Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 09:04 WIB | Selasa, 15 Oktober 2019

Petani Sumut-Sumbar Asuransikan Tanaman Padi 4.043 Hektare

Ilustrasi. Seorang petani mengangkat jerami siap panen untuk dipukulkan pada kayu untuk merontokan padi di area persawahan, di Jorong Koto Tuo, Nagari Balai Gurah, Kecamatan IV Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/Maril/18)

MEDAN, SATUHARAPAN.COM  - Sebanyak 5.353 petani di Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar) sudah mengasuransikan tanaman padinya dengan total luas lahan 4.043 hektare.

"Jumlah preminya ada Rp727,867 juta hingga triwulan II 2019," ujar Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 5 Sumatera bagian utara (Sumbagut) Yusup Ansori di Medan, Sumatera Utara, Senin (14/10).

Menurut dia, dari 5.353 petani itu yang terbanyak mengasuransikan adalah petani Sumatera Barat dengan 4.069 petani dengan luas areal 3.188 hektare dan preminya Rp573,865 juta.

Adapun di Sumatera Utara, jumlah petani yang sudah mengasuransikan tanaman padinya sebanyak 1.284 orang dengan luas lahan 855,57 hektare dan premi yang dibayarkan sejumlah Rp154,002 juta.

"Meski jumlah AUTP (Asuransi Usaha Tanaman Padi) terus meningkat di Sumbagut, tetapi masih belum maksimal karena masih berjalan di Sumatera Utara dan Sumatera Barat," ujarnya.

Menurut dia, Asuransi Usaha Tanaman Padi yang merupakan program pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan), sangat baik.

Alasan dia, usaha di sektor pertanian khususnya padi rentan dengan risiko karena ketidakpastian yang cukup tinggi mulai dari kegagalan panen yang disebabkan banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit/ Organisme Pengganggu Tumbuhan atau OPT.

"Dengan mengasuransikan tanaman padinya, maka ancaman kerugian petani bisa ditanggung asuransi," ujarnya.

Pengamat ekonomi, Wahyu Ario Pratomo menyebutkan pemerintah kabupaten/kota harus pro aktif menjalankan program Asuransi Usaha Tanaman Padi.

"Asuransi Usaha Tanaman Padi akan mensejahterakan petani dan melindungi pemerintah daerah masing-masing dari ancaman gangguan ketersediaan padi atau beras di pasar yang bisa menimbulkan inflasi," katanya.

Apalagi beras adalah bahan makanan pokok sehingga harus mendapat perhatian ekstra.

Kontribusi Lahan Rawa Terhadap Produksi Pangan Nasional

Sementara itu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbang) Kementerian Pertanian Republik Indonesia menggelar kegiatan bertajuk "Temu Lapang Program Serasi 2019" di Kalimantan Selatan pada Senin (14/10).

Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala menjadi lokasi berkumpulnya sekitar 200 peserta yang mewakili petani, penyuluh, peneliti, pemerintah daerah, para pengambil keputusan, dan masyarakat umum lainnya.

Kepala Balitbang Kementan Dr Ir Fadjry Djufri mengatakan, temu lapang itu untuk mengkomunikasikan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian Badan Litbang Pertanian dalam upaya mendukung Program Utama Strategis Kementerian Pertanian yaitu Serasi (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani).

"Program Serasi untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045, kemandirian pangan, diversifikasi pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, kesejahteraan petani, serta menghadapi perubahan iklim," katanya kepada Antara di lokasi yang pada tahun lalu dijadikan puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018.

Fadjry menuturkan, keberadaan dan peran lahan rawa dibandingkan agroekositem lainnya sebagai lumbung pangan atau stok penyangga sangat strategis.

Dimana hasil pertanian lahan rawa potensial untuk menekan defisit beras secara nasional, yang biasanya terjadi pada bulan September hingga November, dan pasokan produksi beras dari lahan rawa mengalami puncaknya terutama pada bulan Agustus-Oktober.

Dijelaskannya, lahan rawa mempunyai kelenturan terhadap perubahan iklim, terutama kekeringan, dan ada kecenderungan bahwa lahan rawa, terutama lebak sangat potensial pada saat kemarau panjang akibat El-Nino.

Fadjry mengungkapkan areal lahan rawa di Indonesia sekitar 33,70 juta hektar yang tersebar di 18 provinsi dan sekitar 300 kabupaten/kota, terdiri dari lahan rawa lebak dan pasang surut.

Produktivitas lahan rawa saat ini hanya sekitar 2,6-3,9 ton/hektar dengan indeks pertanaman (IP) hanya 0.66. Padahal potensi hasilnya mencapai 4,0-7,0 ton/hektar. Bahkan dengan penerapan teknologi, dapat ditingkatkan hasilnya bisa mencapai 8.0 ton/hektar dengan IP 1,50-2,25.

"Ini berarti bahwa jika dimanfaatkan secara optimal, kontribusi lahan rawa terhadap produksi pangan nasional dapat ditingkatkan berlipat ganda," katanya.

