Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 23:33 WIB | Senin, 16 Juli 2018

Pameran Presentasi Karya "Di Antara Dua Dunia"

Karya berjudul "Loosing self" pada pameran presentasi "Di antara Dua Dunia" di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) Dusun Kembaran RT 04 Tamantirto, Kasihan-Bantul. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tujuh seniman muda yang mengikuti program Seniman Pasca Trampil (SPT) 2018 di Pedepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) mempresentasikan karya proses selama kegiatan yang sudah berlangsung sejak bulan Februari 2018.

Presentasi karya berjudul "Di antara Dua Dunia" dibuka pada Sabtu (14/7) merupakan presentasi kedua dimana empat seniman muda membuat karya seni rupa. Satu seniman muda berlatar belakang seni rupa sementara tiga lainnya dari seni pertunjukan. 

Tema karya didasarkan pada realitas bahwa dunia maya saat ini menjadi salah satu faktor penting bagi seseorang dalam menjalin dan merawat relasi sosial. Dunia maya sebagai ruang interaksi justru kerap memberikan dampak terhadap kehidupan sosial seseorang dalam dunia nyatanya.

"Secara keseluruhan ada dua seniman dari seni rupa dan lima dari seni pertunjukan yang mengikuti SPT 2018. Mereka dibagi dalam dua kelompok agar selama berproses terjadi diskusi yang lebih intensif di antara mereka," kata penanggung jawab program SPT 2018 Teguh Hari kepada satuharapan.com di sela-sela acara pembukaan pameran, Sabtu (14/7) malam.

Lebih lanjut Teguh menjelaskan bahwa saling-silang disiplin seni dalam proses karya merupakan bagian dari pengenalan (observasi) dari lingkungan terkecil-terdekat yang ada di sekitar seniman bersangkutan. Dari hal-hal kecil yang ditangkap itulah diinduksikan dalam proses berikutnya melalui perbincangan-diskusi.

"Berani mengeksekusi ide, itu intinya. Bukan untuk menjadikan seniman tersebut membuat karya diluar disiplin ilmunya menjadi sebuah karya yang estetik-artistik. Ini bagian dari proses yang sedang dijalaninya. Karya yang lebih "besar" bisa dibuat setelah selesai program, meskipun itu (idenya) bisa bersumber dari kegiatan selama mereka menjalani program," kata Teguh Hari.

Program SPT di PSBK berlangsung selama sepuluh bulan. Selama program berlangsung peserta mempresentasikan proses karya dalam tiga bagian secara berganti antara presentasi karya seni pertunjukan dan seni rupa sesuai tema yang ditentukan oleh mentor ataupun melalui diskusi bersama. Setelah total enam presentasi karya, pada akhir program mereka akan mempresentasikan satu karya di Indonesia Kaya, Jakarta.

Proses belajar berlangsung secara dialogis dimana mentor ataupun pelaksana program SPT sebatas menjadi kawan diskusi-observasi melalui berbagai program PSBK lainnya diantaranya Jagong Wagen. Pada dua minggu awal bulan Juli peserta SPT belajar bersama dengan lima belas peserta dari program Kemendiknas Belajar Bersama Maestro (BBM) Djaduk Ferianto yang kebetulan rumahnya berada di sekitar PSBK.

"Selama ikut SPT, saya belajar banyak aspek seni pertunjukan baik teknis maupun non-teknis. Seluruh tata kelola seni pertunjukan didiskusikan bersama mulai dari proses produksi, proses kekaryaan hingga pasca produksi," jelas Namek salah satu peserta SPT asal Purworejo.

Namek menjelaskan bahwa selama mengikuti SPT dirinya belajar bagaimana mempersiapkan produksi mulai dari hal teknis tata cahaya, tata suara, tata panggung, penyiapan naskah, proses latihan, hingga publikasi-komunikasi massa, dan pasca produksi. Namek beserta peserta SPT lainnya sedang mempersiapkan presentasi pementasan karya teater.

"Dari kisah Jaka Tarub kita garap bareng melalui diskusi-riset-observasi dalam konteks saat ini. Hasilnya seperti apa, silakan datang ke PSBK saat presentasi nanti," jelas Namek.

Pada pameran presentasi karya "Di antara Dua Dunia", Regina Gandes Mutiary yang berlatar belakang seni pertunjukan mempresentasikan karya tiga dimensi berjudul "Loosing Self" dengan tiga buah octa-hedron yang terpisah dimana pada tengah masing-masing octahedron terhubung oleh peniti yang dirangkai secara kusut.

"Ini tentang keterhubungan, bahwa saya memakai bentuk bangun ruang octahedron yang saya ambil dari angka delapan yang tidak terputus dan terus terhubung. Tiga octahedorn tidak saya hubungkan untuk mewakili tiga bagian dari diri kita: pikiran, otak, tubuh, yang selalu terpisah namun dikoneksikan dengan hal-hal yang bersifat rapuh dan sementara." jelas Gandes kepada satuharapan.com tentang karyanya.

Lebih lanjut Gandes menjelaskan semakin deras arus informasi melalui dunia maya (sosial media) diakses dan terkoneksi, seseorang semakin mengalami ketakutan untuk merenung dan bersendiri.

"Saya pernah riset kecil-kecilan dengan pertanyaan sederhana: apakah kamu pernah sendirian dan merasa sepi ketika justru sedang aktif bermedia sosial? Sebagian besar yang saya tanya memberikan jawaban iya," kata Gandes. Simpulan sederhananya adalah semakin sering seseorang terhubung dalam dunia maya dan media sosialnya, semakin dia mengalami kesepian karena tidak mengenal diri sendiri.

Ada banyak hal menarik dari saling-silang antar disiplin ilmu seni saat program SPT berlangsung. Paling sederhana, karya seni tiga dimensi yang dihasilkan, secara visual bisa dimanfaatkan menjadi properti artistik panggung, sehingga ketika seniman pertunjukan membuat karya seni rupa mungkin akan berpikir tentang dimensi yang berhubungan dengan ruang/panggung, tata pencahayaan yang optimal saat display karya, medium-material, selain konten karya itu sendiri bisa menjadi telaah tersendiri bagi karya seni pertunjukan. Di titik ini program SPT menawarkan hal menarik.

Pameran presentasi karya "Di antara Dua Dunia"  akan berlangsung hingga 4 Agustus 2018 di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) Dusun Kembaran RT 04 Tamantirto, Kasihan-Bantul.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home