Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 08:30 WIB | Sabtu, 23 Mei 2015

Nubuat Pentakosta

Dosa muncul kala manusia lebih mendengarkan firmannya sendiri ketimbang firman Allah.
Pencurahan Roh Kudus (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Yehezkiel  terpana. Di lembah itu, di mana dia berdiri, penuh tulang. Demikianlah visi yang diberikan Allah kepadanya (Yeh. 37:1-14). Sang Nabi melihat tulang-tulang berserakan yang amat kering pada sebuah lembah. Intinya satu: kematian massal.

Manusia hidup, satu orang saja, bisa mengubah dunia! Apa yang bisa dilakukan seribu orang mati? Tidak ada! Satu manusia hidup lebih berharga ketimbang seribu orang mati!

”Hai anak manusia, dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali?” tanya Allah kepada nabi-Nya.”Ya Tuhan ALLAH, Engkaulah yang mengetahuinya,” jawab Yehezkiel. Sang Nabi paham, tulang-tulang itu, dengan usaha sendiri, tak mungkin hidup kembali. Tetapi, bukan itu yang diharapkannya. Dia ingin tulang-tulang itu hidup kembali. Karena itu, Yehezkiel menyerahkan semuanya kepada Allah sendiri.

Dan inilah rencana Allah: ”Bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepadanya: Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN!—Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali.  Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu, Aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberikan kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN.” (Yeh. 37:4-6).

Allah bukanlah Pribadi yang menghendaki kematian. Sejak dunia diciptakan, keinginan Allah hanya satu: kehidupan dan bukan kematian manusia. Peraturan yang diberikan Allah kepada Adam dan Hawa bukanlah untuk mengikat mereka, tetapi agar mereka tetap hidup.

Itu jugalah pengalaman Israel. Israel merasa bisa hidup sendiri, otonom tanpa Allah. Dan sewaktu mereka melepaskan diri dari persekutuan dengan Allah, kematian sebagai bangsa menjadi nyata.

Keberadaan Israel tak beda dengan tulang-tulang kering itu. Di Babel mereka menjadi bangsa kelas dua. Sebagai bangsa buangan di negeri asing, nasib mereka tidak berbeda jauh dengan kumpulan tulang kering itu: mati, tanpa pengharapan, bahkan tak tahu harus berbuat apa. Namun, Allah berkenan membangkitkan dan menghidupkan kembali keberadaan Israel sebagai bangsa.

Caranya? Mendengarkan suara-Nya. Dan tulang-tulang kering yang berserakan itu menjadi makhluk hidup. Tak sekadar hidup jasmaninya, tetapi juga hidup rohaninya. Sekali lagi, tulang-tulang berserakan itu menjadi hidup tatkala mereka mendengarkan suara Allah.

Kehidupan manusia terjadi tatkala dia mendengarkan dan mematuhi firman Allah. Mendengarkan dan melakukan firman Allah itulah yang membuat manusia hidup. Dosa muncul kala manusia lebih mendengarkan firmannya sendiri ketimbang firman Allah.

Allah membenci dosa, tetapi mengasihi manusia berdosa. Allah tak ingin manusia berdosa mati sebagaimana tulang-tulang itu. Ketika Tuhan turun tangan, sekumpulan tulang itu sungguh menjadi hidup dan berarti. Roh Allahlah yang menghidupkan tulang-tulang itu. Dan nubuat Yehezkiel itu akhirnya tergenapi pada Hari Pentakosta.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home