Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 19:53 WIB | Sabtu, 30 April 2016

Menyikapi LGBT Keluarga Kristen Diminta Tidak Menghakimi

Talkshow Keluarga Kristen Menyikapi LGBT, hari Sabtu (30/4), di Gereja Bethel Indonesia Kamboja, Depok (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Keluarga Kristen, sebagai bagian dari masyarakat, harus bijaksana dalam menyikapi Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT). Hal itu yang coba didalami dalam Talkshow Keluarga Kristen Menyikapi LGBT, hari Sabtu (30/4), di Gereja Bethel Indonesia Kamboja, Depok.

Talkshow tersebut menghadirkan tiga narasumber, diantaranya Pendeta Stephen Suleeman yang sekaligus merupakan dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, Roziana W Wiguna, Konsultan Psikologi, dan Pendeta Alexius Letiora yang sekaligus merupakan Ketua PGIS Depok.

Dalam kesempatan itu, Stephen menerangkan bagian Alkitab yang berbicara tentang hubungan sejenis.

“Ada tujuh hingga delapan bagian Alkitab yang berbicara tentang hubungan sejenis. Misalnya, pada Kejadian 19; Imamat 18:22 dan 20:13, Roma 1:26-28, 1 Korintus 6:9-10, Yudas 1:5-8, dan lain-lain,” katanya.

Teks-teks ini berbicara mengenai hubungan seksual sejenis dalam konteks tertentu.

Dicontohkan olehnya, Sodom dan Gomora membahas hubungan seksual sejenis dalam konteks kekerasan dan penaklukan. Dalam perikop Imamat, Roma, dan 1 Korintus berbicara soal hubungan seksual sejenis dalam konteks penyembahan berhala di kuil-kuil. Yudas, menyinggung masalah Sodom dalam cara yang tidak dikenal oleh Perjanjian Lama (Yeremia 23:14 dan Yehezkiel 16:48-50). Namun, apa yang digambarkan dalam bagian-bagian Alkitab itu tidak seperti yang kita temukan di masa kini.

“LGBT yang kita kenal sekarang tampaknya sangat berbeda dengan apa yang ditemukan dalam Alkitab,” ujar Stephen.

Stephen memberikan contoh pada bulan September 2014, Vivian Boyack dan Alice “Nonie” Dubes menikah setelah 72 tahun hidup bersama, ketika negara bagian Iowa akhirnya mengesahkan pernikahan sejenis. Pada tahun 2015, Jack Evans dan George Harris menikah setelah 54 tahun hidup bersama ketika Texas mengakui pernikahan sejenis.

“LGBT bukan sekadar masalah hubungan seksual, tetapi ketertarikan, komitmen, dan identitas,” tutur Stephen.

Menurutnya, tidak semua LGBT punya komitmen untuk tinggal dalam pernikahan, begitu juga dengan pasangan heteroseksual. 

Apa yang ditemukan dalam kehidupan para pasangan LGBT,  seperti sebuah tamparan kepada pasangan-pasangan heteroseksual yang tidak bisa bertahan lama dalam komitmen hubungan mereka.

Komitmen yang diperlihatkan oleh kaum LGBT di atas mirip dengan apa yang dikatakan Rut kepada Naomi: “...sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allah mu lah Allahku; di mana engkau mati, aku pun mati di sana dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku…. Jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!"

“Ini mengingatkan kita kepada 1 Korintus 13:13: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” Kini yang menjadi tantangan kita bukanlah apa yang dikatakan Alkitab, melainkan apa artinya bila Alkitab berkata demikian?” ujar Stephen.

Dengan demikian, dikatakan oleh Stephen, “Sebagai anggota dari keluarga Kristen harus lebih berhati-hati dalam menyikapi LGBT dengan tidak jatuh di dalam sikap yang menghakimi sesama.”

“Seperti yang dikatakan oleh Uskup Agung Desmond Tutu, yaitu dalam situasi ketidakadilan, sikap netral kita justru menunjukkan kita bersikap kepada si penindas,” ia menambahkan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home