Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 20:45 WIB | Kamis, 17 April 2014

PBB Ingatkan Masih Ada Ancaman Genosida

Warga Rwanda yang selamat dari tragedi genosida, foto diambil pada Juli 1994. (Foto: un.org)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Wakil Sekretaris Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Jan Eliasson, mengajak negara-negara anggota PBB untuk membangun ketahanan, toleransi dan kewaspadaan dengan mendeteksi sinyal dini terjadinya krisis yang mengarah pada pembersihan etnis atau kelompok tertentu (genosida).

Dia mengatakan hal itu hari Rabu (16/4) dalam sidang khusus Dewan Keamanan PBB  yang memperingati 20 tahun genosida di Rwanda. Peringatan itu mengangkat seruan “hidup sebagai tetangga yang baik.”

Dengan suara bulat DK PBB juga mengadopsi resolusi baru dalam pertemuan khusus untuk mencegah berulangnya genosida yang disebut sebagai  "salah satu bagian paling gelap dalam sejarah manusia.

Pada tahun 1994, genosida dilakukan oleh suku Hutu di Rwanda terhadap suku Tutsi dalam seratus hari gerakan yang paling tragis dan berdarah, di mana sekitar satu juta orang meninggal. Mereka bahkan membunuh sesama suku Hutu yang moderat dan mereka yang menentang genosida.

PBB sendiri kemudian mendapatkan kritik tajam, karena lambatnya mengambil sikap atas krisis di Rwanda. Bahkan baru beberapa bulan kemudian di PBB disebutkan terjadinya genosida.

Masih Ada Ancaman

"Kita memperingati 20 tahun genosida, kita juga memberikan penghargaan khusus bagi mereka yang bekerja dengan mengesankan, rakyat Rwanda yang berusaha memulihkan dan membangun rekonsiliasi," kata Eliasson. Dia menyebutkan bahwa  Rwanda  merupakan salah satu dari sedikit negara yang telah membentuk lembaga nasional yang didedikasikan untuk pencegahan genosida.

Namun dia menyebutkan ancaman genosida masih ada di dunia dia. Dia menyebut tentang konflik di Suriah, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah (CAR). Sayangnya, hal itu menunjukkan bahwa upaya untuk melindungi populasi dari kekejaman tetap sebagai hal yang sulit dipahami.

"Kita melihat munculnya separatisme, nasionalisme ekstrim, dan kekejian (demonisasi) yang lain; sikap yang menyebut 'kami lawan mereka', 'cara kami atau cara mereka'," kata Eliasson memperingatkan.

Dia menekankan bahwa tidak ada negara yang kebal dari ancaman itu. Oleh karena itu, semua masyarakat harus menilai kerentanan mereka dan bekerja di setiap tingkatan untuk membangun ketahanan, toleransi dan kewaspadaan dengan mendeteksi sinyal dini dari krisis itu.

"Marilah kita, di mana hari-hari ini begitu banyak tindakan buta yang mengerikan, dan kekerasan brutal..., hidup sebagai tetangga yang baik di dunia ini.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home