mengalami luka berat.

Saat ini, Polda Jawa Timur telah menetapkan 23 orang tersangka, termasuk otak pelaku Kepala Desa Selok Awar-Awar, Hariyono.

Kades Tersangka Sudah Berhenti Sementara

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Kepala Desa Hariyono telah berhenti sementara dari jabatannya.

"Saat ini dia kan tersangka, jadi sementara berhenti. Tapi ada penggantinya Sekdes," jelas Tjahjo Kumolo di Jakarta, hari Jumat (2/10).

Tjahjo mengatakan pihaknya menyerahkan penyidikan kasus pembunuhan Salim Kancil kepada pihak kepolisian. Selama belum ada putusan terhadap tersangka Kepala Desa Hariyono, pemerintah mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap yang bersangkutan.

"Kalau ada putusan baru kami beri sanksi," terang Tjahjo.

Sementara itu berkaitan kabar adanya alat setrum listrik di kantor Kepala Desa Hariyono yang diduga digunakan untuk menyakiti Salim Kancil, Tjahjo menyerahkan pengungkapan itu kepada pihak berwenang.

Kasus penganiayaan dan pembunuhan Salim Kancil menjadi perhatian sejumlah kalangan beberapa hari terakhir. Mulai dari Presiden, anggota dewan, hingga masyarakat, seluruhnya meminta polisi mengungkap siapa dalang dan apa motif pembunuhan Salim Kancil hingga tuntas. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home