Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 13:03 WIB | Jumat, 29 Juli 2016

Penelitian Tunda Kerusakan Ubi Kayu Pasca Panen

Ilustrasi ubi kayu. (Foto: lipi.go.id)

BOGOR, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggandeng pemerintah dan lembaga penelitian di Swiss, guna mengembangkan penelitian untuk menunda proses kerusakan alias pembusukan ubi kayu atau singkong pasca panen. Ini dilakukan guna meningkatkan nilai ekonomi ubi kayu sehingga menyejahterakan petaninya.

Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI mengungkapkan, tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah tingkat kebusukan ubi kayu tergolong tinggi pasca panen. Tengok saja, Nigeria sebagai negara terbesar penghasil ubi kayu memiliki tingkat kerusakan setelah panen hampir 40  persen , katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Pengelolaan Pasca Panen Ubi Kayu di Indonesia di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong Science Center, Bogor, Jawa Barat baru-baru ini, seperti yang dikutip dari situs lipi.go.id.

Untuk mengatasinya, kata Enny, cara yang digunakan selama ini masih sederhana saja. “Metode pencegahan kerusakan pasca panen yang diakibatkan post-harvest physiological (PPD) dengan cara memotong-motong ubi kayu kemudian merendamnya di dalam air atau lemari pendingin,” katanya. Upaya ini hanya menunda sekitar lima hari.

Enny mengatakan, upaya lain juga telah dilakukan LIPI bersama Eidgenössische Technische Hochschule (ETH) Zürich Swiss adalah, mencegah kerusakan pada singkong pasca panen salah satunya menggunakan gen. "Upaya mencegah pembusukan ubi kayu pasca panen dilakukan dengan isolasi gen. Mengatur masa simpan singkong sampai 21 hari," katanya.

Dia pun optimistis, teknologi menghambat proses kerusakan pada ubi kayu,  dapat mendukung upaya ketahanan pangan. Ini mengingat ubi kayu adalah pangan yang bisa menggantikan beras, gandum, terigu, maupun kedelai.

Duta Besar Swiss, Yvonne Baumann menyambung, pihaknya berharap teknologi pencegahan kerusakan hasil kerja sama penelitian kedua pihak bisa memberi solusi tidak hanya di Indonesia, namun juga dunia. “Ubi kayu adalah makanan rakyat yang seharusnya bisa memberi manfaat untuk semuanya,” katanya.

 Produsen Terbesar

Sementara itu, Enny sendiri mengatakan, tidak menutup kemungkinan bahwa dengan keberhasilan mencegah kerusakan pasca panen, maka Indonesia berpotensi menjadi negara produsen terbesar ubi kayu. “Tentu didukung pula dengan pemberdayaan potensi lahan yang ada,” katanya.

Saat ini, Indonesia sendiri baru berposisi urutan ketiga sebagai produsen ubi kayu dunia. Urutan pertama ditempati oleh Nigera dan kedua adalah Thailand.

Bambang Sunarko, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI melanjutkan, potensi menjadi produsen ubi kayu terbesar juga, akan menaikkan industri berbahan baku tanaman umbi tersebut. Lihat saja, ubi kayu saat ini cukup menarik perhatian karena potensinya sebagai Modified Cassava Flour (Mocaf) atau modifikasi tepung singkong.

“Mocaf dapat digunakan untuk menggantikan gandum serta sumber baku untuk biofuel, seperti bioetanol yang ke depan bisa dikembangkan dalam industri yang lebih besar, dengan teknologi pencegahan pembusukan ubi kayu, maka keresahan industri tapioka bisa diberikan solusi," katanya.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home