Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 22:56 WIB | Kamis, 29 Desember 2016

Pengamat: Waspadai Tiga Perubahan Pola Terorisme 2017

Ilustrasi. Penggerebekan rumah terduga teroris. (Foto: Dok. satuharapan.com/Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib mengatakan, ada tiga perubahan pola aksi terorisme yang harus diwaspadai tahun 2017.

"Tahun 2017 diprediksi masih akan terus dibayang-bayangi aksi terorisme, terutama dari kelompok ISIS. Ada tiga perubahan pola terorisme pada tahun 2017 " ujar Ridlwan di Jakarta, Kamis (29/12).

Ridlwan menyampaikan perubahan pertama adalah perubahan metode serangan. Teroris akan meninggalkan model serangan konvensional seperti aksi bom dan menggantinya dengan metode lain yang lebih mudah dilakukan.

Dia mengatakan, jika merujuk pada fatwa Syekh Muhammad Al Adnani dari ISIS yang menyebutkan agar setiap anggota melakukan serangan dengan segala macam cara atau senjata yang dimiliki. Maka, aksi teror ke depan tampaknya tidak akan selalu terjadi dengan menggunakan bom.

"Kalau punya pisau gunakan pisau, kalau punya tongkat gunakan tongkat, bahkan ada instruksi agar menabrakkan mobil di keramaian seperti aksi teror yang terjadi di Berlin," kata Ridlwan.

Alumni Kajian Intelijen UI itu memperkirakan, metode serangan dengan segala macam cara ini akan semakin merepotkan aparat.

"Kalau di pesawat misalnya, teroris tidak perlu membawa bom, mereka bisa saja merusak pintu darurat dan itu sangat membahayakan penerbangan," kata dia.

Perubahan yang kedua adalah target serangan. Menurut dia, ISIS saat ini tidak hanya fokus pada aparat keamanan.

Serangan pun bisa dilakukan di mana saja, tidak hanya menyasar obyek vital melainkan juga tempat umum.

"Target bisa sangat acak. Siapapun yang dianggap membahayakan kepentingan ISIS bisa mereka serang. Bahkan tokoh agama sekalipun, " ujar Ridlwan

Sedangkan perubahan yang ketiga adalah pola komunikasi teroris yang sudah menggunakan sosial media dan fitur komunikasi modern seperti telegram atau whatssapp.

"Ini membutuhkan keterampilan khusus dari aparat kontra teror. Terutama dari komunitas intelijen," kata Ridlwan.

Perubahan pola komunikasi ini diperkirakan juga menyulitkan pendeteksian oleh aparat keamanan.

"Mereka juga bisa berbagi materi-materi teror dengan Whatssapp atau telegram, " ujar Ridlwan.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memperkirakan aksi teror masih akan terjadi 2017. Namun, Tito menegaskan Densus 88 Antiteror akan bertindak cepat dengan melakukan pencegahan melalui deteksi dini dan penangkapan pelaku. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home