Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 21:01 WIB | Kamis, 01 Desember 2016

Pakar UIN Menengarai Ahok Dikorbankan karena Tekanan Massa

Ilustrasi. Seorang peserta membawa atribut bertuliskan pesan dalam aksi Parade Bhinneka Tunggal Ika yang digelar di bundaran Patung Kuda, Jakarta dalam menyuarakan perbedaan itu indah serta merawat keutuhan bangsa Indonesia. (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ismail Hasani meminta agar proses hukum pada kasus dugaan penistaan agama jangan sampai mendapat tekanan massa atau kepentingan politik.

"Biarkan kasus hukum berjalan sesuai relnya. Dalam sistem negara hukum, harus bebas dari tekanan atau pun intervensi dari pihak mana pun," kata Ismail di Jakarta, Kamis.

Ismail mengatakan kasus yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ini pada prosesnya hampir diikuti tekanan dan kerumunan massa yang menjadi penentu dari salah atau benarnya seseorang.

Tekanan seperti itu, menurut dia, sangat membahayakan penegakan hukum di Indonesia, khususnya untuk jenis kasus yang memiliki irisan dengan kepentingan publik.

Ia menilai proses hukum terhadap calon Gubernur nomor urut dua tersebut berlangsung sangat cepat di luar kelaziman karena sebetulnya diperlukan diskusi panjang, pengkajian dan pendalaman untuk menyimpulkan kasus tersebut memenuhi unsur pidana atau tidak.

Hal ini terlihat dari ketergesa-gesaan menetapkan Ahok sebagai tersangka, termasuk penetapan berkas yang lengkap (P21) oleh Kejaksaan Agung, Rabu (30/11).

Dengan demikian, prinsip asas legalitas (due process of law) mungkin saja diabaikan.

"Ada ketidaklaziman dan saya kira ini terlalu cepat. Apakah ada pihak-pihak yang mendesak atau tidak, publik bisa menilai," ujar Ismail.

Ismail menjelaskan Ahok sengaja dikorbankan dalam tudingan kasus penistaan agama, karena tidak ada unsur yang memenuhi penistaan agama.

Menurut dia, dalam paradigma Hak Asasi Manusia, tidak dikenal penistaan agama. Ia menilai dalam konteks HAM tidak melindungi obyek abstrak, salah satunya penistaan agama. (Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home