Adapun luas pengembangan pertanian lahan rawa, kata Fadjry, direncanakan 500 ribu hektar, terdiri dari Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan masing-masing 250.000 hektar. Sasarannya menaikkan produktivitas dan Indeks Pertanaman serta pengembangan usaha (korporasi petani).

Temu lapang sendiri memperlihatkan Demonstration Farming (Demfarm) yang menggelar berbagai inovasi teknologi pengelolaan lahan rawa meliputi budidaya padi, budidaya tanaman hortikultura, budidaya itik, dan budidaya ikan, serta aplikasi pupuk hayati dan pestisida nabati yang rangkaian usaha pertanian itu termasuk dalam Program Serasi.

Optimalisasi pemanfaatan lahan rawa, penumbuhan dan pengembangan kelompok tani untuk melaksanakan usaha tani, dan pengembangan kawasan jadi ciri Program Serasi yang menjadi salah satu tumpuan dalam produksi pangan di masa depan, sehingga harus dilakukan secara terpadu dan menyentuh semua aspek (teknis, sosial ekonomi dan kelembagaan) yang berbasis riset dengan kearifan lokal sebagai salah satu sumber inovasi.

Pemerintah daerah diharapkan bisa menjadi integrator untuk menggerakkan petani dan penyuluh pertanian. Grand design yang disusun harus lintas stakeholder, melibatkan Balitbangtan, Ditjen teknis dan pemda.

Dukungan dan kegiatan Balitbangtan di dalam Program Serasi berupa demfarm (demonstrasi farming), super imposed (proses tumpang tepat), pendampingan petani dan bimbingan teknis.

Prinsipnya, kata Fadjry, pengembangan pertanian modern berbasis teknologi di lahan rawa memerlukan dukungan kebijakan.

Oleh karena itu, tindak lanjut dari temu lapangan diharapkan terbentuk kesepakatan dan persamaan persepsi para pengambil kebijakan untuk percepatan pengembangan lahan rawa ke depan dalam perencanaan yang komprehensif dan holistik, termasuk perencanaan anggaran baik di pusat maupun daerah.

Kepala Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Hendri Sosiawan menambahkan, kawasan demfarm yang dilaksanakan di Provinsi Kalsel dan Sumsel dapat dijadikan Kawasan Pertanian Sejahtera (Sapira) dan terdiri dari dua cluster, yaitu cluster lengkap (dua lokasi) dan tidak lengkap (tujuh lokasi).

Cluster lengkap meliputi berbagai teknologi budidaya berbagai komoditas (padi, hortikultura, itik, dan ikan), alsintan, kelembagaan, dan bimbingan teknik.

Sedangkan cluster tidak lengkap hanya teknologi budidaya padi. Kawasan demfarm melibatkan komponen fisik berupa penataan air dan lahan, teknologi, kelembagaan, manajemen riset dan koordinasi dalam suatu kawasan, serta dilaksanakan untuk mempercepat proses diseminasi.

"Dampak dari kegiatan ini adalah peningkatan hasil dan sekaligus kesejahteraan petani," kata Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Dr Husnain yang turut memberikan paparan di hadapan peserta.

Bukan Gagah-gagahan

Sebelumnya Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menyatakan optimistis provinsi tersebut akan menjadi lumbung pangan nasional seperti beberapa tahun lalu.

"Hal ini karena potensi lahan pertanian di provinsi itu cukup luas dan pemanfaatannya juga terus dimaksimalkan," kata Gubernur di Palembang.

Selain itu pihaknya telah melaksanakan program selamatkan rawa sejahterakan petani (Serasi) yang dinilainya efektif mencegah kebakaran. Karena petani diajak dan dibiasakan tidak lagi membakar tapi mengelola lahan dengan alat mesin pertanian dengan menggunakan, traktor dan eksavator serta menggunakan teknologi modern lainnya.

Bahkan, pihaknya kembali melaksanakan tanam perdana padi IP 200 seluas 2000 hektare untuk mendukung program selamatkan rawa sejahterakan petani di Desa Arisan Musi Timur, Kecamatan Muara Belida, Kabupaten Muara Enim, Sumsel sekaligus panen raya padi.

Jadi, lanjut dia, dengan adanya program tersebut  akan meningkatkan produktivitas pertanian sekaligus mensejahterakan petani dan menjadikan Sumsel sebagai lumbung pangan nasional.

"Jadi ini bukan pamer atau gagah-gagahan tetapi seperti inilah kerja yang efektif," ujarnya.

Pada Program Serasi, para petani banyak diberikan bantuan alat, dan di sini ada peran Bintara pembina desa (Babinsa) Babinkamtibmas untuk menjaga alat tersebut agar tidak salah peruntukan karena peralatan itu khusus untuk petani dan sebelum selesai mengolah sawah dalam satu zona alat ini belum boleh dibawa pulang. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home