Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 15:53 WIB | Jumat, 01 Agustus 2014

Para Pihak Sepakati Gencatan Senjata 72 Jam di Gaza

Asap mengepul dari kebakaran di pembangkit listri di Gaza, Palestina akibat serangan Israel dalam konflik bersenjata yang berlangsung tiga pekan. (Foto: un.org

GAZA, SATUHARAPAN.COM -  Semua pihak telah sepakat untuk gencatan senjata selama 72 jam dalam konflik di Jalur Gaza. Hal itu didorong oleh upaya diplomatik terbaru untuk mengakhiri kekerasan yang mematikan yang melanda Gaza dalam satu bulan terakhir.

Hal itu diumumkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon, dan  Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, di markas PBB di New York, pada hari Kamis (31/7) atau Jumat (1/7) WIB.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, yang membacakan pengumuman itu, mengatakan kepada wartawan bahwa Ban dan Kerry telah mengumumkan bahwa  Koordinator Khusus Perwakilan PBB di Yerusalem, Robert Serry, telah menerima jaminan bahwa "semua pihak telah sepakat untuk tanpa syarat  melakukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.

"Gencatan senjata kemanusiaan ini dimulai pukul 08:00 pagi waktu setempat pada hari Jumat (1/8) dan berlangsung selama 72 jam, kecuali diperpanjang. Selama ini, pasukan di lapangan akan tetap di tempat," kata  Dujarric.

"Kami mendesak semua pihak untuk bertindak dengan menahan diri sampai gencatan senjata kemanusiaan ini dimulai, dan untuk sepenuhnya mematuhi komitmen mereka selama gencatan senjata," kata dia menambahkan.

Bantuan Kemanusiaan

Dikatakan bahwa jeda ini sangat penting untuk memberikan kesempatan  warga sipil tak berdosa terhindar dari kekerasan. Selama periode ini, warga sipil di Gaza akan menerima bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan, dan menjalankan  fungsi-fungsi vital, termasuk mengubur orang meninggal, merawat yang terluka, dan mendapatkanpersediaan makanan. Perbaikan  instalasi  air yang penting dan infrastruktur energi.

"Delegasi Israel dan Palestina akan segera pergi ke Kairo untuk negosiasi dengan Pemerintah Mesir atas undangan Mesir, yang bertujuan untuk mencapai gencatan senjata yang lebih lama," katanya. Dia menambahkan bahwa para pihak akan mengangkat semua masalah-masalah dalam negosiasi itu.

"Kami berterima kasih kepada para pemangku kepentingan di daerah utama untuk dukungan vital mereka untuk  proses ini, dan mengandalkan upaya kerja sama internasional untuk terus membantu Mesir dan para pihak mencapai gencatan senjata yang lama secepat mungkin," kata Dujarric.

Ribuan Korban

Gencatan senjata itu dilakukan setelah pejabat bantuan PBB mendesak para pihak untuk melindungi warga sipil di tengah konflik yang sedang berlangsung, yang telah menyebabkan ribuan korban dan menyebabkan pengungsian serta kehancuran yang luas.

"Realitas Gaza hari ini adalah bahwa tidak ada tempat yang aman," kata Wakil Sekjen untuk Urusan Kemanusiaan, Valerie Amos, dalam briefing nya kepada Dewan Keamanan tentang situasi terakhir.

"Kita semua menyaksikan dengan ngeri keputusasaan anak-anak dan warga sipil, karena mereka telah diserang,"  kata dia menambahkan melalui konferensi video dari Trinidad dan Tobago.

"Di bawah hukum kemanusiaan internasional, Pemerintah Israel, Hamas dan kelompok militan lainnya harus membedakan antara sasaran militer dan objek sipil,  antara kombatan dan warga sipil. Mereka juga harus menghindari  untuk menyakiti warga sipil atau objek sipil, dan melindungi mereka dari efek operasi milite," kata dia menambahkan.

Hampir empat pekan konflik di Gaza telah membunuh lebih dari 1.300 orang Palestina dan 6.000 terluka. Amos melaporkan, lebih dari 80 persen dari mereka yang meninggal  adalah warga sipil,  251 anak-anak. Israel telah menghadapi serangan roket Hamas, dan permusuhan telah mengakibatkan kematian tiga warga sipil dan 56 tentara Israwel, dan puluhan luka-luka.

