Loading...
EKONOMI
Penulis: Ignatius Dwiana 23:36 WIB | Sabtu, 02 November 2013

Pemerintah Harus Tegas dalam Konferensi WTO Bali

Aksi demonstrasi menolak WTO. (Foto: dari Citizens Trade)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke sembilan Organisasi Perdagangan Dunia, World Trade Organization (WTO),  akan berlangsung di Nusa Dua, Bali pada Selasa (3/12) hingga Jum'at (6/12). Konferensi ini akan dipimpin Menteri Perdagangan Gita Wirjawan selaku Ketua Penyelenggara.

Berkaitan dengan itu, Indonesia for Global Justice (IGJ), mendesak Pemerintah Indonesia untuk tidak menukar kepentingan nasional dengan kepentingan perusahaan transnasional di dalam pertemuan KTM WTO ke sembilan itu. Hal ini dinyatakannya dalam siaran pers IGJ di Jakarta.

KTM WTO ke 9 itu akan mendorong pencapaian kesepakatan terhadap Paket Bali yang terdiri dari tiga kesepakatan penting, yaitu perjanjian Trade Facilitation, proposal pertanian G33 tentang Public Stockholding atau cadangan pangan, dan paket pembangunan Least Developed Countries (LDCs). Dalam hal ini, Indonesia sangat berkepentingan atas dua hal, yaitu perjanjian Trade Facilitation dan proposal G33.

Direktur Eksekutif IGJ Riza Damanik menyatakan, “Apa yang didorong dalam Proposal G33 bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan sektor pertanian kita, khususnya petani lokal, melalui pemberian subsidi yang tak terbatas. Sedangkan di sisi lain, perjanjian Trade Facilitation yang didorong negara maju, yang nota bene adalah kepentingan dari perusahaan-perusahaan transnasional, hendak membuka pintu impor selebar-lebarnya ke pasar domestik kita”.

Berdasarkan pengamatan IGJ, pangan nasional hari ini sangat bergantung pada impor. Hal ini terlihat dari peningkatan tajam nilai impor pangan nasional sejak 2009 yang hanya sebesar 5,94 milyar dolar Amerika Serikat menjadi sebesar 12,05 milyar dolar Amerika Serikat pada 2012. Hal ini akan semakin menghancurkan sektor pertanian nasional.

Selain itu, pembukaan pintu impor tanpa batasan akan semakin meningkatkan defisit perdagangan nasional dimana per Januari hingga Agustus 2013 mencapai -5,53 milyar dolar Amerika Serikat. Bahkan juga sangat berpotensi kepada penurunan kinerja ekspor nasional yang hingga Agustus 2013 telah turun sebesar 12,77%.

“Pertanian adalah kepentingan nasional yang tidak bisa ditawar. Maka, pilihannya adalah dengan membiarkan perundingan berakhir buntu dan keluar dengan skema membangun sistem ekonomi multilateral baru bukan WTO. Atau, Indonesia akan buntung”, tegas Riza.

Ketegasan Pemerintah Indonesia dalam menetapkan posisi diplomasi dalam KTM WTO ke sembilan di Bali nanti akan menjadi penentu bagi penyelamatan perekonomian nasional dari liberalisasi perdagangan dunia yang memiskinkan rakyat.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home