Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 02:05 WIB | Senin, 30 Mei 2016

Nasirun Gelar Pameran Tunggal

Nasirun Gelar Pameran Tunggal
Pembukaan pameran tunggal RUN: Embracing Diversity karya perupa Nasirun di pelataran Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Minggu (29/5). (dari kiri ke kanan): Nasirun, Agung Tobing, Oei Hong Djien. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Nasirun Gelar Pameran Tunggal
Suasana pembukaan pameran tunggal RUN: Embracing Diversity.
Nasirun Gelar Pameran Tunggal
Lukisan-ukiran meja kayu karya Nasirun. Dimensi tebal 20 cm, lebar 200 cm, panjang 450 cm. Jati solid.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sportorium Univ. Muhammadiyah Yogyakarta Minggu (29/5) malam menjadi saksi penyelenggaraan pameran tunggal seni rupa terbesar yang pernah ada. Lebih dari 200-an karya seni rupa dua dimensi maupun tiga dimensi dari berbagai medium yang merupakan karya perupa Nasirun dipamerkan secara tunggal.

Dalam perbincangan dengan satuharapan.com hari Sabtu (28/5) di sela-sela persiapan pameran Agung Tobing pemilik seluruh karya Nasirun yang dipamerkan menilai bahwa setelah maestro Affandi, hingga kini belum muncul maestro-maestro lagi. Dengan karya Nasirun yang tidak terikat pada satu media, konsisten dengan ide-idenya, menyukai tantangan dalam berkarya, Agung Tobing menilai sudah saatnya Nasirun berlari "menuju" maestro berikutnya, tidak hanya sebatas dalam sebentuk pengakuan, namun atas pencapaian karya besarnya.

"Dari pertama kenal Nasirun (dua puluh tahunan lalu), saya melihat pribadi yang sederhana, bersahaja, dan jujur. Tidak banyak berubah. Setalah menjadi Nasirun yang sekarang ini, tetap saja (saya melihat sebagai pribadi yang) rendah hati. Lebih dari itu, persahabatan-persaudaraan yang terjalin saling menghargai. Dan tentu saja, saling mempercayai," kata Agung, itulah kenapa relasi yang terbangun tidak semata-mata hubungan kerja bisa bertahan hingga saat ini.

Sebagai cum-collector yang membiayai pameran tunggal bertajuk RUN, Embacing Diversity Agung menjelaskan bahwa pameran tersebut dimaksudkan untuk memperkenalkan kembali karya seniman-perupa kepada masyarakat luas.

"Yogyakarta memiliki apresiasi yang bagus terhadap karya seni rupa meskipun dari sisi pasar tidak terlalu mendukung. Itulah mengapa dalam dua tahun terakhir ini saya sengaja membuat pameran seni rupa (di Yogyakarta) dilanjutkan di kota-kota lain semisal Jakarta dan Bali," jelas Agung. Dengan pameran tersebut diharapkan pasar yang kuat dan luas di luar Yogyakarta bahkan luar negeri bisa terbangun dan tertarik pada karya seni rupa perupa-perupa tanah air.

"Karya yang dipamerkan tidak dijual. Ini untuk klangenan saya kalau pas ke Yogyakarta," kata Agung Tobing. Lebih lanjut Agung menjelaskan bahwa adanya pameran yang digelar berdampak pada permintaan pasar atas karya seni rupa seniman-perupa tanah air. Agung memberikan contoh bahwa saat ini lebih dari 20-an orang dari manca negara meminta untuk dibuatkan lukisan pada mobilnya. Karya Faizal bertajuk Revival yang pernah dipamerkan di Taman Budaya Yogyakarta beberapa waktu lalu dengan dukungannya, saat ini diminta untuk mengisi pameran di beberapa kota salah satunya di Jakarta.

Pada bulan Juli-Agustus 2016, Agung Tobing berencana memamerkan karya perupa Operasi Rachman Muchamad, dan Bayu Wardhana di Taman Budaya Yogyakarta.

