Loading...
SMASH AYUB
Penulis: Ayub Yahya 11:16 WIB | Rabu, 06 Februari 2019

Murtad

Fire and Water (foto: pixabay)

SATUHARAPAN.COM- Murtad secara harafiah artinya keluar atau berbalik. Dalam ketentaraan sejajar dengan disertir. Dan kalau anak sekolah (mungkin) sama dengan “madol” atau “mabal” (dari rumah berangkat sekolah, tapi malah parkir di warnet)

Orang kerap mengartikan kata murtad ini secara subjektif, yaitu keluar dari agama Anu dan masuk ke agama Ana. Subjektifnya, karena kemudian dari sudut pandang agama Anu disebut murtad, tapi dari sudut pandang agama Ana dibilang bertobat atau mendapat hidayah 

Padahal per definisi kata ini bisa dimaknai secara objektif, dan akan lebih produktif, yaitu keluar atau berbalik dari nilai-nilai agama yang dianutnya. Maka sekalipun seseorang itu (secara tertulis) beragama Anu, tapi karena tindakan dan kelakuannya bertolak belakang dari ajaran agamanya, itulah murtad.

Jadi, misalnya, kalau agamanya mengajarkan kasih, tapi ia justru menyebar kebencian dan kedengkian, itu murtad. Kalau agamanya mengajarkan kebaikan dan kedamaian, tapi ia malah petantang-petenteng; mengancam, menggeruduk, meneror orang lain, itu murtad. Agamanya melarang korupsi, ia malah korupsi (berjamaah pula), itu murtad. Memanipulasi agama, menyalahgunakan ayat-ayat Kitab Suci, membodohi umat dengan surga dan neraka, demi keuntungan pribadi atau demi kepentingan politik tertentu, itu murtad. Meskipun ia tetap beragama Anu.

Lalu bagaimana dengan orang yang pindah agama (demi jabatan, demi karier politik lebih mulus, demi popularitas, atau juga demi jodoh), dan setelah pindah agama kelakukannya tambah “kacau”; menebar kebohongan (misalnya, ngaku-ngaku dulunya ahli atau keturunan tokoh agama Anu), menabur kebencian dengan menjelek-jelekkan agama lamanya? Provokasi sana provokasi sini. Itu namanya murtad dua kali.

Editor: Tjhia Yen Nie


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home