Krisis Berulang

Krisis di Gaza ini berlangsung dengan latar belakang puluhan tahun dalam ketidakstabilan, kemiskinan dan kerentanan akibat berulangnya permusuhan dan blokade yang sedang berlangsung dari darat, udara dan laut.

Lebih dari 80 persen penduduk Gaza dari  1,8 juta jiwa, dan lebih dari setengahnyaanak-anak di bawah usia 18, sudah bergantung pada bantuan kemanusiaan sebelum pecahnya permusuhan tersebut.

Sampai saat ini  440.000 orang di Gaza mengungsi atau hampir 24 persen dari populasi. Lebih dari 240.000 berlindung di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Badan PBB untuk Bantuan dan Pekerjaan Pengungsi Palestina dan  Timur Dekat (UNRWA).  Sementara yang lain mencari perlindungan di mana pun mereka bisa, di gedung-gedung pemerintah, rumah sakit atau  bersama keluarga dan teman-teman.

"Orang-orang melarikan diri ke daerah-daerah yang mereka yakini aman dari serangan. Tapi daerah ini menjadi sulit untuk ditemukan," kata Amos, yang juga Koordinator Bantuan Darurat PBB.

"Jadi, mereka datang ke fasilitas PBB untuk perlindungan ketika rumah dan lingkungan mereka datang di bawah tembakan,  lebih dari 240.000 orang. Tapi lebih dari 103 fasilitas PBB telah diserang, termasuk sekolah yang menampung  lebih dari 3.300 pengungsi,” katanya.

Wajib Lindungi Warga Sipil

Valerie Amos menegaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki kewajiban mutlak untuk melindungi warga sipil dari serangan yang membabi buta. Menurut hukum internasional, operasi , personil dan tempat PBBtidak boleh diganggu. Para pihak dalam konflik harus melindungi para pekerja kemanusiaan. Tidak akan ada pembenaran karena gagal untuk melaksanakannya.

Pertempuran yang berlangsung dan ketidakamanan menghambat kemampuan badan-badan PBB untuk bergerak dan sehingga sulit untuk mempertahankan pemberian bantuan kepada orang yang membutuhkan.

"Sampai gencatan senjata jangka panjang disepakati, kita perlu jeda kemanusiaan lainnya untuk memungkinkan kita menjangkau mereka yang membutuhkan. Jeda harus setiap hari, bisa diprediksi, dan memadai  dalam jangka panjang, sehingga staf kemanusiaan dapat mengirimkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, yaitu  korban cedera, memakamkan orang yang meninggal dan memungkinkan warga sipil  mendapatkan kebutuhan hidup mereka.

"Kami sangat membutuhkan Pemerintah Israel, Hamas dan kelompok militan lainnya untuk memenuhi kewajiban hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional. Masing-masing pihak harus bertanggung jawab dengan standar internasional,  bukan standar dari pihak sendiri," kata Amos.

Fasilitas Tidak Memadai

Dalam  pengarahan di depan Dewan dari Kota Gaza, Komisaris Jenderal  UNRWA, Pierre Krähenbühl, mengatakan bahwa  tantangan paling sulit yang dihadapi Badan saat ini adalah adanya ratusan ribu warga Palestina yang saat ini berlindung di fasilitas PBB.

"Kami melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk memberikan tempat pengungsi dengan kebutuhan minimum, makanan, kasur dan selimut. Tetapi kita sekarang  adalah pekan keempat perpindahan massa  ke fasilitas PBB dalam jumlah besar," kata diqa kepada Dewan melalui teleconference.

"Kondisinya semakin mengerikan di tempat penampungan,” kata dia melanjutkan. "Tidak ada air untuk kebersihan pribadi, sangat sedikit kamar mandi dan jamban sama sekali tidak memadai. Wabah Penyakit mulai muncul, dengan adanya infeksi kulit, kudis dan lain-lain,” kata dia.

“Ada ribuan ibu hamil di sekolah kami, mereka dikiriman  dalam kondidi genting dan kami merawat bayi yang baru lahir dalam kondisi mengerikan. Kemampuan kami untuk mengurangi situasi ini tentu saja sangat dibatasi oleh permusuhan yang sedang berlangsung," kata dia.

Dia menyebutkan realitas saat ini di lapangan mengharuskan gencatan senjata segera dan tanpa syarat disepakati oleh para pihak. (un.org)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home