Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 12:48 WIB | Rabu, 06 Januari 2016

Pegawai Pajak Resah Tunjangan Bakal Dipotong 20 Persen

Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo. (Foto: Dok. satuharapan.com/Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pegawai Direktorat Jenderal Pajak hari-hari belakangan ini ditengarai mengalami kegalauan. Ini terjadi karena realisasi penerimaan pajak 2015 diperkirakan hanya Rp 1.055 triliun, atau hanya  81,5 persen dari target yang sebesar 1.294,25 triliun.

Sesuai dengan kesepakatan antara Dirjen Pajak (yang telah mengundurkan diri), Sigit Priadi Pramudito,  dengan Presiden Joko Widodo pada April lalu, apabila target hanya tercapai 80 persen hingga 85 persen, tunjangan kinerja akan dipotong 20 persen atau hanya akan menerima tunjangan kinerja sebesar 80 persen.

Tak ayal, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, mengungkapkan kegalauan pegawai Ditjen Pajak tersebut.

"Sesuai Peraturan Presiden Nomor 37/2015, jika pencapaian target pajak antara 80 persen - 90 persen, tunjangan kinerja di 2016 akan dipotong 20 persen. Skema insentif seperti ini memang anomali yang ajaib dan sulit ditemukan padanannya. Saya bisa membayangkan kegundahan teman-teman Fiskus, yang meski legawa tapi bisa dipahami jika masih menyimpan asa, bahwa akan ada kebijakan lain yang bijaksana. Jujur saja, bahkan ada sebagian pegawai yang hampir tak menikmati kenaikan dari sebelumnya akibat konsekuensi kebijakan ini," kata Yustinus, dalam surat terbuka yang ia sampaikan kepada Presiden Jokowi dan dikirimkan melalui pesan elektronik kepada satuharapan.com, hari ini (6/12).

Menurut Yustinus, pemotongan ini merupakan konsekuensi peraturan dan kesepakatan. Dulu Dirjen Pajak  menyebutnya  sebagai vitamin.

"Bapak Presiden sudah sangat baik karena memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan para pegawai dengan memberi vitamin. Dengan logika yang sama, jika beban pekerjaan lebih berat seharusnya asupan vitamin dan gizi diimbuhi, bukan justru dikurangi. Harap dimaklumi pula jika ada pihak - termasuk saya - yang menganggap kenaikan tunjangan kinerja ini sebagai penyesuaian atas tunjangan yang sejak 2007 tak pernah naik, padahal inflasi menggerus bertubi-tubi," tulis Yustinus.

Oleh karena itu, Yustinus berharap ada cara yang bisa ditempuh sehingga tunjangan kinerja tersebut tidak dikurangi. Ia meminta agar Jokowi mempertimbangkan solusi lain agar kesejahteraan para pegawai pajak dipertahankan, termasuk pegawai Kementerian Keuangan di unit lain disesuaikan.

Salah satu cara yang ia usulkan adalah agar tunjangan kinerja tersebut diubah menjadi tunjangan kerja. "Lalu  dibuat indikator-indikator pencapaian yang lebih terukur, objektif, dan fair," tulis Yustinus.

Alasan Yustinus adalah karena pegawai pajak telah bekerja keras untuk mengamankan penerimaan negara.

"Mereka toh bekerja, berjibaku mengisi kas negara mencapai Rp 1.240 triliun, mengamankan belanja, serta mencermati tiap gerak angka sehingga APBN aman," tambah dia.

Omong Kosong

Pendapat berkebalikan disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati. Menurut dia, realisasi penerimaan pajak 2015 itu menciptakan kekurangan sebesar  Rp 239 triliun dari target yang dipatok. Padahal pemerintah berjanji kekurangan setoran pajak tidak melebihi Rp 195 triliun di akhir tahun ini.

"Rekor karena mencapai Rp 1.000 triliun lebih, omong kosong, yang benar lihat shortfall lebih dari Rp 200 triliun, target tidak tercapai. Shortfall terbesar sepanjang sejarah," tegas Enny kepada liputan6.com.

Menurutnya, kekurangan itu justru menandakan bentuk pengelolaan keuangan yang buruk. Apalagi pada saat yang sama utang pemerintah membengkak. "Utang 2015 juga paling tinggi," ujarnya.

Data INDEF menunjukkan sepanjang Januari hingga November 2015 utang pemerintah bertambah Rp 466,04 triliun atau naik 17,86 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Realisasi utang ini membengkak hampir dua kali lipat jika dibandingkan 2014, yang juga lebih tinggi 9,82 persen dari 2013 atau sebesar Rp 233,2 triliun. Sementara total utang pemerintah pusat hingga November 2015 menembus Rp 3.074,82 triliun.

Tunjangan Menggiurkan

April lalu, pegawai Ditjen Pajak memang seperti mendapat durian runtuh. Presiden Joko Widodo menaikkan tunjangan kinerja berlipat ganda, berkisar 70 persen hingga 240 persen. Dirjen Pajak sebagai pejabat tertinggi mendapat tunjangan Rp 117 juta per bulan.

Tunjangan kinerja diberikan setiap bulan di luar gaji pokok serta tunjangan jabatan. Tunjangan paling besar diterima oleh Dirjen Pajak sebesar Rp 117.375.000, sedangkan renumerasi terendah sebesar Rp 5,36 juta.

Selengkapnya adalah sebagai berikut:

  • Pejabat Struktural (Eselon I) Rp 117.375.000
  • Pejabat Struktural (Eselon I) Rp 99.720.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon I) Rp 95.602.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon I) Rp 84.604.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon II) Rp 81.940.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon II) Rp 72.522.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon II) Rp 64.192.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon II) Rp 56.780.000.
  • Pranata Komputer Utama Rp 42.585.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon III) Rp 46.478.000.
  • Pejabat Struktural (Eselon III) Rp 42.058.000.
  • Pemeriksa Pajak Madya Rp 34.172.125.
  • Penilai PBB Madya Rp 28.914.875.
  • Pejabat Struktural (Eselon III) Rp 37.219.800.
  • Pranata Komputer Madya Rp 27.914.850.
  • Pejabat Struktural (Eselon IV) Rp 28.757.200.
  • Pemeriksa Pajak Muda Rp 25.162.550.
  • Penilai PBB Muda Rp 21.567.900.

Namun, diberikan juga punishment. Jika penerimaan pajak hanya tercapai 90 persen hingga 95 persen, remunerasi hanya 90 persen. Jika target pajak hanya 90 persen-85 persen, tunjangan dikurangi 15 persen atau hanya 85 persen. Jika hanya tercapai 80 persen hingga 85 persen, potongan tunjangan 20 persen atau hanya diterima 80 persen. Dan jika realisasi hanya 70 persen hingga 80 persen, tunjangan disunat sampai 50 persen.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani, sebelum ini mengatakan tunjangan pegawai Ditjen Pajak siap dipotong. "Remunerasi siap dipotong sesuai Peraturan Presiden. Tapi menunggu realisasi penerimaan, masih ada waktu bertempur sampai 31 Desember," kata dia, kepada sejumlah media 29 Desember lalu.

Menurut Plt Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi  renumerasi tertinggi di Ditjen Pajak pada 2015 sebesar Rp 117,37 juta akan menjadi Rp 93,9 juta pada 2016.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home