Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 19:41 WIB | Selasa, 28 Juni 2016

Pemerintah Diminta Pertimbangkan Kebijakan Pungutan Cukai Baru

Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha dalam diskusi media "Cukai Plastik Kemasan Minuman, Solusi Tepat?" di kantor Kadin Indonesia, Jakarta, hari Selasa (28/6). (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha, meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya sebelum menetapkan pungutan cukai baru.

Menurutnya, pemerintah perlu memfasilitasi para pemangku kepentingan sebelum memutuskan kebijakan cukai baru.

"Pemerintah perlu memfasilitasi adanya diskusi publik yang cukup, melibatkan semua pemangku kepentingan sebelum memutuskan kebijakan cukai," kata Eugenia dalam diskusi media "Cukai Plastik Kemasan Minuman, Solusi Tepat?" di kantor Kadin Indonesia, Jakarta, hari Selasa (28/6).

Menurut Eugenia, ekstensifikasi (perluasan) cukai kemasan botol dan gelas plastik minuman dapat meningkatkan pendapatan cukai pemerintah. Namun di sisi lain, menurunkan disposable income rumah tangga, menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan penjualan.

Selain itu, lanjut Eugenia, penurunan penjualan perusahaan menyebabkan setoran pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan kepada pemerintah berkurang. Apabila penurunan setoran PPN dan PPh Badan lebih besar daripada tambahan penerimaan cukai, maka pemerintah mengalami kerugian.

Kerugian Rp 528 Miliar

Pemerintah diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar Rp 528 miliar jika memberlakukan pengenaan cukai pada plastik kemasan minuman.

Hal itu berdasarkan simulasi perhitungan yang dilakukan oleh Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) bekerja sama dengan peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia terkait dampak ekonomi terhadap pengenaan cukai untuk kemasan plastik minuman.

Menurut perhitungan, apabila asumsi pengenaan cukai untuk setiap kemasan gelas dikenakan Rp 50 dan untuk kemasan botol sebesar Rp 200 dinilai akan menurunkan permintaan minuman dalam kemasan sebesar Rp 10,2 triliun per tahun.

Sementara dalam satu tahun pemerintah diperkirakaan memperoleh penerimaan cukai sebesar Rp 1,9 triliun. Akan tetapi akibat turunnya penerimaan dari PPN dan PPh Badan pemerintah justru akan kehilangan penerimaan hingga Rp 2,4 triliun.

Hal ini akan terjadi selisih antara penerimaan cukai dengan turunnya penerimaan PPN dan PPh Badan sebesar Rp 528 miliar.

Dalam Kajian

Sebelumnya pemerintah mewacanakan memperluas barang kenai cukai (BKC) terhadap plastik kemasan. Kementerian Keuangan sedang mengkaji untuk pengenaan cukai terhadap kemasan plastik pada botol minuman sebagai ekstensifikasi cukai mengingat masih minimnya obyek BKC.

"Indonesia masih minim terhadap barang kena cukai. Kami sedang mengkaji cukai terhadap kemasan plastik, namun belum ada tarif yang ditentukan," kata Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Nasrudin Joko pada seminar di Jakarta, hari Selasa (12/4) seperti dikutip Antara.

Nasrudin mengatakan Kementerian Keuangan dan DPR mendorong adanya ekstensifikasi pajak dari sejumlah barang yang termasuk dalam kriteria prioritas usulan BKC baru.

Menurutnya, Indonesia masih tergolong minim dalam pengenaan cukai, yakni masih bergantung pada penerimaan dari tembakau.

Jika dibandingkan negara tetangga di ASEAN, contohnya Thailand, sejumlah komoditasnya dikenakan cukai, mulai dari minuman beralkohol dan non beralkohol, bensin, sepeda motor, bahkan diskotik dan hiburan malam yang merupakan komoditas andalan pariwisata negara tersebut.

Oleh karenanya, pengenaan kemasan plastik botol minuman dinilai dapat meningkatkan penerimaan cukai selain dari tembakau, etil alkohol, minuman beralkohol dan minuman keras.

Selain itu, pengenaan cukai pada botol minuman plastik dapat menjaga kelestarian lingkungan dan menurunkan konsumsi plastik pada masyarakat.

Kebutuhan plastik di Indonesia pada 2015 tercatat mencapai 3 juta ton. Dengan pertumbuhan 7 persen, kebutuhan plastik 2016 diperkirakan mencapai 3,2 juta ton.

Terkait besaran tarif cukai, Nasrudin menjelaskan akan menggunakan tarif spesifik serta ada pengecualian terhadap botol plastik yang tidak dikenakan cukai.

"Tarifnya spesifik bukan persennya. Misalnya per botol berapa. Tergantung (tarif) botol besar atau botol galon mungkin tidak (dikenakan). Semua (botol plastik) pasti dikenakan tapi ada yang diberi pengecualian," kata Nasrudin.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home