Loading...
SAINS
Penulis: Wim Goissler 19:13 WIB | Rabu, 05 April 2017

Pelapor Khusus PBB Beberkan Rintangan Layanan Kesehatan di RI

Pelapor Khusus PBB untuk hak atas kesehatan, Dainius Puras (Foto: Wim Goissler)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Indonesia telah menghasilkan berbagai pencapaian di bidang layanan kesehatan.

Negara ini juga memiliki sejumlah rencana ambisius.

Namun rintangannya juga banyak, dan itu menjadi fokus perhatian Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), mengenai hak atas kesehatan, Dainius Puras.

Puras mengatakan hal itu dalam laporan Hasil Pengamatan Pendahuluan-nya sepanjang sembilan halaman, yang ia sampaikan pada konferensi pers  pada Senin (04/05) dan salinan lengkap resminya diterima oleh satuharapan.com hari ini (05/04).

Ada pun laporan final yang resmi akan diserahkan kepada Dewan HAM PBB pada Juni 2018.

Puras mengatakan Indonesia telah memfokuskan pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya hingga tahun 2025 pada pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial. Ia juga mencatat  komitmen kuat terhadap kebijakan kesehatan umum.

“Indonesia telah menghasilkan pencapaian-pencapaian penting dalam memperbaiki status kesehatan penduduknya,” kata Profesor di Universitas Vilnius, Lithuania itu.

Lebih jauh ia mengatakan bahwa “Sektor kesehatan di Indonesia telah dikembangkan dengan fokus yang kuat pada layanan primer dan akses universal yang ditujukan kepada sektor-sektor bagi mereka yang lebih miskin.”

Kendati demikian, ia juga melihat meningkatnya ketidaksetaraan serta meningkatnya bentuk-bentuk diskriminasi. Ini terjadi akibat pertumbuhan ekonomi yang melemah, penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan yang melambat dan berkontribusi pada khususnya di antara kelompok-kelompok.

Lebih jauh, ia mengatakan ketersediaan, akses, dan kualitas layanan kesehatan masih menjadi tantangan di negara yang penduduknya tersebar tersebar di ribuan pulau dan daerah terpencil. 

“Banyak rintangan yang masih ditemui, terkait hukum dan penegakannya, untuk merealisasikan hak-hak atas kesehatan seksual dan reproduksi, hal ini mengakibatkan para perempuan, dan berbagai kelompok lain mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.”

Antara lain ia menyebut HIV-AIDS yang terkonsentrasi di antara para populasi kunci yang terdampak, dan juga suku Papua, yang masih menghadapi stigma dan diskriminasi, termasuk di tempat layanan kesehatan.

Di bagian lain catatannya, ia mengatakan Indonesia membuat komitmen berani dengan mengembangkan sistem asuransi kesehatan universal dengan pembayar-tunggal dan untuk mencapai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi seluruh penduduk pada tahun 2019.

“Ini adalah rencana yang sangat ambisius yang akan dilakukan, karena mencapai cakupan kesehatan universal dan pindah dari fragmentasi dalam layanan kesehatan menjadi sistem universal yang menjadi solusi terbaik dalam upaya menuju realisasi hak atas kesehatan dan Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan,” kata dia.

Secara tidak langsung ia memuji kepemimpinan Presiden Joko Widodo dengan mengatakan “bahwa pemimpin negara ini memahami hubungan intrinsik antara pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif serta perlunya berinvestasi dalam hak atas kesehatan dan layanan kesehatan yang adil.”

Kendati demikian, dalam laporan finalnya nanti, Puras mengatakan ia akan banyak menyoroti isu-isu penting yang masih menjadi rintangan bahkan tantangan RI.

“Walaupun ada banyak pertanyaan manajerial dan ekonomi yang harus diatasi dalam sistem saat ini, dalam laporan saya nanti saya akan menyoroti isu-isu penting lainnya yang tidak boleh diabaikan oleh para pembuat kebijakan. Ini adalah prinsip-prinsip non-diskriminasi, akuntabilitas, partisipasi, dan pemberdayaan, surat persetujuan, dan perlunya untuk melangkah melampaui model biomedis sehingga tersedia layanan yang holistik, adil, dan etis bagi para peserta BPJS..” kata dia.

Ia menegaskan fokus untuk menjangkau rakyat miskin dan mengatasi ketiadaan dana serta mengurangi banyaknya pengeluaran  biaya tidak boleh mengurangi perhatian yang diberikan pada tantangan-tantangan sistemis yang berasal dari pola-pola diskriminasi dalam bentuk lain seperti suku, jenis kelamin, agama, kelahiran, disabilitas fisik dan mental, status kesehatan (termasuk HIV/AIDS), orientasi seksual dan identitas gender, dan juga status hukum.

Ia juga menyoroti bahwa kepercayaan timbal balik di antara semua peserta JKN, termasuk masyarakat, pembuat kebijakan, organisasi masyarakat sipil, dan penyedia layanan milik pemerintah dan swasta, adalah elemen penentu keberhasilan.

Ini merupakan obat terbaik untuk melawan penipuan, korupsi, diskriminasi, dan stigma, serta beragam disparitas dan ketidakseimbangan di dalam sistem layanan kesehatan.

Puras menyarankan agar alokasi anggaran nasional untuk kesehatan ditingkatkan dan mengurangi pembayaran dari kantong sendiri. 

“Namun, investasi yang terus meningkat untuk layanan kesehatan hanya dapat dipahami bila sistemnya efisien dan juga transparan, ramah, dan responsif kepada mereka yang menggunakannya.”

Agar sistem layanan kesehatan menjadi efisien, sambung dia, maka investasi yang berkelanjutan dalam layanan kesehatan primer harus menjadi prioritas.

“Sistem layanan kesehatan primer, dengan hampir 10.000 puskesmas adalah jaringan infrastruktur yang mengesankan dan perlu didukung supaya sebagian besar kondisi kesehatan dapat dikelola secara efektif di tingkat layanan primer dan hanya kasus-kasus kompleks yang dirujuk ke spesialis dan rumah sakit.”

Penyedia layanan primer dan sistem BPJS, kata dia, tidak hanya harus melayani rakyat miskin tetapi juga harus memenangkan kepercayaan sektor-sektor masyarakat yang lebih berpengaruh. Ini merupakan prakondisi penting bagi sistem layanan kesehatan universal agar tetap berkelanjutan.

Yang terakhir namun tidak kurang pentingnya, kata dia, adalah investasi substansial dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kerja kesehatan.

"Indonesia berada dalam jalur yang benar untuk mengembangkan sistem layanan kesehatan yang adil dan berkesinambungan berdasarkan cakupan kesehatan universal. Untuk mencapai target ambisius ini maka kesenjangan dan tantangan yang dihadapi untuk pemenuhan hak atas kesehatan perlu diidentifikasi dan diupayakan dengan cara yang komprehensif.  Saya akan menjelaskan lebih lanjut mengenai kesenjangan dan tantangan tersebut serta cara-cara untuk mengatasinya dalam laporan saya," kata dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home