Loading...
BUDAYA
Penulis: Putu Ayu Bertyna Lova 19:06 WIB | Senin, 01 April 2013

Misbach Yusa Biran, Sang Arsip Yang Tak Terlupakan

Misbach Yusa Biran, Sang Arsip Yang Tak Terlupakan
Anak Sabiran, di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip), pemutaran perdana 29/3
Misbach Yusa Biran, Sang Arsip Yang Tak Terlupakan

[JAKARTA] - Misbach Yusa Biran, sosok yang terdengar asing bagi orang awam kebanyakan. Namun  bagi orang–orang yang mengenalnya, ia  jelas punya tempat istimewa.  Terlebih bila menengok pada perjuangan dan dedikasinya untuk menjaga keutuhan, sejarah dan dokumentasi perfilman Indonesia. Sosok tak terlupakan yang mendongkrak semangat generasi muda untuk meneruskan cita-cita dan perjuangannya.

Format film dokumenter mungkin tidak terlalu familiar dengan mata penonton. Apalagi format yang dipilih oleh Sutradara sekaligus Penulis cerita, Hafiz Rancajale. Karya Hafiz diantaranya, The Valley of the Dog Songs (2005), The Carriage (2008), Alam: Syuhada (2005), BE RTDM (2006), Bertemu Jen (2008). Untuk karyanya kali ini Hafiz bekerjasama dengan Pendiri Saidjah Forum Rangkasbitung, Fuad Fauzi, Periset di Institut Kesenian Jakarta, Mahardika Yudha, Kameramen Saiful Anwar (Paul), dan tokoh sentral sekaligus orang yang menyebabkan mereka berani membuat film ini Misbach Yusa Biran, Pendiri dan Penggagas Sinematek. Film berbentuk flash back dokumenter tanpa perekayasaan adegan, hanya merekam gambar dan pembicaraan yang real terjadi tanpa cut, yang mengajak kita hanyut didalamnya, pada canda tawa dan pemikiran seorang Misbach.

Film ini menceritakan tentang sosok seorang Misbach pada masa anak-anak, remaja dan dewasa. Tentang polah tingkah dan pemikirannya yang berbeda dari anak-anak dan remaja seusianya waktu itu. Didikan dan penanaman pemikiran orangtua, lingkungan tumbuh kembang, pendidikan formal yang diterima dan pertemuan-pertemuan dengan kawan-kawan yang sepemikiran, membentuk karakter seorang Misbach yang selalu mempertanyakan banyak hal dan kemauan untuk berbuat sesuatu bagi negaranya.

Film ini mengambil adegan-adegan penuturan langsung dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Misbach. Terkadang ditampilkan juga adegan kesehariannya, seperti ketika ia mengikuti pengobatan alternatif menggunakan metode strum listrik, ataupun ketika ia lebih memilih makan ketoprak padahal tamunya yang lain makan nasi padang. Selain itu juga menghadirkan kisah dan tanggapan dari beberapa tokoh yang mengenal dekat seorang Misbach atau pernah terlibat langsung dalam suatu proyek dengannya. Namun kisah pertemuan dan perkenalannya dengan sang istri, Nani Wijaya, pemain fim dan sinetron terkenal di Indonesia, yang paling menyita perhatian penonton. Kerena bumbu-bumbu romantisme tergambar lewat penuturan Misbach tentang sang istri, maupun kekaguman sang istri pada sosok Misbach sendiri.

Untuk lokasi syuting sengaja dipilih berpindah-pindah mengikuti aktifitas Misbach. Maka terkadang proses syuting dilakukan di rumahnya dikawasan Sentul, di kantornya Sinematek, di rumah sakit, atau ditempat ia menjalani terapi. Dengan pakaian sederhana dan tuturan hangat yang keluar dari mulutnya, yang seringkali memancing tawa penonton, seorang Misbach bercerita bagaimana ia menjalani hidup, bagaimana ia memandang pemerintahan, bagaimana ia menghadapi situasi negara yang sering dilanda pemberontakan, bagaimana ia memandang teman-temannya, dan dasar pemikirannya mengapa ia mendirikan Sinematek.

