Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 18:05 WIB | Selasa, 25 November 2014

PGI Menyerukan Spiritualitas Keugaharian

Ketua IV Majelis Pekerja Harian PGI, Pdt. Albertus Patty (kiri), dan Kabiro Litkom PGI, Henrek Lokra (kanan). (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyerukan kepada seluruh gereja di Indonesia untuk mengajarkan kepada umatnya tentang spiritualitas keugaharian atau ajaran hidup sederhana dan berkecukupan.

“Gereja-gereja di Indonesia diharapkan mengembangkan sikap keugaharian, yakni etos hidup sederhana dan berkecukupan, dalam hal ini gereja ditantang untuk mengembangkan spiritualitas alternatif sembari membangun jejaring bersama, baik gereja maupun antariman, guna menemukan nilai dan keprihatinan bersama,” kata Henrek Lokra, Kepala Biro Penelitian dan Komunikasi (Litkom) PGI pada Selasa (25/11) dalam konferensi pers pasca Sidang Raya XVI PGI (SR XVI PGI) di hadapan para pewarta di Gedung Grha Oikoumene PGI, Jakarta Pusat.

SR XVI PGI berlangsung dari Selasa (11/11) hingga Minggu (16/11) merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi PGI, dan pesta iman umat Kristen di Indonesia. SR XVI PGI dilaksanakan setiap lima tahun sekali di lokasi yang berbeda-beda.

PGI memilih Kepulauan Nias sebagai tempat penyelenggaraan, lima tahun sebelumnya dilaksanakan di Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat.  

Sebelum Sidang Raya, Sekretaris Badan Pengurus Pelayanan Komunikasi PGI (Yakoma PGI), Vesto Proklamanto mengemukakan bahwa spiritualitas keugaharian, atau kesederhanaan merupakan cara hidup yang saat ini dibutuhkan bangsa Indonesia.  

Henrek menjelaskan PGI mendorong sikap hidup sederhana melalui berbagai komunitas basis yang selama ini mengusahakan ekonomi kemaslahatan bersama, sebagai alternatif terhadap model ekonomi dewasa ini yang mengumbar keserakahan.

Gereja menganggap pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan penting karena sebagai salah satu misi keesaan gereja untuk mengingatkan kepada pemerintah bahwa kemiskinan masih ada dan harus dientaskan sesegera mungkin.

“Keberpihakan gereja kepada kemiskinan dibuktikan dengan tempat penyelenggaraan persidangan-persidangan ini, jadi memilih Nias (penyelenggaraan SR PGI XVI) bukannya tanpa alasan yang tidak jelas tetapi karena kita ingin menunjukkan concern bahwa kemiskinan masih ada di Indonesia,” Vesto mengatakan, saat itu.

PGI menekankan kesederhanaan karena kemiskinan merupakan fakta yang amat memprihatinkan.

“Fakta menunjukkan bahwa kekayaan hanya terpusat pada beberapa orang atau kelompok yang kuat, sedangkan sebagian besar masyarakat tetap berada pada posisi lemah. Ini mengindikasikan secara sangat telanjang bahwa keadilan tidak terjadi,” Henrek menambahkan.

Henrek mengemukakan apabila terjadi kemiskinan terus menerus dikhawatirkan di berbagai wilayah di Indonesia akan muncul bibit ekstrimisme dalam bingkai agama yang memprihatinkan bangsa.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home