Loading...
DUNIA
Penulis: Saut Martua Amperamen 12:57 WIB | Rabu, 05 Juli 2017

Pertikaian Keluarga PM Singapura Merambat Jadi Krisis Nasional

Kediaman Mantan PM Singapura Lee Kuan Yew di Orchard Road, Singapura (tengah), yang menjadi sengketa antara PM Singapura, Lee Hsie Long dengan adik-adiknya. Lee Kuan Yew ingin rumah itu dirubuhkan, tetapi Lee Hsien Long membentuk komite untuk mencari alternatif. (Foto: Edgar Su/Reuters)

SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM - Pertikaian keluarga antara PM Singapura, Lee Hsien Loong (LHL), dengan adik-adiknya menjelma menjadi krisis nasional seiring dengan diperdebatkannya masalah yang dipertikaikan itu oleh parlemen. 

Dari semula dipandang sebagai persoalan pribadi keluarga, pertikaian itu kini menjadi masalah negara, dan mulai bermunculan pandangan yang mengkritisi bagaimana negara modern ini dikelola oleh para elitnya.

LHL bertikai hebat dengan dua adiknya, Lee Hsien Yang (LHY) dan saudara perempuannya, Lee Wei Ling (LWL), menyangkut rumah peninggalan ayah mereka, Lee Kuan Yew (LKY). Dua adik sang PM, bersikeras bahwa rumah peninggalan ayah mereka harus dirubuhkan, sesuai dengan wasiat sang ayah menjelang wafat, ketimbang dijadikan museum, seperti yang saat ini sedang direncanakan.

Sebelum meninggal pada Maret 2015, LKYyang merupakan PM pertama Singapura, secara publik telah menyampaikan keinginannya itu, atas rumah sederhana yang berada di dekat perbelanjaan Orchard Road. Hal yang sama ia sampaikan lewat wasiat menjelang meninggal, yang bulan lalu diungkapkan oleh adik LHL. Namun, LHL mengatakan surat wasiat itu dibuat dalam situasi yang sangat mengganggu.

Kemarin merupakan hari kedua parlemen Singapura melaksanakan perdebatan tentang pertikaian itu. Pertikaian keluarga belum ada tanda-tanda mereda.

Adik-adik LHL menuduh sang kakak menyalahgunakan kekuasaannya dengan menugaskan sebuah komite untuk menentukan nasib rumah itu. Menanggapi tuduhan tersebut, LHL meminta sidang khusus parlemen untuk menjernihkan masalah yang terjadi, yang menurut sebagian orang telah merusak citra Singapura.

Namun, saat anggota parlemen mulai bersidang, adik LHL menulis sebuah pernyataan tajam lewat akun FB nya.

"LHL telah membuat pernyataan yang berbelit-belit dan akhirnya salah tentang permintaan LKY. LHL mencoba untuk menunjukkan bahwa karena LKY menandatangani beberapa rencana renovasi pada awal tahun 2012, dia terbuka untuk pelestarian rumah tersebut," kata LHY dalam tulisannya.

Namun, lanjut dia, keinginan LKY agar rumah tersebut dirubuhkan tak tergoyahkan, dan bahwa pertimbangan alternatif diambil hanya karena LHL telah menggiring orang untuk percaya bahwa rumah di 38, Oxley Road, akan dipertahankan.

LHY dan LWL ingin rumah tersebut dibongkar begitu LWL tak lagi tinggal di sana, sesuai dengan kehendak ayah mereka.

Di sisi lain, LHL mengatakan bahwa dia secara pribadi lebih memilih untuk menghormati permintaan ayahnya, namun dia telah mempertanyakan surat wasiat tersebut dan berpendapat bahwa ayahnya juga membuat ketentuan bahwa rumah tersebut tidak perlu dirubuhkan jika ada perubahan peraturan. LHL sendiri menolak berada dalam komite yang akan menentukan nasib rumah tersebut. Dia juga mengatakan tidak berperan dalam pembahasannya.

