Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:37 WIB | Kamis, 19 November 2020

Pasukan Ethiopia Bergerak Menuju Ibu Kota Tigray

Pengungsi Ethiopia yang melarikan diri dari bentrokan di wilayah Tigray, utara negara itu, istirahat dan memasak makanan di dekat pusat penerimaan UNHCR di Hamdayet setelah menyeberang ke Sudan. (Foto: un.org)

ADIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Pasukan Ethiopia merangsek ke ibu kota wilayah pemberontak Tigray pada hari Rabu (18/11), mengabaikan seruan internasional dilakukan dialog untuk mengakhiri konflik, dan menyangkal itu menargetkan kelompok etnis tertentu.

Pasukan federal terkunci dalam konflik dua pekan melawan pasukan Tigray, yang telah menewaskan ratusan orang di kedua belah pihak. Perang ini mengguncang Tanduk Afrika, memicu friksi etnis di tempat lain di Ethiopia dan menyebabkan 30.000 orang mengungsi ke negara tetangga, Sudan.

Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, menyebut serangan itu sebagai kampanye untuk memulihkan supremasi hukum di negara bagian utara yang berpenduduk lebih dari lima juta orang itu, dengan mengatakan kemenangan akan datang dalam beberapa hari.

Dia melancarkan serangan pada 4 November setelah menuduh pasukan Tigrayan melakukan serangan terhadap pangkalan pemerintah di wilayah tersebut.

Warga Tigrayang yang melarikan diri ke Sudan mengatakan bahwa milisi dari Amhara, negara bagian tetangga, menyerang mereka karena etnis mereka, dan serangan udara pemerintah menewaskan warga sipil. Namun pemerintahan Abiy membantahnya.

"Pemerintah federal mengecam, dalam istilah terkuat, kesalahan karakterisasi bahwa operasi ini memiliki bias etnis atau lainnya," kata gugus tugas krisis alam sebuah pernyataan pada Rabu.

Ultimatum Ethiopia

Aiby, 44 tahun, berasal dari kelompok etnis terbesar di Oromo dan merupakan mantan mitra militer Tigrayans. Dia juga bertugas di pemerintahan bersama mereka sampai dia menjabat pada tahun 2018.

Tigrayans mewakili sekitar lima persen dari warga negara terpadat kedua di Afrika. Kelompok etnis mereka mendominasi kepemimpinan politik pada kurun 1991 dan 2018.

Pada hari Selasa, pemerintah menuduh pasukan pemberontak menghancurkan jembatan yang menghubungkan ibu kota regional Mekelle dengan seluruh negara dalam upaya untuk menahan pasukan federal.

Pasukan yang setia kepada partai penguasa Tigray, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), juga menghancurkan bagian jalan utama ke arah timur menuju Mekelle antara kota Shire dan Axum. Shire berada di bawah kendali federal, kata gugus tugas itu.

Debretsion Gebremichael, Presiden Tigrayan terpilih dalam pemilihan umum yang tidak diakui Ethiopia, mengatakan dalam pesan teks bahwa pasukannya mundur tetapi membantah mereka menghancurkan jembatan. "Kami telah menggeser garis pertahanan kami dan akibatnya mereka masuk ke beberapa kota di Tigray selatan," tulisnya. "Tidak ada jembatan yang putus."

Pada hari Selasa, Abiy memperingatkan bahwa batas waktu tiga hari bagi pasukan Tigrayan untuk menyerah telah berakhir, membuka jalan bagi serangan militer terhadap Mekelle. Perang telah menewaskan ratusan orang mungkin ribuan dan memperburuk penderitaan di wilayah di mana banyak orang yang hidupnya bergantung pada bantuan makanan. (Reuters

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home