Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta Widiadi 07:49 WIB | Jumat, 20 Januari 2017

Paslon Penantang Kurang Unjuk Gigi Terhadap Petahana

Dari kiri ke kanan: Sosiolog dan Ketua Yayasan Interseksi, Hikmat Budiman, Direktur Populi Center, Usep Ahyar, Peneliti Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Syamsuddin Haris (paling kanan) dalam diskusi bertajuk “Dinamika Pilgub Pasca Debat Kandidat”, di Widya Graha Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta Selatan, hari Kamis (19/1). (Foto: Prasasta Widiadi)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut satu dan tiga, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) – Sylviana Murni, dan Anies Rasyid Baswedan – Sandiaga Salahuddin Uno dianggap kurang menunjukan kemampuan dalam debat putaran pertama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta tahun 2017.

“Saya menilai pada debat pertama yang diselenggarakan KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) dua paslon penantang yaitu paslon nomor satu dan paslon nomor tiga gagal memanfaatkan momen debat,” kata peneliti dari Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Syamsuddin Haris, dalam diskusi bertajuk “Dinamika Pilgub Pasca Debat Kandidat”, di Widya Graha Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta Selatan, hari Kamis (19/1).

Syamsudin mengemukakan seharusnya dua paslon penantang tersebut lebih proaktif dalam menawarkan kebijakan atau solusi alternatif untuk masyarakat Jakarta, selain yang ditunjukan pasangan petahana (Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok – Djarot Syaiful Hidayat), karena dia menilai pasangan petahana sejak lama memiliki kebijakan dan bukti yang jelas dalam urusan transportasi dan berbagai jenis layanan publik lainnya. 

Dia mengulang kembali tentang debat Pilkada putaran pertama tersebut malah menjadi ajang unjuk gigi yang dilakukan petahana.

“Makanya tidak mengejutkan bagi penantang jika muncul istilah yang tidak enak bagi paslon nomor satu dan tiga,  yang dianggap menghafal atau beretorika,” kata dia.

Syamsudin Haris memberi contoh tentang ide rumah apung yang beberapa waktu lalu dicetuskan oleh AHY dan Sylviana Murni.

Dia mengapresiasi ide paslon nomor satu tersebut namun ide tersebut kurang didasari kepada hal-hal yang konkret dan tidak disertai perhitungan yang rinci.

“Dulu pada masa Foke (mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo) sudah dimulai gagasan tetapi tidak diimplementasikan, yakni mengenai pembangunan danau untuk mewadahi air dari (sungai) Ciliwung sebelum sampai ke laut, nah misalnya ide seperti  ini tidak muncul dari penantang,” kata dia.

Jawaban Tidak Nyambung

Dalam kesempatan yang sama, sosiolog dan Ketua Yayasan Interseksi, Hikmat Budiman mengemukakan bahwa terdapat beberapa jawaban yang dikemukakan kedua penantang dalam debat Pilkada putaran pertama tersebut yang tidak cocok dengan yang ditanyakan moderator saat itu, Ira Koesno.

“Kemudian ketika penantang ditanya bagaimana untuk mencegah penyelewengan dana di birokrasi, nah jawaban mereka ada yang tidak nyambung karena mereka menjawab orang yang menyelewengkan dana termasuk ciri-ciri pemimpin yang tidak dipercayai rakyat,” kata Hikmat.

Hikmat mengatakan jawaban yang tidak semestinya tersebut merupakan salah satu bentuk membuang-buang kesempatan yang dilakukan paslon penantang.

“Padahal yang dipermasalahkan adalah bagaimana uang anggaran tersebut diatur agar tidak terjadi penyelewengan,” kata dia.

Dia menyoroti dalam debat selain untuk menghadirkan alternatif solusi bagi masalah paling mendasar di Jakarta, seharusnya ketiga paslon memberi penjelasan atau klarifikasi bila terdapat  program-program atau visi dan misi dari setiap paslon yang menjadi bahan olok-olok di media sosial.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home