Reuters melaporkan, pada hari pertama perdebatan di parlemen tidak ada mandat untuk membahas mengenai tuduhan bahwa LHL telah menyalahgunakan kekuasaannya, atau mengapa saudara-saudaranya harus mengatakan bahwa mereka takut "organ-organ negara" digunakan untuk melawan mereka. Sebelumnya LHY mengatakan bahwa dia dan istrinya, pengacara Lee Suet Fern, akan meninggalkan Singapura karena mereka merasa diawasi secara ketat dan sangat tidak disukai.

Beberapa anggota parlemen mendesak perdana menteri untuk menuntut saudara kandungnya, dan menyelesaikan masalah yang mengganggu pemerintah dan merusak citra Singapura. LHLmengatakan kepada parlemen bahwa dia tidak suka melakukannya, karena takut akan merusak nama orang tuanya.

Krisis Nasional

Pertikaian keluarga ini sedikit banyak telah membuka wajah lain dari Singapura yang selama lebih dari setengah abad dikelola dengan peraturan dan disiplin yang ketat. Warga yang kritis mulai mempertanyakan bagaimana mekanisme pemilihan pemimpin di negara itu sehingga dapat memunculkan pertikaian seperti ini.

"Ini adalah dugaan penyalahgunaan kekuasaan, subversi akibat proses, kronisme dan nepotisme," Kirsten Han, seorang aktivis dan jurnalis, menulis di sebuah blog-nya yang populer. "Jika benar, mereka telah merusak citra Singapura yang telah dibangun dengan hati-hati sebagai negara yang bersih dan bebas dari korupsi."

"Dan yang lebih penting bagi masyarakat Singapura, mereka mengungkapkan bahwa 'Tim A', yang telah berpuluh-puluh tahun menampilkan diri mereka sebagai pilihan terbaik bagi negara tersebut, sebenarnya menggunakan kekuasaan yang telah diberikan oleh pemilih kepada mereka untuk tujuan pribadi mereka."

Beberapa orang masih menganggap hal ini bukan masalah negara. "Ini adalah masalah keluarga pribadi, dan seharusnya tidak dibawa ke tingkat nasional karena ini bisa menciptakan kesan buruk di seluruh dunia," kata Tan Chuan Jin, 19, seorang mahasiswa teknologi informasi, dikutip dari The New York Times.

Pembatasan masalah ini hanya sebagai masalah keluarga ternyata tidak sederhana. Karena isu adanya penyalahgunaan kekuasaan telah mendatangkan pertanyaan publik. Kritik terutama ditujukan kepada kelemahan dari sebuah negara dengan satu partai.

"Orang-orang lebih sadar bahwa isu utamanya adalah penyalahgunaan kekuatan politik," Segel Samydorai, direktur urusan Asia Tenggara di Think Center, sebuah pusat kebijakan nirlaba di Singapura, mengatakan dalam sebuah email.

"Seharusnya ada beberapa langkah checks and balances untuk mencegah penyalahgunaan tersebut," tambahnya.

Mantan PM Singapura, Goh Chok Tong, menuduh adik-adik LHL sengaja ingin menjatuhkan penggantinya itu. Tong juga menegaskan ia meyakini dan mempercayai integritas LHL. Ia mengeritik adik-adik LHL telah bertindak merusak citra Singapura.

"Jika saudara-saudara LHL memilih untuk menyia-nyiakan nama baik dan warisan LKY dan dan merobek hubungan mereka sendiri, itu tragis tapi urusan pribadi keluarga mereka. Tapi jika dalam proses penghancuran diri mereka sendiri, mereka juga menghancurkan Singapura, itu adalah urusan publik," kata Tong, dikutip dari channelnewsasia.com.

Analis menyarankan LHL perlu mendinginkan isu ini  dan  meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah Singapura bertindak adil dan berdiri di atas semua golongan. Menurut Eugene Tan, seorang  profesor hukum di Singapore Management University, pada akhirnya LHL harus menang di pengadilan opini publik.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home