Loading...
BUDAYA
Penulis: Tunggul Tauladan 23:06 WIB | Kamis, 15 Oktober 2015

Pameran Nandur Srawung #2: Cara Mengenal Jatidiri Lewat Seni

Seorang anak sedang menikmati karya seni yang berjudul "Wajah Anak Negeri" (Foto: Tunggul Tauladan"

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Batik telah ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia oleh lembaga kebudayaan PBB, UNESCO. Seni-budaya khas Indonesia ini diharapkan mampu menjadi identitas bangsa yang bisa dibanggakan. Demi menggali kembali jatidiri bangsa, para seniman di Yogyakarta menggelar pameran Nandur Srawung yang mengangkat tema “Batik Klasik”.

Sebanyak 650 seniman terlibat dalam pameran yang dihelat selama (14-20/10) ini. Pameran yang diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) ini, terselenggara atas kerjasama dari Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), TBY, dan para seniman dari berbagai latarbelakang seni, mulai dari pematung, pelukis, dan lain sebagainya.

“Pameran ini tidak akan pernah bisa terlaksana dan sukses tanpa partisipasi dan dukungan yang luar biasa dari TBY dan 650 seniman yang terlibat dalam pameran kali ini. Pameran ini menampilkan kurang lebih 126 karya,” demikian disampaikan oleh salah satu kurator Pameran Nandur Srawung, Hendra Himawan pada Rabu (14/10) malam.

Hendra menjelaskan, Pameran Nandur Srawung merupakan media yang bertujuan sebagai tempat bertemu para seniman lintas disiplin seni dan wilayah. Lewat pameran inilah, para seniman bisa saling bertemu dan bertegur sapa.

“Inilah keindahan dari pameran ini, menunjukkan semangat kebersamaan yang luar biasa yang dibangun di Yogyakarta,” jelas Hendra.

Pameran ini sengaja memilih tema Batik Klasik karena pengertian batik klasik dapat berkembang sangat luas, baik dalam konteks sejarah, cara pembuatannya, hingga makna filosofis di dalamnya. Selain itu, tema Batik Klasik juga dipilih dengan tujuan untuk mengenal kembali khasanah potensi budaya, khususnya karakter khas masyarakat Jawa. Di samping itu, Batik Klasik juga dimaknai sebagai jembatan untuk mengenal identitas diri sendiri yang mungkin sering diabaikan, seperti diibaratkan, kita hanya tahu dan kenal, tetapi tidak mengenali kembali.

“Menurut saya, pameran pada malam hari ini menjadi sebuah ruang untuk kita bisa bersama-sama mengenali kembali seni kita, jati diri kita, demi menghargai apa yang kita miliki, membawa kembali identitas kita, Yogyakarta Istimewa,” pungkas Hendra.

Pameran Nandur Srawung 2015 ini merupakan perhelatan yang kedua. Dalam pameran ini, beragam ekspresi seni ditampilkan. Ruang pameran dan halaman di TBY penuh dengan berbagai karya seni, mulai seni lukis, patung, instalasi dan lain sebagainya. Beragam ekspresi muncul dari penafsiran masing-masing seniman, mulai kritik sosial, ekspresi budaya, dan lain sebagainya. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home