Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 11:52 WIB | Jumat, 10 Juli 2015

Peka pada Prioritas bagi Bangsa

Pesawat Hercules A-1310 terbakar saat jatuh di sebuah kompleks perumahan Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, Selasa (30/6). Pesawat yang membawa sekitar 12 awak pesawat jatuh sekitar pukul 11.00 WIB siang. (Foto: GK)

SATUHARAPAN.COM – Dalam beberapa pekan ini kita menyaksikan berita yang memilukan dan tiodak mengenakkan, di antaranya kasus pembunuhan Engeline dan kekerasan pada anak,  jatuhnya pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara di Medan, serta berbagai masalah ekonomi.

 Kasus pembunuhan bocah delapan tahun di Bali yang tentu berkaitan dengan masalah adopsi yang dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi, dan jatuhnya pesawat Hercules tampaknya terkait dengan dana dan perawatan alat pertahanan negara yang tua.

Di sisi lain, politik anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) antara lain sibuk membahas dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar untuk setiap anggota Dewan yang dikatakan akan digunakan untuk pembangunan di daerah pemilihan mereka. Ini berarti dalam tahun 2016 akan diambil sebesar Rp 11,2 Triliun untuk dana aspirasi itu.

BACA JUGA :                                            

Meskipun banyak pihak yang menolak, bahkan diingatkan akan mengganggu sistem pemerintahan di mana pembagian fungsi legislatif dan eksekutif menjadi kacau,  gagasan itu terus didorong untuk disetujui.

Dari dua hal ini terlihat kontras yang mencolok, di mana satu sisi menghadapai keterbatasan anggaran seperti untuk memperbarui alat pertahahan, dan juga dana untuk kesejahteraan anak. Sebab, kasus Engeline haruslah dimaknai sebagai bagian dari fenomena puncak gunung es dari masalah kesejahteraan, khususnya untuk anak-anak.

Indonesia harus mengakui bahwa adanya masalah anak terlantar, mereka yang ‘’dipaksa hidup di jalan-jalan, dan terbatasnya fasilitas dasar bagai mereka - kesehatan dan pendidikan. Selain membutuhkan program dengan strategi yang handal, diperlukan biaya yang besar sebagai tanggung jawab negara terhadap masalah kesejahteraan anak.

Dan kita melihat kontras yang mencolok di mana Dewan membahas dana yang penggunaannya bisa tak terkontrol dan tak terarah di tengah bangsa ini menghadapi banyak masalah keuangan, termasuk untuk kesejahteraan rakyat.

Selain dana aspirasi yang ganjil, ironi juga terjadi di mana banyak sumber pendanaan hilang akibat kinerja buruk selama ini, seperti kerugian akibat ilegal fisshing yang mencapai  ratusan triliun rupiah. Demikian juga dengan penyelundupan berbagai barang dari luar yang kerugiannya juga mencapai ratusan triliun rupiah.

Mengusulkan dana aspirasi, dan sebelumnya sempat ada usulan menaikkan dana parpol sampai sepuluh kali lipat, adalah demonstrasi yang vulgar tentang ketidak pekaan pada situasi yang kita hadapi sebagai bangsa seperti di atas.

Dewan sebalai lembaga legislasi yang menjalankan fungsi pengawasan dan perencanaan anggaran lebih sering tampil sebagai oposan pemerintah. Dewan kurang memposisikan sebagai mitra pemerintah. Dari dewan banyak muncul kritik dan usulan yang miskin solusi bagi masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa. Hal-hal ini pada akhirnya mengundang dugaan adanya kepentingan pribadi dan kelompok semata dalam berbagai sikapnya.

Masalahnya terletak pada kurang peka terhadap mana yang harus menjadi prioritas bagi bangsa ini untuk merespons situasi yang dihadapi dan membangun masa depan bangsa yang terencana. Jika ini terjadi, tentu tidak harus ada ironi muncul usulan dana aspirasi, sementara militer kita mempertahankan negara dengan peralatan tua, dan kita menyaksikan masih banyak anak-anak yang terlantar, tetapi kita kehilangan banyak sumber dana akibat kriminal yang meraja lela, termasuk korupsi.

Kondisi sekarang menuntut pemerintahan, baik leguislatif, yudikatif dan eksekutif untuk lebih peka pada situasi bangsa, terutama dalam mengefektifkan anggaran. Pemerintahan juga perlui untuk lebih antisipatif ketimbang reaktif atas situasi yang berkembang makin dinamis. Dan dalam konteks ini hubungan lembaga negara  semestinya lebih sebagai mitra, tetimbang rival yang menimbulkan guncangan.

Hal itu telah menjadi kebutuhan, dan oleh Presiden Joko Widodo diungkapkan dalam pertemuan dengan pengelola dan pemimpin redaksi media beberapa hari lalu. Kunci mengatasi ghal itu adalah stabilitas politik dan keamanan serta pembangunan infrastruktur yang memberi pondasi pembangunan ekonomi dan bagi kesejahteraan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home