Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 23:01 WIB | Kamis, 17 April 2014

Pemprov Upayakan Rebalancing Kontrak dengan Palyja

Acara Diskusi Publik: Menuju pengelolaan air yang Handal dan Terjangkau Bagi Penduduk Jakarta di Gedung Joeang 45, Jakarta Pusat, Kamis (17/4). (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Budi Karya Sumedi mengatakan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo selalu mendorong untuk membicarakan kembali (rebalancing) kontrak pengelolaan air antara Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), sebelum Jakpro mengakuisisi saham Palyja. 

Pasalnya, menurut Budi bagaimanapun juga jika kasus ini dibawa ke pengadilan, PAM Jaya sudah bisa dipastikan kalah mengingat selama ini begitu buruknya manajemen PAM Jaya maupun Palyja. Sebab itu, akuisisi saham Palyja oleh PT Jakpro sampai saat ini masih terganjal gugatan dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. 

“Kita menghargai pihak penggugat, karena ada esensi tertentu yang perlu mereka sampaikan. Sebenarnya tidak ada bedanya antara pembatalan kontrak dengan membuat kontrak baru, atau mengubah kontrak yang ada,” kata Budi terkait rebalancing kontrak, dalam acara Diskusi Publik: Menuju pengelolaan air yang Handal dan Terjangkau Bagi Penduduk Jakarta, di Gedung Joeang 45, Jakarta Pusat, Kamis (17/4).

Pemprov DKI melalui PT Jakpro akan mengakuisisi saham Palyja sebanyak 49 persen, sedangkan PT Pembangunan Jaya 51 persen. Akuisisi Palyja dilakukan untuk menyelesaikan salah satu persoalan mendasar yang berkaitan dengan masalah kebocoran air (non revenue water/NRW) yang sampai 39 persen. Budi mengklaim dengan mengakuisisi Palyja, dirinya akan mengupayakan menekan angka kebocoran itu hingga 25 persen. 

“Kebocoran itu ada dua, yaitu kebocoran teknis dan kebocoran nonteknis. Ditengarai kebocoran nonteknis ini juga lebih tinggi, yang disebabkan karena sumber daya manusia, korupsi, tidak disiplin, atau hal lainnya. Pertama kali bagaimana kita merencanakan investasi dan bersama-sama menyelesaikan masalah daerah.

Terkait dengan adanya kebocoran, Budi mengaku tidak berani menyalahkan siapapun, tetapi bisa saja ada oknum PAM sendiri atau bisa juga masyarakat. Dia melanjutkan, adanya penelitian dari Atma Jaya, rata-rata masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) lebih besar pemakaian airnya dibanding masyarakat menengah ke atas, yaitu beda pemakaiannya mencapai 50 persen lebih besar. Masyarakat menengah ke bawah sekitar 10,5-11 meter kubik per hari masing-masing rumah, sedangkan masyarakat menengah ke atas sekitar 7-8 meter kubik.

“Saya tidak akan ekstrim mengatakan Jakpro tidak mengambil keuntungan sama sekali, karena akan ada yang namanya kesejahteraan karyawan, sampai mengembangkan perusahaan juga, sehingga harus ada yang disisihkan. Investasi perusahaan akan dialokasikan Rp 1,4-3,2 triliun selama enam tahun, untuk membangun water treatment plan (WTP). Misalnya air di luar Jakarta jelek, maka biaya yang telah disisihkan tersebut digunakan untuk investasi air di sana,” urai Budi.

Subsidi silang akan tetap digunakan dalam penentuan tarif air. Namun demikian tetap diperlukan juga kesadaran masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah agar tidak seenaknya menggunakan air, setidaknya jangan lagi sampai lebih dari 10 meter kubik per hari jumlah pemakaian air per rumah. Hal itu penting menurut Budi untuk menjaga agar harga air tetap 1.050 per meter kubik.  

Budi mengklaim pernah mengusulkan dibentuk Dewan Air yang terdiri dari orang-orang yang memang peduli terhadap masalah air. Pasalnya tidak mungkin pemerintah bicara satu per satu dengan masyarakat.

“Fungsi dewan air sebagai regulator, sekaligus mengawasi apa yang kita kerjakan, apakah kita peduli dengan MBR, mengurangi kebocoran, investasi untuk penambahan kapasitas, atau tidak,” bebernya.

Budi mengakui sudah diberikan 250 miliar oleh Pemprov DKI sebagai capex (capital injection/belanja modal) untuk Jakpro, maka beban Palyja akan lebih ringan. Peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI seperti Jakpro dalam upaya nasionalisasi air ini, agar bisa menjadi tangan pemerintah yang menyelesaikan permasalahan birokrasi.

“Kasarnya, kita ingin masuk ke sana (Palyja) bukan ingin nyolong, tapi kita ingin bekerja untuk Pemprov DKI,” tandasnya.  

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home