Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 08:03 WIB | Rabu, 11 November 2020

Pertempuran di Tigray, Ethiopia, Warga Mulai Mengungsi ke Sudan

Pejuang milisi dari Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) bergerak ke garis depan untuk menghadapi militer. Serangan udara dan bentrokan selama sepekan di Ethiopia utara telah menewaskan ratusan orang dan ribuan orang mengungsi. (Foto: Reuters)

ADIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Setidaknya 30 tentara Ethiopia bersenjata dan “sejumlah besar'' pengungsi melarikan diri dari pertempuran di wilayah Tigray, Ethiopia bagian utara, dan telah melintasi perbatasan ke Sudan, menurut laporan kantor berita pemerintah, SUNA, hari Selasa (10/11).

Sementara itu, seorang diplomat mengatakan ada laporan bahwa ratusan tewas di kedua sisi konflik selama sepekan di Ethiopia.

Uni Afrika mendesak gencatan senjata segera, namun Perdana Menteri Ethiopia yang juga pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Abiy Ahmed, berjanji bahwa militernya akan segera mengakhiri pertempuran di wilayah Tigray yang bersenjata lengkap dan pemecatan kepemimpinannya, yang dianggap oleh pemerintahnya sebagai ilegal.

Wilayah tersebut hampir sepenuhnya terputus, dan tetap sulit untuk mengkonfirmasi klaim kedua belah pihak. Masing-masing menyalahkan satu sama lain karena memicu konflik.

Sudan mengirim lebih dari 6.000 tentara untuk menjaga perbatasan, dan mendapat tekanan dari komunitas internasional untuk membantu membuat perdamaian pada pemerintah Ethiopia, yang berusaha untuk menghentikan Tigray dari pengaruh dunia luar.

Tentara Melarikan Diri

Pasukan dari wilayah tetangga Tigray, Amhara, melarikan diri ke Provinsi Qadarif, Sudan pada Senin malam, kata laporan SUNA, mengutip para saksi. Otoritas lokal telah mulai mempersiapkan kamp pengungsi untuk orang-orang Ethiopia yang melarikan diri, katanya, sementara kelompok bantuan memperingatkan krisis kemanusiaan yang sedang terjadi yang mempengaruhi jutaan orang di jantung wilayah Tanduk Afrika.

Pasukan Ethiopia menyerahkan diri dan senjata mereka, dan meminta perlindungan saat pertempuran berkecamuk di perbatasan, kata seorang pejabat militer Sudan yang tidak bersedia disebutkan namanya karena dia tidak berwenang untuk memberi tahu wartawan.

Abiy menggambarkan serangan militer pemerintahnya di wilayah Tigray sebagai “operasi penegakan hukum'' yang menurutnya akan segera berakhir "ketika junta kriminal dilucuti, pemerintahan yang sah di wilayah tersebut dipulihkan, dan buronan ditangkap dan dibawa ke pengadilan.'' Pada hari Senin seorang pejabat militer mengatakan angkatan udara “menggempur sasaran dengan tepat.''

Seruan Uni Afrika

Ketua Komisi Uni Afrika (AU), Moussa Faki Mahamat, telah menyerukan “penghentian permusuhan segera.'' Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, dia mengatakan AU, yang berbasis di Ethiopia, siap untuk mendukung upaya “antar-Ethiopia dalam mengupayakan perdamaian dan stabilitas.''

Namun Abiy tidak menunjukkan tanda-tanda akan membuka pembicaraan dengan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), yang pernah mendominasi koalisi yang berkuasa di Ethiopia. Merasa terpinggirkan oleh reformasi politik Abiy setelah ia menjabat pada 2018, itu memisahkan diri tahun lalu ketika perdana menteri berusaha mengubah koalisi menjadi kekuasaan partai tunggal, Partai Kemakmuran. TPLF menentang pemerintah federal dengan mengadakan pemilihan lokal pada bulan September.

Para diplomat menegaskan bahwa konflik di Tigray dapat mengguncang kawasan dan bagian lain Ethiopia, negara terpadat kedua di Afrika dengan penduduk 110 juta jiwa. Ethiopia memiliki sejumlah kelompok etnis dan wilayah lain yang menginginkan lebih banyak otonomi bahkan ketika Abiy, yang memenangkan Nobel Perdamaian tahun lalu, mencoba untuk mempersatukan negara dengan seruan persatuan nasional.

Beberapa ratus orang dilaporkan telah tewas baik di pihak pemerintah Ethiopia dan pihak pemerintah daerah Tigray, kata seorang diplomat di ibu kota, Addis Ababa.

Lebih dari 150 warga negara Uni Eropa saja diperkirakan berada di wilayah Tigray, yang semakin terputus dengan bandar udara dan jalan ditutup, serta komunikasi sebagian besar terputus, dan pemerintah berusaha untuk memastikan perlindungan konsuler mereka, kata diplomat menambahkan, berbicara dengan syarat anonimitas.

“Ada begitu banyak ketidakpastian,'' kata diplomat itu. “Seberapa jauh Abiy dapat melakukan operasi ini sambil menjaga kemungkinan memiliki solusi yang kurang lebih damai? Anda membutuhkan dukungan dari orang-orang.''

Para ahli khawatir bahwa semakin lama konflik berlangsung, semakin sulit bagi pemerintah federal untuk membawa kembali wilayah Tigray ke federasi negara bagian regional Ethiopia.

Dan kelompok bantuan memperingatkan kebutuhan bantuan kemanusiaan akan tumbuh. Seorang juru bicara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa diskusi sedang berlangsung tentang relokasi semua staf PBB yang tidak penting dan untuk mendapatkan akses kemanusiaan.

Pemerintah federal Ethiopia terus menegaskan kemajuan serangan militer pada hari Selasa, dengan pasukan pertahanan mengatakan mereka telah merebut bandar udara Humera di Tigray, di perbatasan dengan Sudan dan Eritrea. (SUNA, AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home