Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 19:08 WIB | Senin, 20 Oktober 2014

PGI: Gereja Mengawasi Kebijakan tentang Lingkungan

Favor A. Bancin, Sekretaris Eksekutif Bidang Marturia PGI. (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Krisis ekologis menjadi salah satu tema dalam Aro Gosali atau diskusi kelompok kecil di Sidang Raya XVI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) karena akan menjadi landasan gereja dalam mengawasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan  isu-isu seputar lingkungan hidup di Indonesia.

Pendeta (Pdt.) Favor A. Bancin, Sekretaris Eksekutif Bidang Marturia PGI kepada satuharapan.com, Senin (20/10) di Gedung PGI, Jalan Diponegoro Jakarta Pusat mengemukakan saat ini tema Sidang Raya XVI PGI adalah Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya, dalam perspektif lingkungan berarti Tuhan akan membebaskan kita dari krisis lingkungan di sekitar kita. Gereja sebagai mitra kritis pemerintah harus memberi kontribusi positif tidak hanya bagi umat Kristen, tetapi bagi Indonesia.

Aro Gosali

Aro Gosali, dalam bahasa lokal, merupakan tradisi masyarakat Nias dalam berdiskusi dan bermusyawarah tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama. Istilah ini kemudian dipakai pada kesempatan SR ini agar perwakilan gereja-gereja dapat berdiskusi bersama untuk mendalami berbagai masalah-masalah yang berkembang di masyarakat, dan bagaimana seharusnya gereja menyikapi perkembangan tersebut sesuai dengan sub-tema Sidang Raya XVI PGI tahun 2014.

Tema Krisis Ekologis hanya salah satu dari tema yang diusung dalam pokok-pokok diskusi di Aro Gosali Sidang Raya PGI XVI pada akan diselenggarakan Selasa (11/11) hingga Senin (17/11) di Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara. Selain itu masih ada tema Pendidikan, Kepemimpinan Gerejawi, Pemberdayaan Ekonomi Jemaat-Pengentasan Kemiskinan, Gereja Pasca Pemilu, dan Radikalisme.

“Isu krisis ekologis penting dibahas pada Sidang Raya XVI PGI di Nias karena sesuai dengan tema dari SR itu sendiri yakni Tuhan mengangkat kita dari Samudera Raya, dalam perspektif lingkungan berarti Tuhan akan membebaskan kita dari krisis lingkungan di sekitar kita,” kata Favor.  

Favor mengatakan bahwa perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Green Peace, dan Wahana Lingkungan Hidup akan hadir dalam kesempatan tersebut.

Pada Aro Gosali nantinya tidak hanya berdikusi tetapi juga mengevaluasi apa saja yang telah diperbuat gereja dalam mengawasi lingkungan selama lima tahun, tercatat dari sidang raya sebelumnya, dan apa saja langkah-langkah kongkret untuk lima tahun mendatang yang nantinya akan dievaluasi di Sidang Raya selanjutnya.  

“Tantangan terbesar bagi kita semua adalah dapatkah gereja menjadi partner bagi banyak elemen termasuk pemerintah, misalanya untuk mengawasi kebijakan, gereja benarkah pesan pastoral tentang penyelamatan lingkungan sudah tersampaikan,” Favor menambahkan.

Gereja harus kritis terhadap perilaku pebisnis indonesia yang mengambil keuntungan tanpa limit menyusahkan kita dapat menyusahkan kita.

“Gereja saat ini penting mempertanyakan para pengusaha yang memberikan sumbangan sejumlah besar bagi pembangunan gereja secara keseluruhan, tetapi pengusaha tersebut ternyata di luar memiliki rekam jejak buruk sebagai perusak lingkungan,” Favor menambahkan.

Favor menambahkan saat SR XVI PGI akan diadakan pameran bernama Gereja Sahabat Alam.  Favor menjelaskan bahwa Gereja Sahabat Alam akan membuat seluruh jemaat semakin menyadari pentingnya lingkungan sekitar.

“Gereja Sahabat Alam ini nantinya ada yang memakai khotbah tata ibadah, tata pengajaran  untuk anak sekolah minggu misalnya kita di dalam buku ini kita akan mengangkat tata ibadah hari bumi yang berdasar dari teman-teman kita yang melawan sebuah perusahaan yang merusak lingkungan,” kata Favor.

“Dan itu dilakukan oleh gereja-gereja atau saat paskah atau natal dapat kita gunakan dengan perspektif lingkungan, misalnya kita tidak perlu lagi membeli pohon natal, bukan karena alasan ekonomis atau pemborosan akan tetapi kita bisa daur ulang dengan memanfaatkan barang-barang di sekitar kita,” Favor menambahkan.

Dengan beberapa contoh yang ditunjukkan Favor dari buku Gereja Sahabat Alam tentang pemanfaatan lingkungan, sebenarnya memperlihatkan bahwa gereja merupakan kekuatan moral yang dapat memberi contoh nyata kepada Indonesia dan jemaat bahwa ada usaha-usaha sederhana penyelamatan ekologis lingkungan yang dapat dilakukan dengan mudah.   

Gereja sebagai kekuatan moral bertugas mengajak jemaat menjaga lingkungan, menjadi sahabat bagi alam, menekankan adanya perubahan gaya hidup di jemaat, dan gereja harus senantiasa mengingatkan akan kesederhanaan yang menjadi ciri khas hidup Yesus Kristus.

Gereja Sejak Lama Berpengalaman dalam Isu Lingkungan

Gereja (PGI) sejak lama menanggapi sangat serius isu ini sejak kasus Indorayon, pada era 1990-an, kontroversi sudah terjadi sejak awal pendirian PT Indorayon Inti Utama (IIU) di Porsea, Sumatera Utara  pada 1983.

Jika mencermati, merunut dan memahami semua polemik dan kontroversi menyangkut investasi pada perusahaan tersebut dan hubungannya terhadap hak-hak orang yang dirugikan selama 25 tahun, ada dua kebijakan yang saling berhadapan, yaitu investasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi (yang faktanya adalah ekonomi makro), namun perusahaan tidak memperlihatkan upaya peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan rakyat Porsea.

Kedua hal ini tidak dapat ditemukan karena masing-masing mengklaim sebagai keperluan yang harus diutamakan. Pada 4 Januari 2003, 49 organisasi non partai politik mendesak pemerintah menutup PT IIU. Beberapa di antaranya, Walhi, Elsam, PBHI, MUI, DPP NU, DPP Muhammadiyah, dan PGI.

Pada 24 Maret 2003, PGI melayangkan surat terbuka kepada Pemerintah, di dalam surat tersebut sebanyak 13 pemimpin gereja di Sumatera Utara mendesak pemerintah agar menutup PT IIU di Sosor Ladang, Porsea. Pemimpin gereja terlibat dalam politik tersebut tidak dalam kapasitas politik praktis atau kepentingan, tetapi sebagai kewajiban moral rohaniawan untuk memperhatikan kaum yang tertindas.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home