Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 08:21 WIB | Jumat, 15 Februari 2019

Peduli dan Mitigasi Perlu untuk Hidup di Daerah Bencana

Ilustrasi. Siswa dan relawan bahu-membahu membersihkan ruang kelas yang rusak akibat tertimpa material longsor di SDN 3 Gumelem Kulon, Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah, 4 Desember 2018. Bencana longsor dan banjir melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, dan Cilacap, pascahujan deras yang terjadi pada 3 Desember 2018 sore hingga 4 Desember pagi. (Foto: Antaranes.com/Idhad Zakaria)

SEMARANG, SATUHARAPAN.COM – Gubernur Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengajak semua pihak untuk peduli dan mengerti terhadap ancaman bahaya maupun risikonya mengingat wilayahnya berada di daerah bencana. Ganjar menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana se-Jawa Tengah pada Rabu (13/2) di Kantor Gubernur, Semarang.

Ganjar mengingatkan wilayah Jawa Tengah dijuluki supermarket bencana. “Siapa saja dapat belajar bencana apa saja, ada di wilayahnya. Kita punya gunung berapi yang banyak, punya sungai yang sangat banyak, punya laut. Dan di sisi lain, selalu ada evolusi bumi yang terjadi di mana ada yang disebut bencana,” kata Ganjar di hadapan jajaran TNI/Polri, BPBD se-Jawa Tengah, perangkat daerah terkait, serta media massa, seperti dilaporkan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, dan dilansir bnpb.go.id.

“Mulai dari mitigasi kita mesti paham, kita berada di daerah mana, dan benar ketika kita merencanakan suatu pembangunan sering kali abai, terutama pada tata ruang,” Ganjar menambahkan.

Pada 2018, 582 Kejadian Bencana di Provinsi Jawa Tengah

Senada dengan Gubernur, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Doni Monardo menegaskan mitigasi dan pengurangan risiko bencana harus serius dilakukan sejak awal.

“Kita harus bisa menyusun rencana jangka panjang karena peristiwa alam akan berulang. Baik itu tahunan, lima tahunan, seratus tahunan dan seterusnya. Kita tidak boleh egois, pikirkan juga generasi mendatang,” ujar Doni.

“Bangsa ini akan menjadi bangsa besar apabila generasi sekarang mampu berkorban untuk generasi mendatang.”

Doni mengilustrasikan sumber-sumber bencana dari ulah manusia seperti penambangan liar, pembuangan limbah berbahaya yang tidak memperhatikan lingkungan, perambahan hutan, maupun pemanfaatan lahan yang tidak tepat.

Selain itu, Doni juga menambahkan bahwa sumber bencana lain yaitu bersumber dari peristiwa alam.

Menghadapi ancaman bencana, pihaknya menekankan pada beberapa komponen utama. Kerja sama dan sinergi multipihak antara pakar atau akademisi, dunia usaha, pemerintah, masyarakat, dan media, perlu pelibatan secara nyata.

Pada arahan 2 Februari lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan mengenai pelibatan akademisi dan pakar-pakar kebencanaan untuk meneliti, mengkaji, dan menganalisis potensi bencana, dan titik-titik mana yang sangat rawan bencana. Di samping itu, pendekatan metode dan nilai luhur bangsa yang mendukung kerja sama dan sinergi tadi. Berkaitan dengan hal tersebut, Doni secara khusus mengajak para Komandan Kodim untuk melibatkan berbagai pihak di wilayahnya.

Sementara itu, melihat potensi ancaman bahaya di Provinsi Jawa Tengah, fenomena seperti aktivitas vulkanik, kegempaan, dan tsunami, menjadi perhatian dalam rapat koordinasi. Hadir pada rapat tersebut, Kepala BPPTKG Hanik Humaida, Pusgen Gayatri Indah Marliyani, dan Peneliti BPPT Widjo Kongko.

Sepanjang tahun 2018, BNPB mencatat 582 kejadian bencana terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Bencana hidrometeorologi seperti puting beliung, tanah longsor dan banjir dominan terjadi di provinsi ini. Wilayah administrasi yang sering terdampak bencana antara lain Cilacap, Wonogiri, dan Magelang. Sejumlah kejadian bencana tersebut menyebabkan 45 jiwa meninggal dan lebih dari 1,7 juta jiwa mengungsi dan terdampak.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home