Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 19:22 WIB | Rabu, 24 Agustus 2016

Pemberian Remisi Koruptor Harus Lihat Konteks Hukum

Ilustrasi. Dua aktivis saat mengenakan topeng berwajah para koruptor yang diduga akan dibebaskan secara bersyarat oleh Menteri Hukum dan HAM yang tidak sesuai dengan perjuangan memberantas korupsi di Indonesia. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi mengatakan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak hanya melihat satu sisi saja.

“Harus dipisahkan antara koruptor sebagai sebuah kejahatan dan person-nya yang telah dijatuhi hukuman dan masuk ke Lembaga Pemasayarakatan menjadi warga binaan,” kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakata Pusat, hari Rabu (24/8).

Hal ini, kata Taufiq terkait pemberian remisi kepada lebih kurang 400 napi yang di antaranya adalah Nazaruddin dan Gayus. Hal tersebut kemudian menjadi polemik karena rencana revisi PP ini dianggap meringankan hukuman bagi para koruptor.

Taufiq mengatakan saat telah dijatuhi hukuman dan dimasukkan ke rutan, mereka sudah menjadi warga binaan negara. Maka seberat apapun hukumannya selaku warga negara, mereka memiliki hak untuk mendapatkan remisi dari negara apabila berkelakuan baik selama masa hukuman.

“Sehingga kepada warga binaan ini tidak hanya dikenakan punishment tetapi juga ada reward bagi mereka yang (pernah) bersalah. Jika tidak ada, saya rasa kurang adil, kalau begitu buat apa ada namanya pembinaan dalam penjara tersebut,” kata dia.

Apalagi, kata politisi NasDem ini, dalam konteks hukum saat ini sangat berbeda dengan penerapan hukum sebelumnya.

“Saat ini kita memasuki masa hukum neo classic, terutama dalam pembahasan DPR dalam revisi UU KUHP di Senayan, di mana pemberian sanksi itu merupakan upaya pembinaan yang dilakukan oleh negara bukan lagi diartikan balas dendam terhadap kejahatannya,” kata dia.

Menurut Taufiq, perspektif dari pegiat antikorupsi yang memandang agenda revisi PP tersebut untuk mempermudah jalannya keringanan hukuman bagi koruptor, tidaklah sepenuhnya benar.

“Remisi ini bukanlah suatu barang diharamkan dan hal yang wajar diberikan negara kepada warganya. Itu merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia,” kata dia.

Namun, Taufiq mengingatkan, agar tidak menimbulkan polemik dalam pemberian remisi, pemerintah perlu hati-hati, khususnya kepada koruptor kelas kakap.

“Saya kira kepada Nazaruddin dan Gayus seharusnya tidak perlu cepat diberikan remisi karena mereka saat ini masih kontroversial di mata publik,” katanya.                  

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home