Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 01:03 WIB | Senin, 29 Mei 2017

Pameran Dua Perupa Muda "Buuf x Beluk" di Galeri Fadjar Sidik

Pameran Dua Perupa Muda "Buuf x Beluk" di Galeri Fadjar Sidik
Guru besar ISI-Yogyakarta Dwi Marianto (bertopi) membuka pameran "Buuf x Beluk" karya perupa Amin Taasha (baju abu-abu) dan Rupa Bule (batik merah) di Galeri Fadjar Sidik FSR ISI Yogyakarta, Minggu (28/5). (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Pameran Dua Perupa Muda "Buuf x Beluk" di Galeri Fadjar Sidik
Tiga puluh karya lukisan Rupa Bule dalam pameran "Buuf x Beluk".

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ditengah banyaknya pameran besar seni rupa yang dihelat di Yogyakarta semisal Art|Jog 10, Bakaba #6, Jogja Edition, The Gift, YAA#2 Bergerak, Seninjog #2, Keep The Fire On#3, dua perupa muda Amin Taasha (Afghanistan) dan Rupa Bule menggelar pameran dengan tajuk "Buuf x Beluk".

Kedua perupa muda memanfaatkan Galeri Fadjar Sidik yang berada di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta pada Minggu (28/5) yang untuk pertama kalinya difungsikan menjadi ruang pamer karya seni rupa. Dalam bahasa Afghanistan, Buuf berarti burung hantu atau orang Jawa sering menyebut dengan istilah beluk.

Pameran yang akan berlangsung hingga 28 Juni 2017 dibuka oleh guru besar ISI Yogyakarta Dwi Marianto, Minggu (28/5) sore di pelataran Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta. Dalam sambutannya Dwi Marianto memberikan julukan pada dua perupa yang kebetulan masih menjadi mahasiswanya sebagai dua pribadi yang gemar mengamati (observer) yang disering disampaikan kepada Dwi dalam perbincangannya melalui pertanyaan-pertanyaan kritis.

"Di alam kita mengenal burung hantu sebagai hewan yang memiliki daya observasi cukup bagus. Karya yang dipamerkan kedua perupa merupakan hasil pengamatan atas perjalanan hidup maupun pada lingkungan sekitarnya. Keduanya termasuk dari sedikit mahasiswa di kelas saya, yang aktif menanyakan hal-hal yang berkait dengan topik yang sedang dibahas atau pertanyaan yang melebar." kata Dwi Marianto dalam sambutan pembukaan pameran.

Amin Taasha - seniman muda Afghanistan, dari ethnik Hazara menggelar sejumlah lukisan dan instalasinya. Nuansa hitam, karakter-karakter miniatur, image asap, dan lumpur sengaja dipilih; tidak melulu didasarkan pada pertimbangan artistik, melainkan difungsikan sebagai idiom storytelling tentang sejarah kelam suku-bangsanya.

Selain nuansa hitam, karakter wayang, kaligrafi arab, serta nuansa emas menjadi salah satu penanda karya Amin. Dalam dua lukisan ukuran besarnya, Amin bermain-main dengan gradasi warna

Sebagai catatan, Afghanistan adalah salah satu negara di kawasan Parsi, Timur Tengah, yang terkoyak-robek oleh peperangan antar ethnis dan negara sejak akhir abad ke-20, 1930-an, mulai lagi tahun 1980-an, dan 1990-an; meninggalkan banyak konflik dan mata-rantai balas-dendam yang berkepanjangan sampai sekarang.

Karena kekerasan yang begitu seringnya terjadi, banyak orang di Afghanistan yang mengatakan ‘salam perpisahan’ secara khusus, seakan mengatakan ‘good bye’ sebagai ucapan pamitan yang terakhir. Sebab, dalam situasi dewasa ini, teror dan aksi brutal dapat terjadi kapan saja. Karena itulah Amin sering membayangkan bahwa hidupnya kini sangat itu mirip dengan daun di mana saja, yang mengering dan gugur ditempat dimana pohon itu berasa. Ia selalu ingat akan kisah tragis orang-orang Hazara yang terusir dari kampung-halamannya sendiri, tinggal di negeri orang, sebagai pengungsi, lalu mati, dan terlupakan. Dalam banyak kasus, banyak orang Hazara yang terlupakan, seakan tidak pernah ada. Pengalaman itulah yang terekam dalam karya-karya Amin Taasha.

Berbeda dari Amin Taasha yang memamerkan karya seni rupanya melalui pengalaman masa lalu dan sejarah bangsanya melalui seni, Rupa Bule perupa yang masih studi di FSR ISI Yogyakarta, memamerkan 30 karya lukis ukuran kecil dalam konsep yang sederhana: Berbagi Rasa.

Pameran "Buuf x beluk" akan berlangsung dari 28 Mei hingga 28 Juni di Galeri Fadjar Sidik FSR-ISI Yogyakarta.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home