Loading...
BUDAYA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 17:39 WIB | Rabu, 05 Maret 2014

Penyair Agus R. Sarjono: Rilke adalah Penyair Apolitis

Berthold Dhamsauser (kiri) dan Agus R. Sarjono (kanan). (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rainer Maria Rilke di mata penyair Agus R Sarjono adalah sosok penyair yang berbeda. Karya-karya Rilke tidak sarat dengan muatan politis dan sosial, namun lebih kepada keindahan alam, renungan, cinta, dan kematian.

“Dia penyair liris yang sangat halus, metrum, mendalam, tapi juga berlagu dan apolitis,” kata Agus Sarjono kepada satuharapan.com saat meluncurkan kumpulan puisi terjemahan karya Rilke yang bertajuk 10 Tahun Seri Puisi Jerman, Rainer Maria Rilke: Kedalaman, Terserah Padamu, di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, Selasa (4/3) malam.

“Kesulitan saya dalam menerjemahkan karya-karya Rilke ini adalah mencari kata yang pas dalam bahasa Indonesia. Apalagi karya Rilke ini banyak sekali unsur metrum (satuan irama yang ditentukan oleh jumlah dan tekanan suku kata dalam sebuah puisi, Red). Karena saya berlatar belakang penyair, ketika menerjemahkan karya-karya Rilke, di situlah naluri saya berjalan,” kata Sarjono.

Dalam menerjemahkan karya Rilke, dia mengaku membutuhkan waktu satu tahun dan menyatakan kemungkinan karya-karya Rilke akan berpengaruh terhadap karyanya di kemudian hari.

Karya Rilke yang Mengandung SARA

Karya Rilke yang mengandung sentimen agama terdapat pada puisinya yang berjudul Penahbisan Muhammad. Di dalam puisi tersebut Rilke menyanjung Nabi Muhammad SAW dan cenderung memandang negatif kepada kekristenan, padahal Rilke dibesarkan oleh keluarga Katolik yang saleh.

Hal tersebut sempat menjadi dilema bagi Agus R Sarjono saat ingin menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Dengan pemikiran yang panjang, akhirnya Sarjono dan tim editor memutuskan untuk memuat tulisan tersebut.

“Saya kira puisi tersebut bisa kita jadikan referensi untuk merenung sebelum mengaum karena akhir-akhir ini bangsa Indonesia menjadi semakin sensitif dengan isu agama,” dia menambahkan.

Pemerintah Belum Maksimal Perhatikan Karya Sastra

Menurut Sarjono, pemerintah masih belum maksimal memperhatikan karya sastra. “Perhatian itu ada, namun sangat sedikit. Kita bisa lihat dengan jumlah perpustakaan di setiap daerah. Sangat sedikit dibandingkan dengan tempat hiburan atau pusat perbelanjaan,” kata dia.

Dia berharap di tahun pemilu ini, ada caleg atau calon pemimpin yang menghidupkan dan peduli pada karya sastra di Indonesia. Terkait dengan Indonesia menjadi “Tamu Kehormatan” di pameran buku terbesar di Frankfurt Book Fair, Jerman, Sarjono juga berharap bahwa peran pemerintah dalam ilmu pendidikan dan sastra tidak hanya sampai di situ saja, tapi bisa lebih berkembang dalam menghasilkan karya sastra yang baru.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home