Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 01:08 WIB | Sabtu, 28 Februari 2015

Novriantoni: ISIS Menjadi Monster yang Kuat

Pengamat Timur Tengah, Novriantoni Kahar (kanan) dalam diskusi dengan tema 'ISIS di Indonesia' di Teater Utan Kayu, Jakarta Pusat, Jumat (27/2) malam. (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat Timur Tengah, Novriantoni Kahar mengatakan, Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) atau populer disebut ISIS telah menjadi sebuah kekuatan besar dan memiliki teritori yang luas berkat konstribusi banyak pihak.

Jika peradaban umat manusia kembali ke titik nol pun, sambungnya, ISIS tetap sulit dikalahkan. Sebab, dunia internasional, khususnya negara-negara Arab, belum menunjukkan langkah terpadu dan terukur untuk meminimalisir gerak kelompok separatis tersebut.

Akademisi Universitas Paramadina ini kemudian menunjukkan dengan serangan udara sporadis pasukan koalisi dalam enam bulan terakhir, di mana tak ada satu pun kota yang dikuasi ISIS berhasil direbut kembali.

"Pesawat memang cukup berhasil menahan laju ekspansi mereka, tapi untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang telah mereka duduki, diperlukan kerja ekstra,"  kata Novriantoni dalam diskusi dengan tema 'ISIS di Indonesia' di Teater Utan Kayu, Jakarta Pusat, Jumat (27/2) malam.

Novriantoni juga menyesalkan pilihan dunia Barat yang cenderung belum menerjunkan pasukan darat untuk bertempur melawan ISIS. Opsi yang dipilih Amerika Serikat (AS) dan Eropa umumnya hanya mendukung logistik kelompok-kelompok di Suriah dan Irak untuk berhadap-hadapan dengan militan tersebut.

"Dan ini tampaknya tak akan banyak berhasil, apakah ISIS akan terus eksis bahkan lebih ekspansif," sangsinya.

Novriantoni lantas mengingatkan, bila ISIS mampu menyatukan mayoritas warga Sunni di Suriah dan Irak di bawah kepemimpinan al-Baghdadi, sehingga memiliki kemampuan unik terkait merapatkan barisan musuh-musuh.

"Ini terbukti, musuh nomor wahid kawasan saat ini bukan lagi rezim Bashar al-Assad, namun pelan-pelan kepada ISIS," bebernya. Kendati demikian, dia berkeyakinan, ISIS bukan tanpa kelemahan.

Di sisi lain, Novriantoni menerangkan, perlawanan kepada ISIS dipastikan datang dari Iran lantaran geram dengan brutalnya ideologi anti-Syiah. Kerajaan Arab Saudi pun demikian, menyusul salafisme revolusioner yang didengungkan kelompok separatis itu dapat menggoncang tiga pilar negeri Wahabi tersebut, yakni pengusaha, kekuasaan, dan Masjid.

"Monster ISIS tak hanya dapat menjadi mimpi buruk bagi Saudi dan Iran, tapi juga Turki, Yordania, Libya. Banyak negara yang akan kalah, bila ISIS berjaya," katanya.

"Namun, tak ada yang pasti sampai kapan ISIS bertahan, seperti tak pasti nasib para pengungsi Irak dan Suriah yang terlunta-lunta sampai kapan entah," lanjut dia.

Atas dasar itu, Novriantoni memprediksi, kisah ISIS ini masih akan panjang dan mengandung banyak pelajaran. "Semoga derita Irak dan Suriah tidak lama, dan kita di Indonesia tidak pula terkena getahnya," katanya.

ISIS Bukan Produk Amerika, Konspirasi Zionis, Apalagi Syiah

Menurut alumni Universitas Al Azar Kairo Mesir ini, blunder-blunder yang dilakukan oleh Amerika maupun pemerintahan Irak pasca invasi yang menghancurkan rezim Saddam Hussein (2003) begitu fatal sehingga menjadi alasan utama munculnya ISIS.

"Fenomena ISIS tetaplah merupakan adonan dari banyak faktor," kata dia.

Pertama, lanjut Novriantoni kekacauan pasca invasi AS di Irak tahun 2003-2011. Yang kedua kegagalan bangsa. Yang ketiga arus balik Musim Semi Arab.

Dan yang ke empat menurutnya adalah perang dingin aktor-aktor penting di kawasan Timur Tengah. Faktor keagamaan seperti menguatnya ideologi Salafi-jihad dapat pula ditambah sebagai pelengkap.

"Kesalahan pengelolaan Irak pasca Saddam oleh AS dan pemerintah pusat di Baghdad adalah jembatan emas yang mengantarkan kelompok-kelompok perlawanan bersenjata semacam ISIS ke panggung pergolakan Timur Tengah," kata dia.

Menurut Novriantoni hadirnya pasukan asing di sebuah negara Muslim masih menjadi bahan bakar yang sangat ampuh untuk menyalakan dan menggelorakan semangat jihad di kalangan kelompok bersenjata.

"Khusus menyangkut ISIS, blunder-blunder kebijakan Amerika maupun pemerintahan Irak berdampak jauh sampai eksistensi Irak sendiri sebagai sebuah negara bangsa," kata dia.

Novriantoni menambahkan bahwa kebijakan de-Baathifikasi birokrasi (partai Saddam Hussein) dan pembubaran tentera Irak dalam jumlah yang massif telah membuat Irak pasca Saddam kehilangan kemampuan untuk menjalankan fungsi pemerintah dan mengembalikan stabilitas.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home