Proses

Menurut penuturan sang sutradara,  proses perekaman dengan Misbach berjalan lancar dan nyaman. Namun Tuhan berkehendak lain, sebelum ia menuntaskan proses rekaman, Misbach telah terlebih dahulu dipanggil Tuhan. Maka proses ini sempat terhenti dan didiamkan berbulan-bulan. Lalu ia dan teamnya memutuskan mengubah format cerita, sambil sesekali memasukkan potongan-potongan film yang menjadi karya seorang Misbach. Film-film karya Misbach diantaranya Bintang Ketjil (1963), Matjan Kemayoran (1965), Dibalik Tjahaja Gemerlepan (1966), Operasi X (1968). Selain itu tanggapan dari orang-orang terkasih, terutama dari sang istri, semakin membuat fim ini menjadi menarik.

Film ini mengangkat cerita dedikasi seorang Misbach Yusa Biran yang merupakan salah satu dari perintis dunia perfilman Indonesia. Ia yang pada awalnya berkecimpung sebagai seorang sutradara film, dan meraih sukses karena banyak pihak yang menginginkan agar ia terlibat dalam film mereka, baik sebagai sutradara ataupun penulis skenario, memutuskan berhenti dari karirnya, pada saat ia berada di puncak karir. Ia lebih memilih untuk berkecimpung dan menekuni dunia pengarsipan film Indonesia, dengan jalan mendirikan Sinematek Indonesia.

Sinematek adalah lembaga ilmiah yang bergerak dalam kegiatan pengarsipan film, dengan cara dokumentasi, perpustakaan, dan penelitian. Bentuknya dapat berupa rekaman film, katalog, foto-foto artis dan adegan, poster, dll. Sinematek Indonesia tidak hanya sekadar mengarsipkan film Indonesia bermutu seperti yang dilakukan badan pengarsipan dunia lainnya, tapi juga film buruk yang penting bagi studi dan penelitian, misalnya karena film ini laku dipasaran. Ini dilakukan untuk mengetahui selera pasar. Sedangkan film asing yang diarsipkan dalam Sinematek hanya terbatas pada film yang merupakan tonggak prestasi atau memang dibutuhkan perfilman Indonesia sebagai bahan studi. Untuk mendukung kegiatan ini, maka Sinematek juga perlu untuk bekerjasama dengan badan film negara lain, yang membutuhkan biaya besar.

Menurut Misbach dokumentasi terhadap film Indonesia sangat penting dilakukan. Karena film bukan hannya sekadar gambar tanpa makna. Melainkan sebuah catatan sejarah dan media penyampai pesan yang paling efektif. Sebuah film dapat menggambarkan keadaan yang tengah terjadi di masyarakat waktu film itu dibuat, lewat cerita yang diangkat dan setting yang dipilih. Film juga menjadi media paling efektif untuk menyampaikan sebuah pesan kepada masyarakat. Karena penokohan dan jalan cerita sebuah film akan terekam sangat kuat di benak penonton. Maka diharapkan, generasi muda dapat melanjutkan cita-cita Misbach tentang Sinematek. Dan menjadikan Sinematek sebagai tempat untuk belajar menghasilkan karya-karya bermutu yang dapat memberikan masukan bermutu bagi perfiman Indonesia dan bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

 

Judul Film                                  :               Anak Sabiran, di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip)

Sutradara dan penulis cerita      :               Hafiz Rancajale

Kolaborasi                                  :               Hafiz Rancajale, Fuad Fauzi, Mahardika Yudha, Saiful Anwar dan

                                                                Misbach Yusa Biran

Menghadirkan                            :               Misbach Yusa Biran, Nani Wijaya, Darwis Suharman Gani, Seno

                                                                Gumira  Ajidarma, Riri Riza, JB Kristanto, Mahardika Yudha,

                Hafiz Rancajale, Fuad Fauzi, Hartono, Karyawan Sinematek Indonesia

 

Produksi                                    :               Forum Lenteng, Jakarta

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home