Loading...
MEDIA
Penulis: Reporter Satuharapan 11:04 WIB | Jumat, 15 Desember 2017

Pemerintah Myanmar Tahan Dua Wartawan Reuters

Ilustrasi. Wartawan Singapura, Lau Hon Meng, dan wartawan Malaysia Mok Choy Lin, keduanya dituduh menerbangkan drone secara ilegal di atas gedung parlemen. Mereka dikawal saat menghadiri persidangan di sebuah pengadilan, 10 November 2017, di Naypyitaw. (Foto: Dok satuharapan.com/voaindonesia.com)

YANGON, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Myanmar mengatakan kepolisian telah menahan dua wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, Rabu (13/12/2017).

Kedua wartawan itu sebelumnya sedang bekerja untuk membuat laporan tentang tindakan militer terhadap minoritas Muslim Roghingya di Negara Bagian Rakhine, yang telah menyebabkan hampir 650.000 orang mengungsikan diri ke Bangladesh.

Kementerian Informasi mengatakan dalam pernyataan yang dimuat di halaman Facebook-nya, kedua wartawan dan dua polisi menghadapi dakwaan di bawah Undang-undang Kerahasiaan Pejabat. Berdasarkan UU yang dikeluarkan pada 1923 saat penjajahan Inggris itu, mereka terancam hukuman penjara selama maksimal 14 tahun.

Para wartawan “memperoleh informasi secara ilegal dengan niat untuk membagikannya dengan media asing”, bunyi pernyataan, yang dilengkapi dengan foto kedua wartawan itu dengan tangan dalam keadaan diborgol.

Pernyataan menyebutkan bahwa keduanya ditahan di sebuah kantor polisi di pinggiran kota Yangon, kota utama di negara Asia Tenggara itu.

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo menghilang,  pada Selasa malam setelah mereka diundang untuk bertemu sejumlah pejabat kepolisian sambil makan malam.

Sopir Reuters, Myothant Tun, mengantar kedua jurnalis ke kompleks Batalion 8 dan sampai di tempat itu sekitar pukul 20.00. Kedua wartawan dan dua polisi kemudian memasuki sebuah restoran di sekitar daerah itu. Namun, Lone dan Oo tidak pernah kembali ke mobil.

Para pengungsi Bangladesh mengatakan gelombang pengungsian mereka dari negara dengan penduduk mayoritas beragama Buddha itu dipicu serangan balasan militer di Negara Bagian Rakhine. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut serangan itu sebagai “contoh gerakan pembersihan etnis”.

 

“Wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oe telah melaporkan peristiwa-peristiwa penting di Myanmar, dan hari ini kami ketahui bahwa mereka telah ditahan karena tugas yang mereka jalankan,” kata Stephen J Adler, Pemimpin Redaksi Reuters.

“Kami marah dengan serangan terang-terangan ini terhadap kebebasan pers. Kami meminta pihak berwenang untuk segera membebaskan mereka,” katanya.

Juru bicara untuk pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi membenarkan bahwa kedua wartawan Reuters itu ditahan.

“Tidak hanya wartawan Anda, tapi juga polisi-polisi yang terlibat dalam kasus itu,” kata juru bicara Suu Kyi, Zaw Htay.

“Kami akan menindak polisi-polisi itu serta (kedua) wartawan.”

Kedutaan besar Amerika Serikat di Yangon mengatakan dalam pernyataan yang dimuat di lamannya pada Rabu bahwa pihaknya “sangat prihatin atas penahanan yang sangat tidak biasa atas dua wartawan Reuters setelah mereka diundang untuk bertemu dengan pejabat-pejabat kepolisian di Yangon tadi malam”.

“Agar demokrasi berhasil, wartawan harus bisa menjalankan tugas mereka dengan bebas,” kata pernyataan Kedutaan AS. “Kami mendesak pemerintah (Myanmar) untuk menjelaskan penahanan ini,  serta memberikan akses kepada para wartawan.”

Misi Uni Eropa di Yangon juga menyuarakan keprihatinan mereka.

“Delegasi EU mengamati dengan cermat kasus mereka dan kami mengimbau pihak berwenang Myanmar untuk memastikan bahwa hak-hak (para wartawan) dilindungi secara penuh,” kata Uni Eropa,  dalam pernyataan yang dilansir Reuters, Kamis (1412/2017).  (Ant/rri.co.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home