Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 22:11 WIB | Rabu, 07 Oktober 2015

Petani Tembakau Desak DPR Tolak Kenaikan Cukai

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan komisi XI DPR RI, di kompleks Parlemen, Jakarta, hari Rabu (7/10), dihadiri oleh berbagai asosiasi dunia usaha, seperti perwakilan Kadin Indonesia, Apindo, APCI, AMTI, FKSP/SB, dan CHEPS. (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo mendesak Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) untuk menolak rencana kenaikan cukai. Menurut Budidoyo, kenaikan cukai tidak realistis dan dinilai memberatkan petani tembakau di daerah.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pemerintah mengusulkan penerimaan cukai hasil tembakau naik 23 persen menjadi Rp 148,85 triliun. Sementara menurut Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) berdasarkan realisasi penerimaan cukai tembakau sampai dengan bulan Agustus 2015, dapat diestimasi bahwa realiasi penerimaan cukai tembakau 2015 hanya akan mencapai sekitar Rp 115 triliun.

“Tapi yang paling penting, misi kami ke sini, tuntutan kami tetap menolak bahwa rencana kenaikan yang terlalu tinggi dan sangat tidak realistis ini akan berdampak luas terhadap kehidupan kami. Tolong bapak-bapak di komisi XI ini, tolong diingatkan juga kepada Ditjen Pajak, kepada Menteri Keuangan, jangan pernah menafikan rakyat yang juga menyumbang ke negara ini luar biasa,” kata Budidoyo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan komisi XI DPR RI, di kompleks Parlemen, Jakarta, hari Rabu (7/10).

Budidoyo mengatakan rencana kenaikan cukai tersebut jangan sampai menimbulkan dampak buruk kepada pekerja dan petani tembakau. Dia tidak menginginkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan membuat petani menjadi lebih susah karena serapan usaha industri tembakau menjadi semakin berkurang.

“Yang paling penting buat kami adanya regulasi atau wacana kenaikan cukai ini jangan sampai menimbulkan dampak buruk terhadap elemen-elemen yang ada. Misalkan nanti apakah akan membuat PHK, akan membuat petani menjadi lebih susah, petani cengkeh akan lebih susah karena serapan di usaha industri ini menjadi semakin berkurang,” kata Budidoyo.

“Kami memahami begitu susahnya pemerintah saat ini mendapatkan dana, cuman tolong juga dipahami kehidupan kami yang sudah susah ini, jangan juga sampai dipersempit lagi. Artinya, kami yang bergerak di industri ini relatif mandiri. Karena di petani tembakau ini tidak pernah mendapatkan insentif apapun. Begitu juga di cengkeh, di pekerja, janganlah ruang sempit ini dipersempit lagi, sehingga itu akan sangat menyulitkan kami,” kata Budidoyo menambahkan.

Selanjutnya, Budidoyo meminta DPR untuk mempertimbangkan kembali tuntutan mereka terhadap kenaikan cukai yang tidak realistis dan berdampak luas kepada mata pencarian mereka.

“Kami mohon kepada DPR untuk mempertimbangkan dan menggarisbawahi, bahwa kenaikan cukai yang tidak realistis ini akan berdampak luas kepada mata pencarian kami, pada kehidupan kami. Kami akan melihat sejauh mana nanti peran DPR sebagai wakil kami seperti apa. Karena rakyat ini sudah susah. Jadi jangan sampai nanti kita hidup di Indonesia, sudah susah jadi susah lagi. Saya tidak tahu yang salah siapa,”  kata Budidoyo.

“Biasanya rakyat kecil ini, tidak akan takut mati, tapi takut lapar. Jadi ketika tidak ada pilihan, karena begitu susahnya dia akan sangat dekat dengan emosi,” kata Ketua Umum AMTI itu menambahkan.

Dalam RDPU ini dihadiri oleh berbagai asosiasi dunia usaha, seperti perwakilan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Forum Komunikasi Serikat Pekerja dan Serikat Buruh (FKSP/SB), dan Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS).

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home