Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 14:56 WIB | Selasa, 30 September 2014

NIIS Menyiksa dan Mencuci Otak Anak-anak yang Ditahan

Mereka dipaksa menyaksikan pemancungan; Anak-anak dicuci otaknya dengan ideologi ekstremis; Dipaksa berperang dalam operasi bunuh diri
Anak Suriah menjadi korban dari perang saudara selama tiga tahun lebih, termasuk mendapatkan penyiksaan oleh jihadis NIIS. (Foto: un.org)

DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM -  Kelompok yang menamakan diri sebagai  Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) menyiksa anak-anak yang mereka tahan dan memaksa mereka untuk memanggul senjata  dan bertempur.

Kantor berita resmi Suriah, SANA, baru-baru ini mengungkapkan bahwa para jihadis NIIS itu melanggar hak yang paling dasar dari hak asasi manusia. Mereka memaksan anak-anak bertempur, menyaksikan pemancungan dan mutilasi, serta mencuci otak mereka dengan meracuni pandangan ekstremis.

Dilaporkan seorang anak yang berhasil melarikan diri dari tahanan jihadis NIIS adalah Mohammad yang berasal dari desa Ein al-Arab di utara Aleppo. Dia selamat dari teror  organisasi teroris NIIS  yang menculik dia bersama anak-anak lain dari kota itu pada 29 Mei lalu. Dan dia menceritakan kisah bagaimana dia lolos dari kekejaman NIIS.

Mohammad dan anak-anak lain dari siswa kelas sembilan baru saja selesai mengikuti ujian, dan  mereka dalam perjalanan pulang ke  kampung halaman mereka pada siang hari pada tanggal tersebut. Mereka menumpang konvoi bus. Dalam perjalanan pengawal konvoi memutuskan untuk berhenti di tengah malam, sehingga anak-anak bisa tidur dan kemudian melanjutkan perjalanan pada pagi hari.

Ditahan dan Disiksa

"Pada sekitar 01:30 di pagi hari, sekelompok teroris menyerang kami. Mereka menggunakan kendaraan  SUV yang dilengkapi dengan senapan mesin. Mereka memisahkan anak laki-laki dan perempuan, dan mengirim anak-anak ke Aleppo dengan bus yang mereka tumpangi.  Mereka menahan 148 anak laki-laki dan menempatkan di Masjid al-Fateh di kota Manbej," katanya.

"Pada hari berikutnya, kami dibawa ke sebuah sekolah di kota yang sama di mana kami disiksa dengan berbagai cara oleh teroris yang menyebut diri mereka Abu Shahid al-Shami dan Abu Anas yang berada di bawah komando seorang pria dengan aksen Arab yang disebut Abu Hashem al-Jazrawi, kata Mohammad.

"Tangan kami diikat dan digantung dengan tali dari atap, dan mereka dicambuk kami. Mereka memaksa kami menonton video tentang anggota kelompok teroris menyerang suatu daerah, memenggal kepala orang, menyiksa orang, dan mengeksekusi tawanan," kata Mohammad. Dia menambahkan bahwa dia dan anak-anak lain melihat orang disalibkan dan dipenggal di lapangan kota.

Operasi Bunuh Diri

Dia juga mengatakan bahwa teroris memberi anak-anak nama lain yang mirip dengan nama mereka sendiri dan memberi mereka kursus tentang hukum syariah untuk mencuci otak anak-anak dan memaksa keyakinan mereka atas anak-anak itu.

"Kami melihat banyak orang Kurdi yang diculik oleh organisasi teroris itu. Mereka adalah pelajar, guru, dan anak-anak dari tokoh masyarakat yang diculik untuk menekan orangtua mereka dan untuk meukar mereka dengan teroris ditangkap oleh pasukan perlindungan masyarakat, termasuk beberapa kepala desa dan perempuan yang bekerja dengan mereka," kata dia.

Menurut Mohammad,  sepekan setelah ditangkap, mereka diinterogasi oleh teroris, dan 30 anak dituduh menjadi anggota pasukan perlindungan masyarakat Kurdi. Mereka dikirim ke penjara. Sebanyak 30 anak laki-laki itu kembali sebelum bulan Ramadan dimulai, dan diisolasi di kamar. Mereka disiksa lebih dari yang lain.

Setelah sebulan ditahan, 15 anak-anak dibebaskan karena mereka tidak tahan, karena usia mereka yang masih muda tidak lebih dari 13 tahun. Sedangkan anak-anak berusia antara 14 dan 16 tahun tetap ditahan.

"Sebelum libur Idul Fitri, 13 anak-anak melarikan diri dengan melompati dinding, dan pada pukul 05:00 pagi tiga anak ditangkap di Jarablos. Mata mereka ditutup dan disiksa dua kali lebih banyak dari anak-anak lain. Setelah itu, ada yang berulang kali mencoba melarikan diri, dan total 18 anak-anak berhasil melarikan diri," kata Mohammad.

Dia mengatakan bahwa beberapa upaya negosiasi dilakukan antara pasukan perlindungan masyarakat dan para teroris untuk membebaskan anak-anak melalui pertukaran  dengan teroris ditangkap kelompok perlindung masyarakat. Tapi gagal karena teroris tidak mematuhi tawaran.

Menurut Mohammad, kelompok NIIS masih menahan 102 anak di tempat itu. Dia juga mengetahui bahwa anak-anak  juga dikirim ke Irak untuk dilatih untuk menjalankan operasi  serangan bunuh diri.

Mohammad tidak mau memberikan keterangan lebih rinci karena takut akan ancaman bagi hidupnya dan keluarganya.  Dan keterangan itu akan dikonfirmasi dengan kisah yang dialami anak-anak lain yang mengalami penyiksaan, dan masih belum bersedia berbicara.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home