Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 13:08 WIB | Minggu, 16 Desember 2018

Pecas Ndahe Hangatkan Pasar Keroncong Kotagede 2018

Pecas Ndahe Hangatkan Pasar Keroncong Kotagede 2018
Penampilan OK Kidung Etnosia di panggung Loring Pasar pada PKK 2018, Sabtu (15/12). (Foto-foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Pecas Ndahe Hangatkan Pasar Keroncong Kotagede 2018
Orkes Humor Asli Solo “Pecas Ndahe” dengan salah satu kostum panggung khasnya: seragam orang terpenjara.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setelah diguyur hujan sejak sore, panggung Pasar Keroncong Kotagede (PKK) 2018 akhirnya dibuka pada Sabtu (15/12) malam meskipun dengan sedikit keterlambatan demi keamanan. Tiga panggung diaktivasi dalam waktu bersamaan. Panggung Loring Pasar dibuka dengan penampilan murid-murid SD Muhammadiyah Kleco bersama pemain keroncong remaja dan dewasa dalam arahan violinis Agus Gobik, mengiringi penampilan legenda keroncong Subarjo HS.

Dua panggung lainnya Panggung Sopingen yang berada di depan Pendopo Sopingen, serta Panggung Kajengan di utara Masjid Perak menampilkan 4-5 grup orkes keroncong dengan warna yang beragam. Panggung Sopingen lebih banyak menampilkan keroncong standar dengan tujuh instrumen musik tanpa drum set dan piano/keyboard elektronik.

Sementara panggung Loring Pasar dan panggung Kajengan lebih dinamis dengan beberapa penampilan di antaranya OK Kos Atos (Malang) dan OK Kidung Etnosia (Gunungkidul) yang menambahkan instrumen kajon, drum set, serta membawakan lagu-lagu yang relatif baru dengan genre pop yang dikeroncongkan. Kos Atos banyak membawakan lagu-lagu karya mereka, sementara Kidung Etnosia meng-cover lagu pop semisal Kidung yang dipopulerkan oleh Chrisye.

Turunnya hujan sejak sore sedikit banyak berpengaruh pada antusiasme pengunjung untuk datang ke PKK 2018. Di sisi lain, pada saat bersamaan di berbagai wilayah Yogyakarta dihelat juga banyak acara seni pertunjukan.

Meski begitu saat hujan mulai reda, PKK 2018 kembali dipenuhi pengunjung. Puncaknya adalah saat tampilnya Orkes Humor Asli Solo “Pecas Ndahe” di panggung Loring Pasar. Tidak kurang 1.500-an pengunjung menyaksikan penampilan Pecas Ndahe yang membawakan lagu-lagu cover yang diparodikan secara bersambung (medley song).

“Lima aransemen lagu dibawakan. Seperti biasanya kalau Pecas Ndahe tampil,” jelas pemain cak-cuk sekaligus joker Pecas Ndahe Doel Sumbang kepada satuharapan.com sesaat sebelum pentas. Meskipun tidak semuanya dimainkan dalam irama keroncong, pada beberapa bagian lagu Pecas Ndahe tetap membawakan komposisi keroncong.

Pecas Ndahe langsung menghangatkan panggung Loring Pasar dengan lagu Queen yang naik daun lagi melalui film Bohemian Rhapsody. Intro lagu hingga satu bait baik secara permainan musik maupun vokal seolah menyihir penonton untuk merapat lebih dekat ke panggung. Pada saat penonton masih menikmati suara Burhanudin Latief yang juga joker dengan latar suara pemain lainnya, tiba-tiba Pecas Ndahe membelokkan lagu Bohemian Rhapsody dengan lagu Kidung dengan perpindahan yang halus. Penonton baru menyadari saat Burhan menyanyikan lirik Kidung diikuti dengan gelak tawa pengunjung. Bohemian Rhapsody menjadi pembuka keceriaan penampilan Pecas Ndahe.

Belum selesai penonton terbawa suasana lagu Kidung, pada bagian bait lagu saat Burhan mengucapkan “Galileo...” secara berulang-ulang, Pecas Ndahe membelokkan lagu tersebut dengan lagu “Tanjung Perak”. Pada repertoar pertama Pecas Ndahe mengakhiri dengan Bunda Piara.

Menertawakan diri sendiri, inilah salah satu ciri khas dan kekuatan Pecas Ndahe dalam bermusik. Menertawakan diri menjadi refleksi sekaligus memberikan kritik kepada pihak lain tanpa harus menggurui. Hal tersebut dilakukan Pecas Ndahe dengan mengubah lirik-syair lagu dengan tetap mempertahankan komposisi musik aslinya. Dan obrolan interaktif antar joker di atas panggung menjadi hiburan tersendiri yang menyegarkan.

Dalam memparodikan lagu Sunset di Tanah Anarki (Superman is Dead), Pecas Ndahe hanya mengambil bait pertama dilanjutkan dengan lagu Gemu Famire yang keseluruhan syairnya diganti dengan perilaku mereka (Pecas Ndahe) membuang sampah-kotoran secara sembarangan di berbagai tempat.

Bisa ditebak, pada ujung lagu jika diamati dengan seksama akan tergambar suasana lingkungan yang kotor, jorok, dan tidak sehat. Mendengarkan parodi Sunset di Tanah Airku, hari-hari ini seolah disajikan potret masyarakat dalam memperlakukan sampah yang masih membuang sampah di sembarang tempat.

Satu lagu dibawakan Pecas Ndahe merespons permintaan penonton untuk membawakan satu lagu dari Bon Jovi. Pecas Ndahe membawakan It’s My Life. Hanya berselang intro sejenak dari lagu tersebut, Pecas Ndahe langsung menggabung-sambungkan dengan lagu Bila Kumati (Naif), Derita (Koes Plus), Tanah Airku (Ibu Sud). Pada parodi It’s My Life, Pecas Ndahe memasukkan potongan lagu Bengawan Solo, dan Pamitan karya maestro keroncong Gesang.

Satu repertoar berjudul Stambul Baju Biru menjadi satu-satunya lagu yang dimainkan dengan irama keroncong secara lengkap. Meski begitu Pecas Ndahe menyajikan dalam suasana yang ringan, sederhana, dan penuh canda. Diakui Doel Sumbang, Stambul Baju Biru sengaja dibawakan sebagai salah satu bagian dari edukasi bersama tentang musik keroncong pada PKK 2018. Setidaknya sajian berbagai parodi lagu dari Pecas Ndahe cukup mampu menghangatkan suasana Pasar Keroncong Kotagede yang sering diguyur hujan pada setiap penyelenggaraannya.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home