Loading...
EKONOMI
Penulis: Bayu Probo 08:28 WIB | Jumat, 03 Januari 2014

Pemerintah Diminta Tambah Elpiji 3 Kg Pascakenaikan

Pekerja menata tabung gas elpiji 12kg di salah satu agen gas elpiji, Kelurahan Panggung, Tegal, Jateng, Kamis (2/1). Sejak Pertamina menaikan harga gas elpiji 12 Kg per tanggal 1 Januari 2014 dari Rp 85 ribu per tabung menjadi Rp 135 ribu per tabung, berdampak dua hari terakhir penjualan gas elpiji 12 kg di sejumlah agen menurun hingga 35 persen, dari 400 tabung per hari menjadi 150 tabung per hari. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat energi dari ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto meminta pemerintah menambah pasokan elpiji (LPG–liquid petroleum gas)  subsidi 3 kg pascakenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg.

“Pemerintah sebaiknya menambah suplai elpiji 3 kg sebagai antisipasi potensi kelangkaan akibat kemungkinan beralihnya sebagian pengguna elpiji 12 kg ke 3 kg,” katanya di Jakarta, Kamis (2/1).

Namun demikian, lanjutnya, pemerintah dan PT Pertamina (Persero) tetap mesti lebih memperketat pengawasan untuk menekan migrasi 12 kg ke 3 kg.

Menurut dia, tambahan subsidi sebagai konsekuensi tambahan pasokan elpiji 3 kg tidak masalah, karena kenaikan harga dimaksudkan untuk mengurangi kerugian Pertamina yang 100 persen sahamnya dimiliki pemerintah.

“Bagi pemerintah jadinya seperti keluar dan masuk kantong yang berbeda saja,” katanya.

Namun, dengan mekanisme subsidi tersebut akan lebih memberikan kejelasan pengaturan dan tata niaga elpiji.

“Menjadi lebih jelas dan tidak selalu berlarut-larut dengan permasalahan yang sama yakni ada produk yang disubsidi dan ada yang tidak,” ujarnya.

Demikian pula, tambahnya, kalau pemerintah tidak menyetujui kenaikan harga elpiji 12 kg, maka kompensasinya pengurangan deviden Pertamina.

“Sama saja kantong kiri dan kanan juga,” katanya.

Pri mengatakan, kenaikan harga elpiji 12 kg merupakan aksi korporasi, mengingat statusnya sebagai komoditas nonsubsidi yang dikonsumsi kalangan menengah atas.

Dengan demikian, Pertamina sebagai badan usaha, berhak menetapkan harga sesuai kepentingan bisnis.

Sementara, untuk masyarakat bawah dan usaha mikro, pemerintah menyediakan elpiji 3 kg bersubsidi yang harganya lebih murah.

Namun, tambah Pri, Kementerian ESDM tetap perlu memberikan kepastian apakah kenaikan harga tersebut disetujui atau tidak.

“Jika tidak ada sikap atau penjelasan resmi dari pemerintah, maka dapat dikatakan secara tidak langsung pemerintah telah memberikan persetujuan,” katanya.

Sebagai konsekuensi dan antisipasinya, maka pemerintah mesti mengatur agar kenaikan di tingkat konsumen tidak melebihi yang telah ditetapkan.

Pertamina per 1 Januari 2014 menaikkan harga elpiji nonsubsidi tabung 12 kg sebesar 68 persen untuk mengurangi kerugian bisnis bahan bakar nonsubsidi yang rata-rata Rp 6 triliun per tahun.

Harga elpiji sampai di pangkalan yang sebelumnya Rp 5.850 per kg naik Rp 3.959 menjadi Rp 9.809 per kg.

Dengan demikian, per tabung 12 kg, harganya naik dari Rp 70.200 menjadi Rp 117.708 per tabung.

Setelah ditambah biaya distribusi dan pengisian elpiji, maka harga elpiji di tingkat konsumen menjadi Rp 130.000-Rp 140.000 per tabung.

Besaran kenaikan di tingkat konsumen itu akan bervariasi berdasarkan jarak stasiun elpiji ke titik serah lalu ke konsumen.

Pertamina menghitung setelah kenaikan harga maka kerugian bisa ditekan menjadi sekitar Rp 2 triliun.

Harga pokok elpiji terutama ditentukan harga pembelian sesuai pasar dan nilai tukar rupiah.

Saat ini, harga pokok sudah mencapai Rp 10.785 per kg.

Dengan harga jual setelah kenaikan Rp 9.809 per kg, maka Pertamina masih menanggung kerugian sekitar Rp 2.000 per kg.

Pada 2013, Pertamina rugi Rp 5,7 triliun.

Kenaikan harga elpiji merupakan tindak lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebutkan kerugian bisnis elpiji nonsubsidi pada 2011-Oktober 2012 sebesar Rp 7,73 triliun sebagai kerugian negara.

Pertamina telah melaporkan kenaikan harga kepada Menteri ESDM sesuai amanat Pasal 25 Permen ESDM No 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji.

BUMN migas itu telah mengembangkan sistem monitoring penyaluran elpiji 3 kg (simol3k) yang akan mengatasi kekhawatiran migrasi konsumen 12 kg ke 3 kg pascakenaikan.

Sistem telah diimplementasikan secara bertahap di seluruh Indonesia mulai Desember 2013.

Dengan adanya sistem itu, maka Pertamina dapat memonitor penyaluran elpiji 3 kg hingga level pangkalan berdasarkan alokasi daerahnya.

Agar Segera Operasi Pasar Elpiji

Pertamina agar segera melakukan operasi pasar elpiji guna mencegah terjadinya kelangkaan di wilayah Sumatera bagian Selatan menyusul naiknya harga elpiji 12 kilogram per 1 Januari 2014.

“Pertamina harus melakukan operasi pasar untuk mencegah terjadinya kelangkaan, akibatnya harga elpiji 12 kilogram naik per 1 Januari 2014,” kata Penasihat DPD Hiswanamigas Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel), Junaidi Ramli di Palembang, Kamis.

Menurut dia, Pertamina supaya melakukan operasi pasar elpiji baik tabung isi 12 kilogram maupun tabung isi tiga kilogram.

Ia mengatakan, dengan dinaikkannya harga elpiji 12 kilogram per 1 Januari 2014 itu, maka elpiji tabung tiga kilogram terjadi kelangkaan.

Sebenarnya elpiji itu sudah mulai menghilang pada pertengahan Desember 2013, tetapi puncaknya sekarang ini, sejak dinaikkannya elpiji 12 kilogram, ujar Junaidi yang juga anggota DPRD Sumatera Selatan tersebut.

Ia menyatakan, kalau dirinya secara pribadi menolak kenaikan harga elpiji 12 kilogram tersebut, karena terlalu tinggi.

“Kenaikan elpiji 12 kilogram itu, imbasnya ke masyarakat umum, karena itu saya secara pribadi menolak kenaikannya,” tuturnya.

 “Terhitung mulai 1 Januari 2014 pukul 00.00 WIB, Pertamina memberlakukan harga baru elpiji nonsubsidi 12 kilogram secara serentak di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kilogram,” katanya.

Besaran kenaikan di tingkat konsumen itu akan bervariasi berdasarkan jarak stasiun elpiji ke titik serah (supply point). (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home