Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 13:30 WIB | Kamis, 23 Februari 2017

Milad, Wapres: Istiqlal Bentuk Nyata Toleransi

Wapres Jusuf Kalla menyampaikan sambutan pada Milad Istiqlal ke-39 tahun 2017. (Foto: kemenag.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Masjid Istiqlal merupakan simbol toleransi, karena arsiteknya adalah orang Kristen, Friederich Silaban. Kalla mengatakan toleransi tersebut terwujud dalam masjid yang bersanding dengan Katedral (di sebelahnya), selain itu masjid didesain seorang Kristen Protestan.

"Jadi kita harus terima kenyataan ini, bahwa bangsa ini adalah bangsa yang plural satu sama lain. Itu bentuk toleransi, dan toleran berarti semua pihak harus toleran, tidak hanya satu saja, menghargai satu sama lain. Itulah misi mengapa Istiqlal ini dibangun di sini, bukan di sekitar kawasan Tanah Abang,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat menghadiri Milad ke-39 Masjid Istiqlal, di Jakarta, Rabu (22/2).

Wapres mengatakan Istiqlal merupakan buah visi visioner presiden Indonesia yang pertama, Ir Soekarno, Bung Karno. “Dari sisi kebangsaan, mengapa masjid ini dinamakan Istiqlal atau kemerdekaan. Dari namanya saja melambangkan banyak hal," kata Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla mengatakan masjid tersebut bukan cagar budaya, karena cagar budaya identik dengan masa lalu, tapi masjid tersebut akan selalu ada untuk masa depan. Jusuf Kalla mengapresiasi kontribusi dan peran relawan dalam aksi membersihkan menara masjid juga kisi-kisi selasar masjid, yang berasal dari kelompok organisasi pencinta alam dan unsur masyarakat lain berlatar keyakinan yang berbeda.

Jusuf Kalla mengatakan Masjid Istiqlal memiliki sejarah panjang. Sejak tahun 1950, Menteri Agama saat itu, KH Wahid Hasyim, sudah mengungkapkan ide membangun masjid di Jakarta, apalagi zaman itu di kawasan Menteng dan sekitarnya belum ada masjid, justru ada gereja. Dahulu di daerah itu tidak banyak umat Islam tinggal di kawasan tersebut.

Jusuf Kalla mengatakan, saat berdiskusi menentukan lokasi masjid itu, wakil presiden Indonesia saat itu, Mohammad Hatta mengusulkan lokasinya di Jalan Thamrin, tepatnya di Hotel Indonesia saat ini. Alasannya sederhana, karena di Tanah Abang dan sekitar daerah tersebut, banyak dihuni umat Islam. Sementara di lokasi masjid saat ini, dahulu merupakan Pecinan dan sudah ada gereja.

"Tapi Presiden Soekarno memiliki filosofi berbeda. Bahwa di sini kita dirikan masjid, bersanding dengan gereja Katedral untuk mencerminkan bahwa, bangsa ini didirikan dan berdiri bersama-sama," kata Wapres.

Menurut Jusuf Kalla, masjid selain posisinya sebagai tempat ibadah dan dakwah, juga memiliki fungsi untuk kesejahteraan masyarakat, pendidikan, dan masjid juga tidak hanya tempat berkumpul, juga tempat berbudaya.

Masjid Sebagai Pusat Kajian Ilmu Keislaman

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap Masjid Istiqlal menjadi pusat kajian ilmu-ilmu keislaman di Indonesia seperti Masjid Al-Azhar Mesir.  

Lukman mengatakan pengajian kitab kuning yang selama ini dilaksanakan rutin di Masjid Istiqlal bisa menjadi cikal bakal pusat kajian keislaman yang kuat.  

Selain menjadi pusat ilmu keislaman, Menag berharap Masjid Istiqlal dapat memelopori pelatihan khatib atau dai secara lebih baik dan terprogram. Dia menegaskan, aspirasi masyarakat tentang perlunya standardisasi khatib atau dai perlu dijawab Istiqlal dengan mendirikan pusat pelatihan khatib atau dai yang representatif.

Lukman mengapresiasi keterlibatan umat berbagai agama dalam bersih-bersih masjid pekan lalu. Menurut Lukman Masjid Istiqlal juga berperan sebagai pusat kerukunan. "Istiqlal bukan saja simbol kerukunan umat beragama, tapi wadah toleransi umat beragam agama untuk hidup rukun dan berdampingan. Letak Istiqlal yang berdampingan dengan Katedral menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia bisa hidup berdampingan dengan umat lain," kata Lukman.

Lebih dari itu, di usianya yang ke-39 ini, Istiqlal juga harus hadir sebagai pusat kebudayaan Islam. Menag mencontohkan Taman Ismail Marzuki (TIM), Salihara, atau Bentang Budaya yang menjadi oase di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota metropolitan Jakarta. Hal yang sama, harusnya Istiqlal dapat menawarkan sentuhan budaya Islam yang sesuai lingkungan kota.

Milad ke-39 Masjid Istiqlal

Milad ke-39 Istiqlal diisi dengan berbagai kegiatan. Bersih-bersih masjid yang dimotori kelompok pencinta alam dari berbagai latar belakang agama telah dilaksanakan sejak 10-21 Februari 2017.

Milad tersebut Istiqlal juga diisi dengan pameran kebudayaan, seni kaligrafi, dan dokumentasi sejarah Istiqlal yang berlangsung dari 22-27 Februari.

Pameran tersebut melibatkan seluruh unit pada Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud, mulai dari Direktorat Sejarah, Direktorat Kesenian, Direktorat Pelestarian Budaya dan Kemuseuman, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Kepercayaan dan Tradisi, Museum Nasional, serta Galeri Nasional.

Seremonial Milad Itiqlal ditutup pada tanggal 27 Februari 2017 dengan penyelenggaraan forum diskusi dalam menggali kembali nilai-nilai kebhinekaan dan kebangsaan, presentasi sejarah Masjid Istiqlal, serta pertunjukan musik dan qasidah.

Milad Istiqlal ini kali mengangkat tema 'Istiqlal, Keislaman, dan Keindonesiaan'. Tema ini dinilai relevan dengan kondisi sekarang untuk menyegarkan kembali ingatan bangsa tentang pentingnya merawat cita-cita kemerdekaan dalam semangat kebhinekaan. Sesuai namanya, selain menjadi simbol kemerdekaan, Masjid Istiqlal juga menjadi simbol Islam moderat dan sekaligas ruang pencerahan umat. (kemenag.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home