RUN: Embracing Diversity, menakar perjalanan sebuah persahabatan

Suwarno Wisetrotomo selaku kurator pameran tunggal RUN: Embracing Diversity dalam sambutan acara pembukaan yang mempersiapkan pameran selama dua tahun menjelaskan bahwa tema yang diangkat merupakan gambaran atau peragaan persahabatan yang terjalin antara Nasirun sebagai perupa dengan Agung Tobing.

Suwarno menjelaskan bahwa seni mampu menjadi perekat dalam berbagai aspek kehidupan, begitupun persahabatan yang terjalin antara Nasirun-Agung Tobing. Dan menjadi menarik lagi ketika Nasirun lah yang menjadi perekat (hubungan) itu sendiri.

Dengan karakter Nasirun yang selalu ingin "menaklukkan" ide-karya dalam semua medium, pertemuan kedua pribadi dalam sebuah sinergi menghasilkan terobosan atas karya-karya besar seni rupa dalam berbagai teknik-media.

Dalam orasi budaya yang disampaikan seniman teater Landung Simatupang, Landung menceritakan perjalanan Nasirun kecil yang baru lulus SMP datang ke Yogyakarta dengan ditemani temannya Slamet Riyadi. Niatnya hanya satu: melanjutkan sekolah menggambar-melukis dengan tanpa dibekali tujuan alamat yang pasti.

Dengan uang sebanyak Rp. 70.000,00 hasil penjualan pintu rumah berikut gawangannya, Nasirun berangkat ke Yogyakarta dengan berbekal doa restu ibunya. "Inyong mung bisa nyangoni Bismillah (Ibu hanya bisa memberi bekal Bismillah)," kata ibunya.

Berangkat dari Doplang-Adipala Kab. Cilacap dengan naik kereta api, sesampai di sekitar stasiun Tugu, Nasirun dan Slamet Riyadi ditemukan oleh seorang penjual kerupuk keliling. Di rumah penjual kerupuk itulah mereka ditampung hingga menemukan alamat sekolah yang dimaksudkan, yaitu Sekolah Menengah Seni Rupa di daerah Kuningan, Karangmalang. Inilah pintu masuk bagi jalan panjang Nasirun selanjutnya.

Landung memberikan gambaran bagaimana Yogyakarta memberikan jasa yang besar bagi Nasirun dalam perjalanan perantauannya berseni rupa. Perjalanan yang berliku yang membentuk pribadi Nasirun yang tetap sederhana-bersahaja meskipun dengan ide besar yang ditawarkan. Dalam pertanyaan terbalik, Landung melontarkan sebuah pernyataan-pertanyaan kritis betapa besar jasa para seniman-perupa pendatang mulai dari Affandi hingga saat ini bagi perkembangan Yogyakarta?

Kolektor benda seni Oei Hong Djien yang didapuk membuka pameran tunggal Nasirun RUN: Embracing Diversity dalam sambutannya mengatakan bahwa pameran tunggal ini merupakan pencapaian yang luar biasa baik dalam jumlah, jenis, maupun kualitas.

"Dari pameran yang pernah saya hadiri (di berbagai negara), belum pernah ada pameran (tunggal) yang sebesar ini (dalam menampilkan karya)," kata Hong Djien.

Pameran tunggal RUN: Embracing Diversity yang dibuka untuk umum setiap harinya akan berlangsung dari 29 Mei hingga 2 Juni 2016 dengan menampilkan karya kriya kayu, lukisan di mobil, ukiran-lukisan meja-kursi kayu besar, gerobak sapi, patung kuda, lukisan dalam perahu sampan/kano, instalasi pagupon membentuk candi, serta lukisan kanvas berukuran besar yang memenuhi ruangan dan pelataran Sportorium UMY.

Melihat sinergi Nasirun dan Agung Tobing dalam merajut relasi, seolah kita sedang menyaksikan bahwa berkesenian adalah tentang saling menghidupi, menghargai, dan menjaganya dalam dialektika berbagai arah.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home